Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kota Wali Cirebon, Antara Simbol Udang dan Meme 'Kota Tilang'

4 Februari 2016   07:22 Diperbarui: 5 Februari 2016   14:14 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Meme Cirebon Kota Tilang Trending Sosmed (foto: Solopos)"][/caption]Enam buah udang besar berwarna emas merayap di menara gedung depan Balaikota Cirebon ini, adalah lambang Pemerintahan Kota Cirebon. Bahkan, masa awal perkembangan Islam, era kepemimpinan Pangeran Cakrabuana, di bagian timur laut kompleks Keraton Kasepuhan, kini tempat tersebut dikenal dengan nama 'Dalem Agung Pakungwati' dulu berdiri Keraton Pakungwati. Pakungwati berasal dari kata Pakung yang dalam bahasa Cirebon berarti udang. Menurut data Disbudpar Kota Cirebon, sekisar 4.900 meter pesegi, memiliki “kuta kosod” (tembok keliling)  sendiri. Namun, Keraton Pakungwati telah menjadi puing. 

Adakah kisah itu, pertanda nubuat hilangnya udang-udang di perairan Cirebon?

"Dulu, udang dengan mudah ditemukan, tinggal ambil saja. Namun, sejak tahun 1980-an. Udang lambat laun hilang dari perairan Cirebon," ungkap pegiat dokumenter sejarah Cirebon, Mustaqim Asteja. Menurutnya, pencemaran limbah pabrik dan limbah rumah tangga yang mengalir di perairan Cirebon semakin meningkat. 

Penuturan Mustaqim bisa jadi benar, pesisir Cirebon umumnya landai dan memiliki tingkat kekeruhan tinggi akibat suplai sedimen dan limbah dari sungai yang bermuara ke laut. Daerah Tangkil dan Gunung jati adalah daerah pemukiman nelayan yang banyak terdapat limbah organik dan anorganik dari buangan penduduk sekitar. Kecenderungan menurunnya oksigen terlarut diperairan ini sangat dipengaruhi oleh meningkatnya bahan - bahan organik yang masuk ke perairan disamping faktor - faktor lainnya diantaranya kenaikan suhu, salinitas, respirasi, adanya lapisan di atas permukaan air, senyawa yang mudah teroksidasi dan tekanan atmosfir. Demikian laporan jurnal ilmiah bertajuk "Status Baku Mutu Air Laut Untuk Kehidupan Biota dan Indeks Pencemaran Perairan di Pesisir Cirebon Pada Musim Kemarau."

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon, selama empat tahun terakhir produksi ataupun budidaya udang di Cirebon terus menurun. Data menunjukkan, produksi udang tambak, yaitu udang windu dan udang api, tahun 2002 mencapai 2.022 ton, sedangkan tahun 2006 hanya sebanyak 1.448 ton. Sementara, produksi udang tangkap di perairan laut dan darat juga ikut menyusut. Hasil tangkap udang laut tahun 2002 mencapai 1.320 ton, sementara tahun 2006 turun menjadi 1.093 ton, bahkan sempat mecapai 875 ton pada tahun 2004. Demikian pula dengan produksi udang air tawar (sungai) dari 5,2 ton pada tahun 2002 menjadi 3,4 ton selama tahun 2006. Produksi udang di perairan laut sangat bergantung pada cuaca dan gelombang pasang. Adapun produksi udang tambak ditentukan oleh kualitas air.

Bahkan, Pangeran Raja Adipati Arief Natadiningrat selaku Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan menyarankan agar Pemerintahan Kota Cirebon mencopot patung udang yang terpasang di atas Kantor Wali Kota Cirebon jika tidak melakukan pembenanhan dan menjadikan Cirebon sebagai produsen udang agar tetap pantas menyandang julukan kota udang. “Jangan sampai disebut otak udang kalau hanya punya patung udang sementara tidak memiliki sentra produksi udang,” ujarnya.

Hingga kini, udang itu masih merayap di menara gedung depan Balaikota Cirebon. 

Namun, beberapa hari ini, para warga dunia maya, menjuluki Cirebon dengan 'Kota Tilang'. Sebutan ini muncul, sejak beredarnya meme bergambar gerbang selamat datang Kota Cirebon di media sosial. 

Sejak saat itu, para warga dunia maya 'mengeroyok' kinerja kepolisian di Kota Cirebon dengan mengunggah meme Cirebon sebagai Kota Tilang. Jika diamati, meme yang beredar, polisi dinilai memiliki banyak cara menilang pengendara motor atau mobil dengan alasan yang kadang tak masuk akal. Hal ini ditanggapi, Satuan Lalu Lintas Polres Cirebon Kabupaten (Satlantas Polres Cikab) mempersilakan masyarakat untuk melapor, jika menemukan ada personel polantas yang 'nakal'. Kasat Lantas Polres Cikab AKP Galih Bayu Raditya SIK mengungkapkan pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan jajarannya (anggota-red) untuk melakukan tilang secara prosedur. "Masyarakat silakan lapor langsung ke Provost Polres Cikab, "katanya kepada Radar Cirebon edisi cetak 3 Februari 2016.

Kapolres Cirebon Kota AKBP Eko Sulistyo Basuki, kondisi itu terjadi akibat tingkat pelanggaran lalu lintas yang sangat tinggi di wilayah hukum Polres Cirebon. "“Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar, produksi tilang yang ada di Polres Kota Cirebon termasuk ranking satu di Jawa Barat. Berarti tingkat pelanggaran lalu lintas cukup tinggi di sini,” ujar Eko saat menjawab pertanyaan awak media terkait maraknya kritik “Cirebon Kota Tilang”, Rabu Siang (3/2). Menurutnya, produksi tilang di Polres Kota Cirebon adalah yang tertinggi di Jawa Barat.

Meme “Cirebon Kota Tilang” ini pun menjadi perhatian para investor Tiongkok. "Saya langsung di telepon oleh para pengusaha dan menanyakan kebenaran Cirebon Kota Tilang yang telah menyebar luas di media sosial dan pemberitaan media online," ujar Baron Prakoso saat menggelar jumpa pers di kantornya (3/2). Ia mengatakan perusahaan yang hendak berinvestasi di wilayah Kota dan Kabupaten Cirebon itu bergerak pada bidang industri, properti dan pelabuhan. "Cirebon saat ini menjadi incaran para investor besar utamanya dari Tiongkok, "ujarnya kepada Radar Cirebon edisi cetak 3 Februari 2016.

Tentunya, tanpa meme 'Kota Tilang' dan simbol udang, Kota Wali Cirebon tetap menjadi puser bumi. "Puser bumi merupakan kata yang diadopsi dari Tiongkok, yang artinya pusat dunia (pusat peradaban dan kebudayaan dunia)," tulis M. Nurdin, di dalam buku Menusa Cirebon, halaman 28.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun