Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok telah terbiasa dengan kecaman-kecaman warga yang diterimanya setiap mengeluarkan kebijakan. Warga, kata Ahok, sering kali mengumpat jika keinginannya tak dikabulkan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tiga tahun lalu, warga serempak menyalahkan Basuki lantaran tak memerintahkan anak buahnya agar menuruti keinginan warga. "Saat seperti itu, kelemahan saya diungkit. Mudah saja, sudah Cina, kafir pula," kata Ahok saat memberi sambutan dalam acara Demokrasi Tanpa Korupsi di Museum Nasional, Ahad, 14 Desember 2014.Â
Babak berikutnya, tak banyak argumentasi yang dapat dipakai untuk menyanggah rencana Pemprov DKI Jakarta mengembalikan kawasan Kalijodo sebagai ruang terbuka hijau. Denyut bisnis hiburan malam bernilai miliaran rupiah pun musnah. Menyisakan dongeng Daeng Aziz, The Goodfather Kalijodo.Â
Kemudian, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama yang akrab disapa Ahok menyatakan kecurigaannya ada orang yang sengaja menaruh kulit kabel di lokasi itu, agar air tidak bisa mengalir dan meluap tepat di Istana Merdeka. Dalam beberapa berita, para awak media diperlihatkan gambar dari telpon seluler Ahok.Â
Bahkan, sebagaimana beredar di media massa, hasil survei lembaga Periskop Data menunjukkan 1,0% responden menilai gaya kepemimpinan Ahok sangat baik dan 42,4% menyatakan baik. Sedangkan 33,2% responden menilai gaya kepemimpinan Ahok tidak baik dan 1,8% sangat tidak baik. Respoden yang menyatakan gaya kepemimpinan Ahok baik didasarkan‎ sejumlah alasan. Utamanya, karena tegas. Para respoden yang menyatakan Ahok tegas sebanyak 66,4%, berani 12%, jujur 5,1%, dekat dengan rakyat 5,1%, disiplin 3,7%, berwibawa 2,8%. Sementara respoden yang menyebut gaya kepemimpinan Ahok tidak baik dikarenakan alasan utamanya arogan atau sombong. Di sini responden menyatakan Ahok arogan sebanyak 76,6%, kurang dekat dengan rakyat 9,7%, ceplas-ceplos 6,3%, otoriter 2,9%, kurang tegas 2,3%, dan kinerjanya belum terbukti 0,6%.
Itulah kutipan sebagai pengantar tulisan ini, rasanya buku Mao, Kisah-Kisah yang Tak Diketahui, karya Jung Chang dan Jon Halliday, perlu juga untuk sekadar rujukan dan bacaan akhir pekan Ahok.Â
Saya melirik buku Mao, Kisah-Kisah yang Tak Diketahui, karya Jung Chang dan Jon Halliday ini, sejak tahun 2010. Jung Chang adalah seorang penulis buku Angsa-Angsa Liar, dan suaminya, seorang sejarawan, Jon Halliday. Kedua penulis ini, dengan berani mengungkapkan siapa diri Mao Tse-tung yang sesungguhnya. Chang dan Halliday menyajikan potret Mao yang tidak memuaskan sebagian kalangan. Sebab, dalam buku Mao, Kisah-Kisah yang Tak Diketahui ini, Chang dan Halliday memperlihatkan Mao sebagai salah satu monster terbesar abad ke-20 bersama Hitler dan Stalin.Â
Buku Mao versi Chang dan Halliday adalah terpadat setelah Mao garapan Philip Short tahun 1999, dan The Private Life of Chairman Mao karya Li Zhisui tahun 1995. Penelitian yang luar biasa. Setidaknya, Chang dan Halliday mengunjungi wilayah pertempuran Long March. Pertempuran ini, salah satu elemen paling berharga dari sejarah Komunis China. Chang dan Halliday mengklaim bahwa pertempuran paling terkenal dari Long March, di Jembatan Dadu pada tahun 1935, tidak pernah terjadi.Â
Salah satu kunci dan bukti adalah wawancara dengan wanita lokal berusia 93 tahun dan bertemu Chang dan Halliday tahun 1997. Kemudian, dilengkapi wawancara tahun 1983 dengan kurator museum di Jembatan Dadu. Penelusuran lain, gua Mao di Yan'an, 'lebih dari dua lusin' vila pribadi rahasia Mao di seluruh negeri, arsip-arsip Rusia Albania, Bulgaria, London dan Washington DC. Mereka bahkan mencoba - dan gagal - untuk mendapatkan akses terkait peringatan perang China di Pyongyang.Â
Jung Chang dan Jon Halliday berkeliling dunia untuk mengumpulkan berbagai macam arsip, dokumen, literatur, buku, dan catatan-catatan lain. Kedua penulis ini, melakukan rekonstruksi sejarah pada hampir setiap episode dalam kehidupan Mao yang penuh gejolak. Untuk melengkapi data yang ada, Jung Chang dan Jon Halliday, melakukan sejumlah wawancara dengan narasumber yang dianggap relevan dengan kisah Mao.Â
Tercantum dalam daftar tokoh-tokoh yang diwawancarai, halaman 829, mereka adalah sumber nasionalis, keluarga dan kerabat Mao, teman-teman sejawat dan dekat, staf terdekat, staf medis, pacar-pacar Mao, staf jajaran pemimpin, penerjemah, sekretaris, pengawal pribadi, eselon top, dan saksi-saksi kunci dalam peristiwa-peristiwa yang berkait dengan Mao, saksi-saksi mata peristiwa-peristiwa penting, sejarawan dan penulis dengan akses khusus.Â
Buku ini mengutip beberapa nama, terdiri dari 363 responden di 38 negara, termasuk dua mantan presiden Amerika Serikat, Lee Kuan Yew, Mobutu Sese Seko, Yang Shangkun, dan pemimpin Pengawal Merah Kuai Dafu. Chang dan Halliday juga mengutip lusinan wawancara dengan sumber anonim, termasuk seorang pekerja laundry yang menggambarkan bahan katun halus yang digunakan untuk pakaian Mao di Yan'an, dan sekitar seribu sumber tertulis non-arsip, termasuk dipublikasikan dan tidak dipublikasikan karya dalam bahasa Cina, Inggris, Rusia, Perancis dan Italia. Bahkan, para narasumber tidak hanya berasal dari negeri China.