Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Wanita, Aktivis Anti Perdagangan Manusia Asal Indonesia di Lingkungan Obama

11 Januari 2016   10:46 Diperbarui: 11 Januari 2016   11:26 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Shandra Waworuntu dan Ima Matul, sumber foto: facebook Ima Matul"][/caption]

 

Luput dari sorotan sebagian media nasional, sebagaimana dilaporkan bagian penerangan Gedung Putih, Presiden Obama membentuk sebuah gugus tugas untuk memonitor dan memberantas perdagangan manusia. Dua dari 11 anggota gugus tugas itu berasal dari Indonesia, Ima Matul Maisaroh dan Shandra Woworuntu. 

Seperti dimuat dalam VOA Indonesia, The President’s Interagency Task Force to Monitor and Combat Trafficking in Persons (PITF) memiliki anggota dari beragam latar belakang, mulai dari sektor pemerintah dan swasta, hingga aktivis, tokoh masyarakat dan keagamaan, penegak hukum, akademisi hingga mantan korban. 

Dalam lama facebook Shandra mengungkapkan pengharapannya bahwa pekerjaan ini berlangsung hingga akhir. "“Kami bertugas memberi nasehat dan ide terbaik bagi pemerintah Amerika untuk menanggulangi perdagangan manusia, khususnya di Amerika dan seluruh dunia. Kami sedang membuat rencana kerja dua tahun ke depan, yang semoga bisa produktif. Saya tahu ini bukan tugas yang mudah,” papar Shandra saat diwawancarai VOA. 

Shandra Waworuntu merupakan salah satu korban perdagangan manusia di New York saat ia mengadu nasib ke Amerika Serikat. Ketika itu, tahun 2001, Shandra diberhentikan dari pekerjaannya sebagai analisis keuangan sebuah bank, akibat krisis moneter di Indonesia tahun 1998. Ia pun mengeluarkan biaya hingga 30 juta kepada sebuah agensi untuk seluruh biaya administratif dan tiket perjalanan, di luar visa yang harus diurus sendiri di Kedutaan Amerika Serikat, Jakarta. Dalam wawancaranya dengan VOA, Shandra mengungkapkan sebagaimana lowongan pekerjaan yang dilamarnya, bekerja sebagai analisis keuangan sebuah hotel di Chicago. Ia dijemput seseorang di bandara John F. Kennedy di New York. Namun, pekerjaan yang diharapkan Shandra justru hilang. Ia dibawa ke sebuah hotel, disekap, dan dipaksa melakukan pekerjaan yang tidak patut. Shandra bertemu dengan beberapa wanita lain dan dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Manhattan, Chinatown, Queens, Brooklyn, Bay Side, New London dan Foxwoods adalah beberapa tempat di New York yang diingatnya. sebagai lokasi operasi sindikat perdagangan manusia. 

Kisah Shandra ini dicatat rinci semua pelaku dan lokasi dalam sebuah buku harian yang berhasil dibawanya ketika ia melarikan diri akhir tahun 2001 dengan melompat dari jendela sebuah kamar mandi hotel di New York. Rincian tempat dan nama pelaku yang dicatat Shandra menjadi barang bukti untuk membantu aparat hukum di Amerika Serikat, membongkar jaringan dan menangkap seluruh pelaku. Kini, Shandra menjadi aktivis pemberantasan perdagangan manusia dan mendirikan LSM Mentari yang memberdayakan para penyintas perdagangan manusia, yang sekaligus aktif mensosialisasikan ke berbagai negara – termasuk Indonesia – tentang resiko perdagangan manusia yang mungkin terjadi pada siapa saja.

Ima Matul Maisaroh, sejak tahun 2002 telah bekerja di Amerika Serikat sebagai pembantu rumah tangga, dan kerap mengalami kekerasan di dalam rumah tangganya. Suami yang berusia 12 tahun lebih tua dari Ima, seringkali melakukan penganiayaan. Terbujuk penghasilan 150 dolar per bulan, Ima pun terbang ke Los Angeles. Tak disangka Ima dipaksa bekerja hampir 18 jam setiap hari, tujuh hari seminggu. Ia dilarang berbicara dengan siapa pun dan ditakut-takuti. Setelah tiga tahun baru Ima memberanikan diri menulis pesan minta tolong –dalam bahasa Inggris yang sangat terbatas– kepada pembantu tetangganya. Ima pun dibawa ke kantor “Coalition to Abolish Slavery & Trafficking” CAST di Los Angeles, yang kemudian membantu proses hukum dan pelatihan bagi Ima hingga ia bisa mandiri. Kini Ima pun menjadi aktivis anti-perdagangan manusia.

Dalam staus facebook Ima, "Saya merasa terhormat untuk diangkat sebagai dewan penasihat Amerika Serikat pada perdagangan manusia di sepanjang sisi dengan korban lain." 

Ada 6,5 juta sampai 9 juta pekerja migran Indonesia di seluruh dunia

Menurut laman Kedutaan Amerika Serikat di Jakarta, Indonesia pada posisi Tier 2, Indonesia merupakan negara sumber utama perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan laki-laki, dan dalam tingkatan yang jauh lebih rendah menjadi negara tujuan dan transit perdagangan seks dan kerja paksa. Masing-masing propinsi dari 33 propinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan perdagangan manusia, dengan daerah sumber yang paling signifikan adalah Jawa, Kalimantan Barat, Lampung, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan. Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri masih sangat tinggi, diperkirakan 6,5 juta sampai 9 juta pekerja migran Indonesia di seluruh dunia, termasuk 2,6 juta orang di Malaysia dan 1,8 juta orang di Timur Tengah. Diperkirakan 69 persen dari seluruh Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun