[caption caption="Beredar Surat Telegram Bernomor STR/.../II/2016/ROOPSS tanpa tanggal, yang ditandatangani Kepala Biro Operasional Polda Jawa Timur Kombes M Arief Pranoto (sumber: pojokpitu.com)"][/caption]Surat itu bertuliskan Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur, berlabel Surat Telegram dengan tembusan Asops Kapolri dan Kapolda Jatim. Surat telegram itu memiliki derajat Kilat dan berklasifikasi Rahasia, bernomor registrasi STR/II/2016/ROOPS tanpa tanggal bulan Februari 2016.
Isinya, berita SMS Kapolri kepada para Kapolda tanggal 13 Februari 2016 tentang rencana giat kelompok teroris. Dalam surat telegram tersebut disebutkan bahwa rencana kelompok teroris melakukan aksinya dengan memberi atau mengirim makanan yang sudah dicampur dengan sianida (terinspirasi dari kasus Jessica) dengan sasaran anggota Polri yang melaksanakan tugas di lapangan dan Mako Polri. Surat telegram itu bersifat perintah dan ditandatangani Karoops Polda Jawa Timur, Kombes Pol Arief Pranoto, belum mendapatkan cap stempel resmi dari pihak Polda Jawa Timur.
Demikian simpul surat telegram rahasia Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur yang beredar di masyarakat luas. Sebelumnya, Kapolri mengaku tidak pernah memberikan edaran TR (Telegram rahasia) kepada Mapolda Lampung terkait maraknya isu racun sianida yang terjadi baru-baru ini. Dalam keteranganya Kapolri menghimbau seluruh jajaran untuk berhati-hati.
Fenomena beredarnya informasi atau laporan intelijen semacam itu, bukankah menjadi kewaspadaan internal polisi ? Pasti ada perbedaan antara intelijen kepolisian maupun institusi intelijen lainnya. Namun, pada dasarnya ada hal-hal yang sangat prinsip dalam laporan intelijen, yaitu fakta-fakta, analisa, dan perkiraan serta saran tindak yang sesungguhnya bukan komsumsi publik?
Hal ini mengingatkan pemberitaan tentang beredarnya Surat Keputusan Kepala Badan Intelijen Negara Tentang Pengangkatan Dewan Informasi Strategis dan Kebijakan Badan Intelijen Negara yang bersifat rahasia, belum lama ini.
Jika dicermati, berita SMS Kapolri kepada para Kapolda tanggal 13 Februari 2016 tentang rencana giat kelompok teroris. Sekadar analisa bisa saja tidak tepat, surat telegram rahasia yang berdasarkan berita SMS Kapolri itu, satu hari sebelum perayaan Hari Valentine atau satu hari sebelum Presiden Joko Widodo bertolak dari Bandar Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Ahad (14/2) pagi, untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean-Amerika Serikat (Asean-AS Summit) di Sunnylands, California, AS, pada 15-16 Februari 2016.
Sebelumnya, sempat beredar informasi kewaspadaan serangan teror pada bulan Februari 2016 dengan momen perayaan Hari Valentine dan Tahun Baru Imlek. Tentunya, informasi ini bukan untuk memanaskan situasi melainkan perlu verifikasi lebih lanjut tanpa menurunkan tingkat kewaspadaan aparat keamanan dan peran masyarakat dalam sistem keamanan lingkungan.
Pertanyaan lanjut, bukan pada rencana kelompok teroris melakukan aksinya dengan memberi atau mengirim makanan yang sudah dicampur dengan sianida (terinspirasi dari kasus Jessica). Melainkan, Surat telegram itu bersifat perintah dan ditandatangani Karoops Polda Jawa Timur, Kombes Pol Arief Pranoto, belum mendapatkan cap stempel resmi dari pihak Polda Jawa Timur mengapa justru beredar meluas dan menjadi komsumsi publik? Jika ditilik, informasi dalam surat tersebut berpotensi ada ancaman kelompok teroris. Bukankah malah menginspirasi orang-orang yang ingin merealisasikan ide meracuni polisi? Atau justru sebaliknya melahirkan keresahan dan menciptakan ketakutan?
Beredarnya surat telegram berklasifikasi rahasia ini, tentunya telah diperhitungkan Kepala Polda Jawa Timur Irjen Anton Setiadji, "Benar, kami keluarkan TR tersebut untuk antisipasi adanya serangan teror yang bisa saja menggunakan modus baru, misalnya bahan kimia sianida," ujar Anton ketika dikonfirmasi, Senin (15/2). Meski, menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Tito Karnavian modus ancaman dengan racun itu bukan hal yang baru.
Artinya, harapan besar adalah bahwa aparat keamanan meningkatkan giat operasi dalam mencegah aksi terorisme. Apalagi kita menghadapi masalah yang sama di hari ini, mengusut tuntas jaringan teroris dan melengkapi diri untuk menghadapi ancaman seragam di masa depan. Mengingat, Tandzim Al-Qaeda Indonesia untuk wilayah Poso yang kemudian berubah menjadi Mujahidin Indonesia Timur batalyon Abu Wardah gugus tugas Poso yang berbaiat kepada ISIS belum tertangkap, menyebarnya pesan 'jihad Aman Abdulrahman' di lapas Nusakambangan dan pesan Abu Bakar Ba'asyir yang sulit dibendung.
artikel terkait: Jokowi Bahas Terorisme di California, Tumpas Kelompok Santoso Target Dua Bulan ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H