Di luar pro dan kontra, program kantong plastik berbayar telah digagas pemerintah sejak November 2015. Kompas edisi cetak 19 November 2015, “Kami akan mulai dari ritel, pusat pembelanjaan modern,” kata Ujang Solihin Sidik, Kepala Subdirektorat Barang dan Kemasan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, Kementerian Lingkungan Hidup. Ia bersama Perkumpulan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan Kementerian Perdagangan membahas pembatasan kantong plastik. Nantinya regulasi itu dirilis pada level peraturan presiden.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat edaran di bawah Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya bernomor: SE-06/PSLB3-PS/2015. Surat tersebut ditujukan kepada kepala daerah dan pelaku usaha; tentang penerapan plastik berbayar di seluruh gerai pasar modern di Indonesia. Tidak kurang, Presiden Jokowi memberi perhatian khusus dengan memerintahkan agar ada regulasi yang dapat mendorong Pemerintahan Daerah secara konkret menyelesaikan persoalan sampah beserta percepatannya pada tahun 2016 dan 2017 ini. Bahkan, tahun 2011, Kementerian Lingkungan Hidup-kini KLHK- telah mewacanakan penerapan cukai pada kantong plastik. Plastik diberlakukan seperti rokok dan minuman beralkohol yang membahayakan bagi kesehatan. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas UU No 11/1995 tentang Cukai, cukai bisa diterapkan terhadap barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik tertentu, di antaranya konsumsinya perlu dikendalikan dan menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup. Plastik satu di antaranya.
Persoalan sampah plastik diakui menimbulkan pencemaran serius. Kantong plastik mulai dapat terurai paling tidak selama lebih dari 20 tahun di dalam tanah. Jika kantong plastik itu berada di air, akan lebih sulit lagi terurai. Hasil riset Jenna R Jambeck dan kawan-kawan yang dipublikasikan di situs sciencemag tanggal 12 Februari 2015 yang diunduh dari laman iswa tanggal 20 Januari 2016 mengungkapkan Indonesia berada di posisi kedua penyumbang sampah plastik ke laut setelah Tiongkok, disusul Filipina, Vietnam, dan Sri Lanka. Konsumsi kantong plastik mencapai angka 9,6 juta lembar kantong plastik per hari dari ritel modern saja, pengandaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kantong plastik sebanyak itu dapat menutup lahan seluas 65,7 hektar per bulan atau 21.024 hektar per tahun.
Hari ini, Kementerian Lingkungan Hidup memperingati Hari Peduli Sampah Nasional di Car Free Day (CFD), Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Minggu (21/2). Bertajuk 'Revolusi Mental, Indonesia Bebas Sampah,' Menteri KLH Siti Nurbaya asal Nasdem ini, pemerintah mendorong untuk mengurangi penggunaan kantong plastik. Akan dikenakan biaya bagi pengguna kantong plastik ketika dia berbelanja. "Tidak boleh gratis lagi," tegasnya. Harga disepakati minimal Rp 200, setelah uji coba berakhir 5 Juni 2016, bisa dievaluasi.
Siti Nurbaya menjelaskan kebijakan tersebut masih berupa uji coba untuk melihat respons dari masyarakat. Uji coba ini tidak hanya dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta, tetapi oleh 21 kota lainnya di seluruh Indonesia. Sebelumnya, dukungan program tersebut bermunculan, mulai dari peritel yang diwakili Asosiasi Pengusaha Ritel Seluruh Indonesia (Aprindo), Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), wali kota, hingga Kementerian Perdagangan. Saat mengikuti beberapa pertemuan yang dilakukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya, para wali kota tampak antusias dengan program ini.
Namun, jika tujuannya adalah hendak mengurangi timbunan sampah dan menyepakati bahwa penggunaan kantong plastik perlu dibatasi atau ditiadakan. Patut dicermati, upaya tersebut harus dilaksanakan dengan sosialisasi dari hulu ke hilir, baik di kalangan peritel maupun masyarakat agar tidak terjadi kericuhan. Mengingat perilaku masyarakat Indonesia sudah sangat terbiasa dengan kantong plastik untuk berbelanja sehari-hari.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menolak adanya sistem plastik berbayar. Alasannya, bagi warga yang mampu, masih akan membeli katnong plastik saat berbelanja. "Saya tidak setuju, karena bagi warga yang mampu bayar, ya akan tetap pakai tas plastik karena praktis. Itu tidak akan mengurangi jumlah sampah plastik. Lebih baik, pengusaha retail atau toko menyediakan tas kantong belanja dari kain atau anyaman bambu, sehingga pembeli akan membelinya sebagai pengganti kantong plastik," katanya.
Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat, yang menghadiri Deklarasi Indonesia Bebas Sampah 2020 di area Car Free Day, Bundaran HI, mengusulkan dilakukan penutupan pabrik yang memproduksi kantong plastik berbahan kimia tinggi. Usul ini disampaikan menyusul kesulitan yang dialami pihak pengelola sampah untuk mengurai kantong plastik tersebut.
Jika usulan Djarot ini dikabulkan, kerumunan pengangguran pun akan menumpuk yang berasal dari eks karyawan pabrik yang memproduksi kantong plastik. Atau, alangkah bijak pemerintah juga menganjurkan kepada masyarakat untuk membawa tas belanja sendiri dan mengurangi penggunaan kantong plastik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H