Seiring dengan semangat reformasi birokrasi, penilaian kinerja individu baru diperkenalkan pada 2011 melalui peraturan pemerintah 2011. Mekanisme yang lebih jelas memungkinkan penilaian yang lebih jelas terhadap kinerja dan perilaku pegawai negeri yang sebenarnya; sehingga kontribusi seorang pegawai negeri sipil terhadap tujuan lembaga dapat dikaitkan dengan lebih baik dengan sistem penghargaan dan hukuman.
Kenyataannya, setelah lebih dari lima tahun sejak diperkenalkan, mekanisme tinjauan kinerja baru ini masih menghadapi banyak tantangan. Berdasarkan sebuah studi  tahun 2017 yang mensurvei hampir 200 pegawai negeri sipil dari pemerintah pusat dan daerah, tiga masalah utama berkontribusi pada tinjauan kinerja yang lemah itu.
Pertama, dialog performance review yang meliputi proses pemberian umpan balik dari atasan kepada pegawai negeri sipil dirasakan tidak efektif dalam meningkatkan kinerja pegawai karena umpan baliknya seringkali bias atau tidak jelas. Seringkali dialog tidak pernah terjadi.Â
Kedua, sistem penilaian kinerja memiliki kaitan yang lemah dengan sistem penghargaan dan hukuman, apalagi dengan sistem pengembangan sumber daya manusia. Parahnya, praktik pilih kasih dan nepotisme masih cukup kuat terutama dalam pemberian promosi dan penghargaan di banyak institusi.Â
Terakhir, sebagian besar responden percaya bahwa tinjauan kinerja menyelaraskan tujuan strategis organisasi dengan sasaran kinerja pegawai negeri, dialog dan pelaporan tinjauan kinerja, membebani secara administratif. Oleh karena itu, pengajuan pelaporan online dapat meringankan situasi.
Ketiga masalah utama ini dapat membuktikan bahwa masalah sistem tinjauan kinerja terutama terletak pada tingkat implementasi dan harus segera ditangani.
Tidak ada obat yang mudah untuk mengatasi masalah tersebut, selain kepemimpinan yang kuat, sebagaimana dibuktikan oleh beberapa institusi yang telah berhasil menerapkan sistem penilaian kinerja ini. Kepemimpinan yang kuat juga akan mendorong pentingnya mengaitkan tujuan strategis organisasi dengan kinerja individu dan juga menghubungkannya dengan sistem manajemen sumber daya manusia, termasuk mekanisme internal stick and carrot.Â
Di Indonesia, PNS dikenal dengan pendapatan dan keamanan yang stabil dalam hal masa kerja, di samping status sosial yang cukup terhormat, yang tercermin dari tingginya minat setiap kali perekrutan. Â
Sayangnya, masalah kepemilikan permanen mungkin menjadi kendala yang tepat untuk sistem penilaian kinerja; itu akan menjadi macan ompong, karena terlepas dari keefektifannya, sistem tidak akan mempengaruhi keamanan profesi ini. Situasi itu berbeda dengan negara-negara yang lebih maju seperti Australia dan Inggris, di mana proses tinjauan kinerja dilaksanakan dengan baik di tengah tidak adanya kebijakan tenurial permanen bagi pegawai negeri; Oleh karena itu, omzet PNS tinggi, karena profesi ini menjadi kompetitif.
Kombinasi antara proses rekrutmen pegawai negeri sipil yang cermat yang bertujuan untuk memilih lulusan terbaik untuk menjadi pegawai negeri sipil dan penerapan sistem penilaian kinerja individu yang solid dapat menumbuhkan kebanggaan terhadap profesi pegawai negeri. Oleh karena itu, suatu saat akan lebih banyak orang yang melamar sebagai pegawai negeri bukan hanya karena stabilitas dan keamanan, tetapi lebih pada semangat untuk berprestasi dan berkontribusi pada peningkatan pelayanan publik Indonesia.