Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Dosa Jurnalis Meliput Aksi Teror 14/1

16 Januari 2016   21:47 Diperbarui: 16 Januari 2016   22:00 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  

Dalam tulisan Apa Kabar Jonru? saya mengutip buku Panduan Jurnalis Meliput Terorisme yang disusun Tim AJI Jakarta, terdapat Sembilan Dosa Jurnalis Dalam Liputan Terorisme, 1) Mengandalkan Satu Narasumber Resmi; 2) Lalai Melakukan Verifikasi; 3) Malas Menggali Informasi di Lapangan; 4) Lalai Memahami Konteks; 5) Terlalu Mendramatisasi Peristiwa; 6) Tidak Berempati pada Narasumber; 7) Menonjolkan Kekerasan; 8) Tidak Memperhatikan Keselamatan dan Keamanan Diri; 9) Menyiarkan Berita Bohong. 

Sebuah berita mendadak --breaking news-- menyela siara rutin di sebuah televisi nasional. Pada jam awal tanggal 14 Januari 2016 itu, di Jalan Thamrin, Jakarta diserbu kelompok teroris. Terjadi baku tembak yang seru. Atas nama --breaking news-- beberapa stasiun televisi nasional gagal melakukan verifikasi dan mendapatkan sanksi teguran tertulis Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Program Jurnalistik “Breaking News” yang disiarkan oleh stasiun INEWS TV pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 11.15 WIB menampilkan informasi yang tidak akurat “Ledakan Juga Terjadi di Palmerah”. Program Jurnalistik “Breaking News” yang disiarkan oleh stasiun TVONE pada tanggal 14 Januari 2016 menampilkan informasi yang tidak akurat “Ledakan Terjadi di Slipi, Kuningan, dan Cikini”. Program Jurnalistik “Breaking News” yang disiarkan oleh stasiun Metro TV pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 11.20 WIB menampilkan informasi yang tidak akurat “Ledakan di Palmerah”. Walaupun disertai dengan keterangan dari Kabid Humas Mabes Polri bahwa masih dilakukan verifikasi kebenarannya, namun kalimat yang ditampilkan di layar tidak mencantumkan keterangan sesuai yang telah disampaikan. Program Jurnalistik “Indonesia Terkini” yang disiarkan oleh stasiun TVRI pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 13.27 WIB menampilkan informasi running text yang tidak akurat “Ancaman bom dilakukan di Palmerah, Jakarta dan Alam Sutera, Tangerang Selatan”. Bahkan, radio Elshinta tanggal 14 Januari 2016. Setelah tragedi ledakan yang terjadi di kawasan Sarinah, radio Elshinta beberapa kali menyampaikan berita bahwa terjadi ledakan di beberapa lokasi selain yang terjadi di kawasan Sarinah, Thamrin. 

Persoalan verifikasi juga dilakukan Warta Kota Online dalam berita Satpam Sarinah Ini Rela Mengorbankan Diri, Seret Teroris Bom Bunuh Diri ke Kantor Polisi judul ini dibuat dengan mengambil kisah dari media sosial yang diedarkan akun facebook Nanik Sudaryati berjudul SATPAM SARINAH ITU MUSTI DINOBATKAN SEBAGAI PAHLAWAN yang hingga tulisan ini dibuat sudah ada tanda jempol 67.866 orang, 95 komentar, dan 46.182 kali dibagikan. Meski kemudian, Warta Kota Online memberikan UPDATING Berita Satpam Sarinah Ada di Halaman Terakhir setelah Direktur Utama Sarinah (Persero) Ira Puspadewi mengklarifikasi kesimpangsiuran informasi terkait kronologi kejadian, "Tidak Ada Satpam Sarinah yang Jadi Korban Bom."

Selain gagal melakukan verifikasi, dosa jurnalis adalah terlalu mendramatisasi peristiwa. Seperti dalam laman Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), program jurnalistik “Patroli” yang disiarkan oleh stasiun Indosiar pada tanggal 14 Januari 2016 pukul 11.05 WIB. Program tersebut menampilkan potongan gambar yang memperlihatkan visualisasi mayat yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah yang merupakan lokasi peristiwa ledakan. Gambar tersebut ditayangkan tanpa disamarkan (blur) sehingga terlihat secara jelas. Hal serupa juga dilakukan stasiun TVONE dan stasiun INEWS TV.

Itulah dosa jurnalis dalam meliput aksi kelompok bersenjata, oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dianggap dapat menimbulkan keresahan masyarakat serta mempengaruhi masyarakat untuk percaya akan informasi tersebut. Jenis pelanggaran ini dikategorikan sebagai pelanggaran atas norma kesopanan, prinsip-prinsip jurnalistik yakni tidak memperhatikan keakuratan berita, dan larangan menampilkan gambar korban atau mayat secara detail dalam program siaran jurnalistik.

Tentunya, dalam meliput terorisme, selain melakukan verifikasi, selalu rajin menggali informasi di lapangan dengan mencari narasumber sebanyak-banyaknya, dan mendalami fakta-fakta yang masuk akal dari keterangan kepolisian atau keterangan versi konspirasi. Selama versi-versi tersebut masih diterima nalar sehat. 

Mendulang jempol, komentar, dan klik tentunya merugikan publik dan berdampak buruk bagi kejiwaan warga masyarakat.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun