Mohon tunggu...
Max Webe
Max Webe Mohon Tunggu... Penulis - yesterday afternoon writer, working for my country, a reader, any views of my kompasiana are personal

"There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances." — Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bila Menulis Soal Mafia

12 Desember 2015   19:29 Diperbarui: 30 Desember 2015   00:55 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Saya mungkin secara tersirat pernah menulis di beberapa tulisan-tulisan lama, bahwa menulis tentang kejahatan terorganisasi sungguh membuat orang merasa bodoh. Dunia kejahatan sangat menjaga privasinya: banyak kelompok dalam subkultur ini merupakan masyarakat rahasia yang eksistensinya justru terancam oleh pemberitaan. Mayoritas peristiwa yang terjadi tetap tersembunyi dan petunjuk apa pun yang mengambang ke permukaan harus dianalisis secara cermat, ini seperti menyusun potongan-potongan gambar jigsaw puzzle yang sebagian besar bagiannya hilang.

Bahkan analisis yang paling logis sekalipun bisa diruntuhkan oleh munculnya fakta baru yang tampaknya sepele. Maka saya mengevaluasi kembali teori inti: Lihatlah misalnya fenomena pentiti yang relatif baru. Anggota-anggota mafia yang tampil pada lebih dari satu dasawarsa yang lalu dan kemudian ditanyai oleh hakim-hakim, telah mengacaukan teori-teori tentang mafia yang sebelumnya banyak diyakini oleh para penyelidik. Selain memberikan informasi yang berlimpah, para informan itu juga mengungkapkan banyak hal yang memaksa para hakim meneliti kembali kesimpulan-kesimpulan dari laporan intelijen yang telah dikumpulkan selama 30 tahun: Pernah ke Italia?

Jika pernah ada yang berkunjung kesana, maka dua peristiwa yang terjadi pada musim gugur 1957 dapat memberikan lukisan mengenai hal ini.

Seperti yang telah saya ungkapkan: menulis tentang kejahatan terorganisasi merupakan pekerjaan sulit yang membuat orang merasa bodoh, menyelidikinya pada tahun 1990-an sungguh si bodoh tersesat di belantara kerumitan. Pencucian uang akhirnya tampil dan menghasilkan $750 miliar setiap tahun, demikian PBB mengumumkan dalam sebuah konferensi soal kejahatan global di Napoli bulan November 1994. Sebagian besar dari uang itu harus 'dicuci' menjadi uang halal dan jaringan keuangan bawah tanah yang sangat besar telah dibentuk untuk memenuhi kebutuhan itu. Pada paruh waktu dasawarsa 1990-an, banyak negara mengawasi dengan ketat sirkulasi global keuangan ilegal dan menyadari bahwa uang haram itu telah banyak meracuni pasar dan lembaga-lembaga keuangan, merusak para politisi dan pengusaha.

Bagaimana pun juga, jelas dibutuhkan strategi global untuk memerangi mafia, sebuah pukulan internasional untuk menempatkan usaha penegakkan hukum pada kedudukan yang setara dengan organisasi-organisasi kejahatan yang tidak mengenal perbatasan yurisdiksi.

Dengan menyatukan semua negara, kami berharap dapat meningkatkan kesadaran bahwa kejahatan terorganisasi tidak bisa lagi dihadapi dengan undang-undang nasional. Undang-undang nasional tidak lagi bermanfaat untuk melawan mafia. Ada pendekatan, a) memperkuat kepolisian setiap negara; b) menciptakan kebijakan kohesif untuk mengontrol aktivitas transnasional para penjahat terorganisasi

Bagaimana Indonesia?
Disini terdapat banyak kelompok kejahatan terorganisasir, namun tidak dalam satu wadah tunggal. Maka, diragukan ada “Capo di tutti Capi” Arti harfiahnya “Boss dari segala Boss”, ia mengepalai keluarga besar mafia yang terdiri dari keluarga-keluarga yang lebih kecil. Namun seiring perkembangan zaman, terjadi konotasi pergeseran makna mafia. Akhirnya semua kelompok kejahatan terorganisir kemudian disebut juga mafia. Kita kemudian kenal istilah mafia Jepang atau Yakuza, mafia China atau Triad, atau juga mafia Rusia (Русская мафия) yang aslinya bernama Bratva (Братва), tapi kemudian juga sering diterjemahkan menjadi Mafiya.

Bisnis mafia pada dasarnya adalah bisnis jaringan. Mereka mengandalkan jaringan kepercayaan. Karena itu ada credo khusus bagi anggotanya angggotanya yang tertangkap, yaitu “Omerta” atau sumpah tutup mulut. Karena kalau ia berani “bernyanyi”, meski selamat dari aparat keamanan, ia pasti dihabisi rekan-rekan anggota keluaga mafianya sendiri. Kerahasiaan amat rapi, bahkan mungkin lebih rapi dari jaringan teroris. Seringkali antar sel tidak kenal satu sama lain. Apalagi bisa menjangkau “Capo di tutti Capi” tadi.

Akan tetapi, di Indonesia keberadaan mafia tidaklah seseram itu. Pembunuhan fisik amat jarang dilakukan, walau bukan berarti pembunuhan dengan cara lain tidak dilakukan. Menghancurkan bisnis lawan dengan tindakan kekerasan atau menghentikan pasokan untuk membuat bangkrut sama saja dengan membunuh orang secara perlahan. Organisasinya pun tidak serapi itu, walau koordinasinya bisa dibilang rapi.

Sebenarnya keberadaan mafia terkait erat dengan perizinan. Makin rumit dan panjang rantai perizinan, makin mudah disisipi mafia. Segala macam surat yang dibutuhkan warga negara, hampir pasti di-mark up dari harga resminya. Apalagi yang membutuhkan waktu lama, pasti ada mafia yang menawarkan jasa mempercepat urusan.

Dengan begitu, seolah mafia identik dengan calo. Padahal tidak. Mafia ‘bermain’ di playground yang jauh lebih luas. Di luar negeri mereka bahkan bisa mempengaruhi ditetapkannya suatu Undang-Undang! Di sini, kasus hilangnya dua ayat tentang Tembakau dari RUU Kesehatan beberapa waktu lalu ditengarai karena ulah mafia rokok dan tembakau. Walau hingga kini kasus itu masih belum jelas.

Dalam kegiatannya, mafia menjalankan bisnis apa saja yang dimungkinkan. Akan tetapi, favoritnya adalah hotel yang dilengkapi tempat perjudian. Selain itu mafia juga biasanya menjalankan bisnis perdagangan obat terlarang, penyelundupan barang dan orang, namun yang paling penting adalah pencucian uang (money laundering). Untuk keperluan terakhir inilah kemudian mafia juga menguasai aneka bisnis penting yang legal secara hukum negara bersangkutan.

Logika pembuktian terbalik justru bisa diterapkan kepada pihak-pihak yang membantu mafia. Dengan menjatuhkan pihak-pihak di luar keluarga mafia yang membantunya, mafia akan kehilangan orang kepercayaan. Siapa mereka? Biasanya adalah pejabat yang duduk di pemerintahan. Mafia tak akan segan menyuap atau memaksa pejabat melakukan manipulasi dan korupsi demi melancarkan kolusi yang dibangun.

Oleh karena itu, sebenarnya kepedulian warga dan keberanian aparat keamanan yang bersih harus ditingkatkan. Apabila ada “keajaiban” seperti Gayus Halomoan Tambunan yang dalam waktu singkat bisa punya rumah mewah -karena tabungan tak terlihat orang lain- maka warga sekitarnya sepatutnya bertanya-tanya. Apalagi bila ia dikenal tidak kaya sewaktu kecil atau orangtuanya termasuk miskin. Termasuk seorang yang pekerjaannya adalah salah satu dari tripartit penegak hukum (hakim, jaksa, polisi) atau aparat keamanan dari angkatan lain yang hidup mewah juga sangat layak dicurigai. Aparat yang terkait dengan pengurusan segala jenis izin pun sangat rentan dipengaruhi mafia.

Bahkan untuk hal-hal publik seperti kesehatan, asuransi, tenaga kerja, parkir bahkan hingga pengemis pun diorganisir oleh mafia masing-masing. Apalagi jasa keamanan partikelir yang diserahkan pada organisasi massa, biasanya juga rentan disusupi mafia. Keberadaan mafia ini menggelisahkan, karena kerapkali mereka begitu berkuasanya bak “warlord” tanpa tersentuh aparat keamanan setempat yang bisa jadi sudah ‘dijadikannya kawan’. Di samping itu jelas menyebabkan negara tempat hinggapnya mafia terpaksa menanggung ekonomi biaya tinggi karena mark-up yang dilakukan dalam pengadaan barang dan jasa, baik oleh institusi pemerintah maupun sektor swasta.

Karena itu, keberanian pemerintah memberantas mafia harus ditingkatkan. Memang, mencari alat bukti sulit. Di luar negeri terutama di Amerika Serikat, pemerintahnya juga secara konsisten memberantas mafia, sehingga kini organisasi mafia secara teknis bisa dibilang sudah dalam kondisi “hidup segan mati tak mau”. Walau yang namanya kejahatan terorganisirnya masih berlangsung. Toh, itu lebih baik daripada mereka dibiarkan berkeliaran merugikan rakyat dan bangsa.

Yang sinis, mengangkat bahu, "Ngomong doang. Lebih baik kita mulai saja mencari mereka."

 

sumber foto disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun