Pertunjukan politik adalah karya seni olah pikir berbagai strategi yang melibatkan aktor atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, untuk menghibur penonton, hingga menjadi senang ataupun kecewa. Namanya saja pertunjukan. Dalam tulisan saya terdahulu , dengan jelas penonton dapat memastikan lakon Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar 2016. Bagi penonton yang senang, terbetik harapan bahwa Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar dapat membawa keutuhan partai beringin setelah lebih dari satu tahun layu dan hampir tumbang, sebab konflik kepengurusan antara kubu hasil Munas Bali yang dikomandoi Aburizal Bakrie dan hasil Munas Jakarta yang diketuai Agung Laksono. Dan, penontong yang kecewa, maka "Pertarungan belum berakhir, bahkan baru dimulai menuju Golkar dengan DPP baru yang lebih demokratis, maju dan mandiri, melalui penyelenggaraan Munas yang dipimpin Tim Transisi" kata kubu Agung, Agun Gunandjar Sudarsa.
Jika penonton mengikuti dengan seksama pidato Aburizal Bakrie saat pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas), tertangkap aksi manuver Aburizal Bakrie. Pertama, Ical, sapaan akrabnya, sebagai komandan kubu Munas Bali memasang 'bendera putih' untuk menyelamatkan partai beringin dari kabut asap internalnya. Dalam kamus besar, bendera berwarna putih, biasanya dikibarkan sebagai tanda menyerah (minta damai). Menurut wikipedia, bendera putih dikenal sebagai suatu cara untuk menunjukan perdamaian atau tidak keikut sertaan seseorang pada suatu peperangan.
Sehingga menurut peraturan perang orang-orang yang mengibarkan bendera putih dilarang untuk dibunuh. Fakta, Aburizal Bakrie tidak bersedia mencalonkan diri lagi sebagai ketua umum apabila Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) memutuskan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Bagi, pengibar bendera putih dalam peraturan perang dilarang untuk dibunuh. Maka, Partai Golkar versi Munas Bali sudah memastikan diri mendukung pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Fakta, keberadaan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly di pembukaan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Sikap tersebut ternyata jauh hari sudah diantisipasi agar penonton menjadi lega bahwa pemerintah bekerja dan tidak sekadar menimbulkan angin puting beliung.
Tentunya, ongkos politik pengibaran bendera putih oleh Aburizal Bakrie sudah terhitung kadarnya. Wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk menyatukan kubu hasil Munas Bali yang dikomandoi Aburizal Bakrie dan hasil Munas Jakarta yang diketuai Agung Laksono akan ada penolakan. Fakta, terdapat 21 ketua DPD (Provinsi) partai beringin yang menolak gagasan tersebut. Penonton tidak perlu heran, atas penolakan tersebut, notabene wacana Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) sudah disampaikan Ical, memiliki peran strategis. Masuk akal, jika sebagian masyarakat pasti menduga ada apa dibalik para ketua DPD I Golkar menolak gagasan ketua umumnya.
Sebab, dengan penolakan tersebut, nalar yang dibangun adalah jika Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) ditolah forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Artinya, sudut pandang internal partai beringin ini, kepengurusan kubu hasil Munas Bali yang dikomandoi Aburizal Bakrie sudah sah. Analisa lainnya, seumpama dilakukan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), kubu hasil Munas Bali yang dikomandoi Aburizal Bakrie percaya diri dan solid. Inilah manuver pengibaran bendera putih hanya mengukuhkan legitimasi publik dan eksistensi kepengurusan kubu hasil Munas Bali yang dikomandoi Aburizal Bakrie. Di sisi lain, akan memperkuat posisi Ical sebab Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) menjadi kebijakan dan keputusannya.
Jika nalar ini tetap berlangsung, Aburizal Bakrie tidak bersedia mencalonkan diri lagi sebagai ketua umum partai berlambang beringin ini, bukan berarti ia lepas tangan. Mengingat, ia sebagai tokoh sentral dan dominan dalam tubuh partai beringin, ia dapat berada di posisi mana saja, dan nyaris mutlak Ical sebagai penentu dalam Partai Golkar. Fakta, Aburizal tidak akan menolak jika ditunjuk oleh pengurus hasil munaslub untuk menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Golkar. Aburizal tidak menutup kemungkinan adanya rencana untuk memperluas kewenangan posisi Ketua Dewan Pertimbangan. Menurut dia, perluasan kewenangan ini bisa dibicarakan dan diputuskan dalam munaslub sebagai bagian dari revisi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. "Pasti ada (revisi AD/ART), tapi saya enggak tahu yang mana yang mau dilakukan. Ya, nanti kita bicarakan saja," ucap Aburizal.
Akhirnya, dinamika paska Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar 2016 hanya karya seni olah pikir berbagai strategi yang melibatkan aktor atau kelompok di tempat dan waktu tertentu, untuk menghibur penonton, hingga menjadi senang ataupun kecewa.
Berapa ongkosnya?
Â
artikel terkait: Golkar Kiamat Akbar;Â JK Akbar dalam Pusaran Beringin
Â
sumber foto disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H