Ketika singgah di sebuah rumah, kulihat ada anak kecil bertanya tentang kupu-kupu pada mamanya, dan mamanya tak bisa menjawab keingintahuan putrinya, kemudian katanya, “Tunggu mama buka ensiklopedia dulu, yang tahu tentang kupu-kupu,” dan aku bertanya di rumah negeri mana gerangan aku sekarang.
Agaknya inilah yang kita rindukan bersama, di stasiun bus dan ruang tunggu kereta api negeri ini buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota, dan desa buku dibaca, di perpustakaan perguruan, kota, dan desa buku dibaca, di tempat penjualan buku laris dibeli, dan ensiklopedia yang terpajang di ruang tamu tidak berselimut debu karena memang dibaca.
Jika Taufik Ismail dalam puisinya itu nampaknya ingin memotret kondisi bangsa yang senyatanya bahwa antara buku dan manusia Indonesia masih tersimpan jarak. Masyarakat melek literasi adalah tolok ukur peradaban sebuah bangsa, belum menjadi budaya hidup yang menjadi tarikan nafas dari keseluruhan entitas keterbangsaan kita. Bukan sebuah gugatan tampaknya, tetapi sebongkah besar kerinduan tiada kira akan percintaan seantero jiwa dalam jagat sebuah negara besar yang memiliki sejarah literasi dan kesusasteraan sedemikian besar dan panjang.
Terakhir, untuk sahabat komunitas perpustakaan jalanan dan anggota TNI, saya ingin mengutip beberapa kalimat dari buku yang berjudul Buku-Buku Yang Merobah Dunia karya Robert Downs yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Asrul Sani dan diterbitkan PT Pembangunan Djakarta pada 1961. Saya kutip sesuai ejaan asli dalam buku yang terbit tahun 1961 itu.
Suatu fikiran jang salah jang tersebar dengan luas sekali di kalangan orang banjak menggambarkan buku2 sebagai benda2 jang tak berdjiwa, tidak effektif, serta damai jang pada tempatnja sekali berdala dalam kelindungan2 sedjuk dan ketenangan akademis dari biara2 dan universitas2 dan tempat2 pengasingan diri jang lain jang djauh dari dunia jang djahat dan materialistis itu. Menurut gambaran jang salah ini buku2 hanja sesak dengan teori2 jang tidak praktis dan karena itu boleh dikatakan tidak penting bagi mereka jang berurusan dengan kenjataan2 keras. Suatu pengertian jang lebih tepat tentang arti buku2 sebetulnja telah diperoleh oleh seorang biadab, bila ia duduk menanapi halaman2 tertjetak jang ada di depannya, dan yang rupa-rupanya mempunjai kekuatan gaib untuk menjampaikan pesanan2. Sepandjang sedjarah dapat kita temui bukti jang bertumpuk-tumpuk jang menundjukkan, bahwa buku2 bukanlah benda2 jang remeh, djinak dan tak berdaja, malahan sebaliknya buku2 ini seringkali adalah biang jang bersemangat dan hidup, berkuasa mengubah arah perkembangan peristiwa--kadang2 demi kebaikan, kadang2 demi keburukan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H