Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Artikel Utama

Jessica Kumala Wongso Tertangkap, Adakah Pelaku Lain Belum Terungkap?

30 Januari 2016   18:44 Diperbarui: 2 Januari 2022   20:10 5024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Turun dari mobil sambil menundukkan kepala, Jessica Kumala Wongso langsung dibawa ke ruang Ditreskrimum Polda Metro Jaya. Ia tampak didampingi seseorang kemudian langsung dibawa ke Gedung Direktorat Kriminal Umum. Saat penangkapan, Jessica  tidak didampingi pengacara utama, Yudi Wibowo Sukinto maupun Andi Joesoef.  "Jessica baru saja ditangkap di Hotel Neo Mangga Dua Square pada pukul 07.45 WIB," ujar Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti. Penangkapan dilakukan oleh penyidik Jatanras yang dipimpin oleh Kanit 4 Subdit Jatanras Kompol Tahan Marpaung. 

Pantauan Kompas.com, pengacara Jessica yang lain, yaitu Yudi Wibowo Sukinto, belum tampak hadir hingga pukul 16.03 WIB. Jessica sendiri telah hadir di Polda Metro Jaya sejak pukul 09.00 WIB. Tim Polda Metro Jaya menunggu tim pengacara yang akan mendampingi Jessica sebelum mulai membuat berita acara pemeriksaan (BAP).

Jessica Kumala Wongso ditetapkan sebagai tersangka pada Jumat 29 Januari pukul 23.00 WIB. Ia kemudian diamankan oleh Subdit Jatanras Polda Metro Jaya di Hotel Neo kamar 822 pada pukul 07.45 WIB. Penangkapan dipimpin oleh Kasubdit Jatanras Ditreskrimum AKBP Herry Heryawan.

Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian membenarkan status Jessica Kumala Wongso sebagai tersangka. Cukup menarik pernyataan Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian, "Sekarang ini, istilahnya terjadi semacam pertempuran kompetisi intelektual antara penyidik dengan pihak yang diduga." 

Dalam diskusi Polemik bertajuk 'Mencari Sang Pembunuh' di Waroeng Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (30/1), psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel menilai pelaku pembunuhan Mirna bukanlah Jessica. Pasalnya ada berbagai kejanggalan jika dilihat dari ilmu yang dipelajarinya. Berikut point-pointnya:

  1. Tidak yakin pelaku adalah Jessica Kumala Wongso
  2. Tidak yakin pembunuhan yang mengincar korban sesungguhnya, kuat dugaan ini salah sasaran
  3. Ada seorang intellectual leader dalam kasus Mirna ini
  4. Senjata pembunuhan adalah racun, pelaku ingin mengambil jarak dari TKP pembunuhan

Senada dengan dosen dan psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel dari Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dalam tulisan ini, telah disebutkan penelusuran atas buku tentang keracunan pada kasus-kasus kriminal. Terbagi tiga tempat kejadian perkara, yakni perencanaan, eksekusi, dan saat korban tewas. "Kita lupa alat kejahatan racun. Kalau badik atau tangan kosong, harus berhadap-hadapan secara frontal. Tapi ini racun, logikanya karena pelaku ingin mengambil jarak. Itu sebabnya dia menggunakan racun. Hanya racun yang memungkinkan mengambil jarak sejauh-jauhnya. Ada eksekutor di situ, tapi saya yakin ada yang membuat master plan-nya. Matang dalam perencanaan tapi kacau balau saat pelaksanaan," ungkap psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel. Untuk itu, ia menduga bahwa pelaku sebenarnya dalam kasus ini justru berada di luar lokasi pembunuhan. 

Lebih lanjut, pembunuhan menggunakan sianida merupakan metode kejahatan yang jarang terjadi. Motif pelaku yang menggunakan racun mematikan ini biasanya bukan bersifat pribadi. Pembunuhan dengan sianida biasanya bersifat dingin, tak ada emosional di dalam aksinya. "Pembunuhan dengan sianida bukan karena amarah atau sakit hati tapi lebih pada isu-isu yang lebih tinggi, entah itu karena persaingan bisnis, apa itu untuk menutupi skandal, untuk menghabisi lawan politik, tapi tidak berkaitan dengan hati dan perasaan," jelas psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel.

Sementara, peneliti hukum dan pakar viktimologi Universitas Indonesia, Heru Susetyo, menilai dengan ditangkapnya Jessica tidak akan terungkap pelaku sesunguhnya seperti kasus Munir. Menurut Heru, kasus ini seperti drama dimana masyarakat digiring pelan-pelan sejak enam Januari hingga saat ini. "Seperti kasus Munir, sudah ada yang ditangkap, diadili bahkan sampai kemudian dibebaskan. Tapi orang tetap tidak tahu siapa pelakunya," tukas Heru dalam kesempatan yang sama. 

Pakar Hypnoterapi Dewi P Faeni, selama tampil di media elektronik, Jessica menunjukkan tanda-tanda orang yang tidak mengatakan hal sesungguhnya. Dalam diskusi Polemik bertajuk 'Mencari Sang Pembunuh' di Waroeng Daun, Jl Cikini Raya, Jakpus, Sabtu (30/1), Dewi mengungkapkan, "Eye movementnya sangat cepat, ini suatu refleksi dari nervous. Terus sering melihat ke atas, itu berarti orang sedang berusaha membangun fakta, bisa jadi dia tidak mengatakan sesungguhnya. Saya hanya lihat dia dari facial ekspresi. Walau di akhir-akhir sudah mulai tenang, sudah seperti dilatih." Menurut Dewi P Faeni, ada dua kemungkinan mengapa Jessica menunjukkan ekspresi seperti itu. Pertama adalah karena memang belum terbiasa sehingga itu perilaku bawah sadarnya. "Orang kalau dituduh suatu penjahat nggak ada yang mau siapapun, ini perilaku di bawah sadar. Atau memang ada perilaku sadar yang memang muncul, Sigmund Freud mengatakan tidak ada orang yang benar-benar bisa berbohong. Ada tandanya, apakah tangannya bergoyang," ungkapnya.

Senada, dengan Dewi P Faeni, pakar lie detector, Handoko Gani, MBA, BAII mengungkapkan, ada ketidakselarasan antara apa yang dikatakan dengan wajah, gestur, suara, kata-kata, dan gaya bicara.   Meski demikian, pria yang menjadi orang Indonesia pertama yang menyelesaikan program Post Graduate BAII (Behavior Analysis and Investigative Interview) di EIA (Emotional Inteligence Academy) Inggris ini menuturkan, semua hipotesisnya ini bukan final karena dia tidak memiliki data lengkap seperti milik kepolisian. Dia juga tidak mewawancarai langsung dan tidak melihat rekaman CCTV lengkap. "Hipotesis ini tidak bisa dijadikan kesimpulan karena keterbatasan data, fakta dan informasi," pungkasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun