[caption caption="Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti, Jaksa Agung Australia George Brandis, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Kehakiman Australia Michael Keenan, dan Kepala BIN Sutiyoso saat memberikan keterangan di Kantor Kemenko Polhukam, Senin (21/12/2015)"][/caption]
Dalam sumringah dan harapan, berwai situasi kurs rupiah menguat berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI pada level Rp13.615/USD. Posisi ini menguat tajam hingga 257 poin dari penutupan kemarin di level Rp13.872/USD. Alih-alih perang melawan teror, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan berkata bahwa status Siaga I ditetapkan di Indonesia akhir tahun ini. Ancaman terorisme jelang Natal dan Tahun Baru 2016 diklaim terjadi di seluruh negara. Pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan cukup strategis dalam upaya mendukung terciptanya suasana perang global melawan teror, khususnya untuk membungkus pertemuan perdana Dewan Menteri Indonesia-Australia dalam bidang Hukum dan Keamanan, di Jakarta (21/12).
Dalam laman Radio Australia , Jaksa Agung George Brandis mengungkapkan pertemuan ini fokus pada urusan keamanan domestik, salah satunya adalah penanganan terorisme, khususnya terorisme yang berakar dari ISIS. "Munculnya ISIS di Timur Tengah menyebabkan ketidakstabilan di Australia dan Indonesia. Kita bisa bekerja sama untuk menangkal kekerasan itu," jelas Menteri Keenan. Apalagi sebelumnya, bulan November lalu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (Austrac) berhasil membongkar jaringan pendanaan terorisme transnasional yang melibatkan Indonesia dan Australia, dan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Tito Karnavian berharap penangkapan 9 orang terduga teroris dapat menekan potensi kerawanan di Jakarta.
Project the war on teror dimulai dan Indonesia menjadi penting sebagai bagian penting dari cerita global, episode perang melawan teror meski mengalami metamorfosa. Tidaklah mengherankan, setiap akhir tahun, isu terorisme menduduki peringkat paling banyak dikunjungi pembaca, khususnya berita internet sangat tinggi, dan tidaklah mengherankan juga seorang pengamat terorisme asing, Direktur Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) Sidney Jones mampu melakukan pemetaan gerakan terorisme ISIS di Indonesia. Sementara, bagaimana dengan pihak Indonesia?
Sejauh pengamatan saya, setelah gerakan terorisme Indonesia melalui labelling Jemaah Islamiyah dan kemudian penangkapan terhadap tersangka teroris semakin "mengecil" kepada partisan, namun ironisnya target besar kelompok Santoso condong kurang serius ditangani dengan alasan persembunyian Santoso di wilayah pegunungan di Poso sulit dijangkau. Tentunya langkah penangkapan demi penangkapan oleh Densus 88 patut diapresiasi. Persoalan yang lebih strategis adalah apakah Densus 88 dan seluruh aparat keamanan akan selamanya melakukan penangkapan demi penangkapan terhadap para terduga teroris namun mampu berkembang kembali akibat pengaruh propaganda ISIS.
Saat ini, Australia terlibat dalam Project the war on teror dalam wilayah Indonesia dengan alasan "Ini (ISIS) bukan hanya masalah yang timbul di Timur Tengah. Ini muncul juga di negara kita. Karena itu, sebagai teman dan tetangga, penting bagi kita untuk saling bekerja sama, memastikan kerjasama intelijen, memastikan kerjasama teknik, memastikan apa yang kita punya di antara satu sama lain," ujar Brandis.
Proses reproduksi gerakan terorisme ISIS terlihat tidak pernah surut, tindakan teroris telah menunjukkan bahwa selama ini agama masih dijadikan sebagai alat kekuasaan dan politisasi, faktor disintegratif, alat provokasi kerusuhan, dan pemicu konflik horizontal. Tidak berlebihan bila saat ini (baca: akhir tahun) disebut sebagai era terorisme dan perang intelijen. Sebab, Indonesia merupakan 'papan catur' yang menyenangkan semua pihak yang berkepentingan mengangkat kembali isu terorisme menjadi skala prioritas di negeri ini.
Mengutip laman Wakil Presiden Republik Indonesia, Wapres mencermati, masalah utama dari terorisme dan radikalisme adalah tidak adanya keadilan, kemiskinan, dan pendidikan yang tidak merata. Wapres menjelaskan, Al-Qaidah dan ISIS berasal dari negara-negara yang gagal. Menurut Wapres, hal ini patut dipertanyakan. “Negara-negara tersebut gagal karena dipaksa untuk berdemokrasi tetapi waktunya tidak tepat. Demokrasi harus dibangun dengan cara-cara yang demokratis pula,” ucap Wapres.
Akhirnya, tambo terorisme di Indonesia tidak bergantung pada ditangkapnya para terduga teroris, karena dengan mudah akan ada pemimpin baru yang sudah disusupi oleh infiltran, lantas siapa sebenarnya teroris?
Dialog filosofis seorang bajak laut yang tertangkap dengan Alexander Agung sebagaimana dituturkan St. Agustinus, cukup memberikan inspirasi,
Alexander Agung: Mengapa kamu berani mengacau lautan?
Bajak Laut: Mengapa kamu berani mengacau seluruh dunia? Karena aku melakukannya dengan sebuah perahu kecil, aku disebut maling: kalian, karena melakukannya dengan kapal besar, dianggap kaisar.
sumber foto disini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H