Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Milik Siapa (Hari) Ibu?

22 Desember 2015   21:23 Diperbarui: 23 Desember 2015   05:38 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini, saya awali dengan ketikan Kasih ibu, kepada beta tak terhingga sepanjang masa Hanya memberi, tak harap kembali, Bagai sang surya, menyinari dunia. 

Lagu yang ditulis SM. Mochtar itu, memberikan kesadaran wawasan kasih sayang seorang ibu kepada anak-anaknya. Bahkan, Al Qur'an surah Al-Ahqaaf : 15, "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” 

Dan, dalam Hadits Riwayat Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548, Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'

Sungguh mulia kedudukan seorang ibu.

Kompas, edisi 22 Desember 2015, menurunkan laporan hasil survei Litbang Kompas dengan responden 1.640 pelajar sekolah menengah atas di 12 kota besar di Indonesia. Mengutip Kompas, sosok pahlawan dalam kehidupan mereka, jawaban terbesar adalah ibu. Saya pun teringat novel Ibunda karya Maxim Gorki, seorang pengarang revolusioner Rusia. Maxim Gorki yang memiliki nama asli Maksimovich Peshkov tahun 1868 di desa Nizhniy Novgorod di kalangan rakyat tertinggal. 

Dalam novel tersebut, Gorki melukiskan sosok ibu yang agresif dalam situasi revolusi demokratik di Rusia awal abad 20. Betapa tidak, Gorki mengabadikan potret bahwa ibu adalah perempuan umumnya di dunia, bermula menjadi korban aniaya suaminya--tindakan yang diwajarkan oleh budaya feodal. Ia hidup melarat sebagai istri buruh, kemudian memiliki keinsafan politik dalam proses mendampingi kegiatan bawah tanah anak dan kawan-kawannya, dan akhirnya terlibat dalam perjuangan melawan tirani feodal.

Apa relevansi novel Ibunda karangan Maxim Gorki pada rutinitas bulan Desember di tanggal 22? 

Banyak balasan dapat diajukan atas pertanyaan itu, membaca Ibunda  lir menyaksikan transformasi kaum perempuan di Indonesia. Setidaknya, menyadarkan diri kita pada perbedaan antara perubahan untuk kepentingan sesaat dan perubahan tatanan yang fundamental. Sejauh mana berbagai konflik dan intrik berbagai kalangan yang membawa bendera reformasi menjangkau perubahan struktural yang diinginkan? Sebab selain sebagai individu yang secara realistis mengalami transformasi, sosok Ibunda dalam tataran lain adalah simbol dari tanah air atau entitas negeri itu sendiri?

Jika perempuan sebagai kekuatan perubahan itu sendiri, di saat perjuangan perempuan di Indonesia mencapai titik-titik yang menentukan. Lantas, siapa ibu pertiwi?

 

sumber foto disini dan grafis disini

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun