Mungkin 5 Maret tidak terlalu berarti bagi seseorang. Tetapi bagi bangsa Indonesia tanggal ini merupakan salah satu tonggak sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karena pada hari inilah lahir seorang pahlawan nasional di tanah Sumatera Barat. Dikenal dengan nama Sutan Syahrir.
Untuk mengenang jasa-jasa Beliau, penulis mencoba merangkai sebuah artikel kecil yang sekaligus menjadi doa agar Indonesia yang lebih beradab seperti yang dicita-citakan para pendiri bangsa.
Pelajaran penting dari kisah hidup Sutan Syahrir
- Organisatoris
Berbahagialah bagi kalian yang aktif dalam kegiatan organisasi, karena hampir semua pendiri bangsa memiliki pengalaman berorganisasi baik dalam ranah akademik maupun ketika terjun ke masyarakat. Meski tekanan yang kita rasakan masih belum seberapa dibanding pada masa penjajahan dulu. Mungkin kita sering mengeluh dengan jadwal rapat, anggota yang tidak hadir, kekurangan logistik dan sebagainya.
Bayangkan bagi mereke yang harus naik-turun bukit untuk berusaha hadir, mencuri-curi waktu senggang agar tidak dicurigai tentara penjajah, bahkan bisa kita analogikan mereka sebagai 'orang-orang yang mencari celah diantara peluru-peluru para penjajah.' Yah, salah sedikit peluru tersebut dapat bersarang di tubuhnya. 'Ngeri' bukan?
Sampai saat ini pun beberapa negara masih mengalami ketakutan itu. Bahkan di negeri kita sendiri pun beberapa kali diberitakan hal seperti itu. Seperti pada kasus-kasus pembebasan lahan dan konflik di Papua. Namun semua sama sekali tidak mengendurkan semangat mereka untuk memperjuangkan visi.
Berikut adalah beberapa organisasi yang pernah diabdikan oleh Sutan Syahrir:
- Klub debat di AMS (Algemeene Middelbare School). Sebuah sekolah setingkat SMA di Bandung.
- Jong Indonesie, yang kemudian menjadi Pemuda Indonesia pada 20 Februari 1927.
- Himpunan Pemuda Nasional
- Perhimpunan Indonesia, di Belanda
- Partai Nasional Indonesia Baru
- Kongres Kaum Buruh Indonesia
(tuliskan di kolom komentar jika anda mengetahui lebih banyak)
2. Memiliki pendirian yang teguh
Saat menjadi pelajar di AMS, Sutan Syahrir seringkali 'mencuri-curi' waktu untuk membaca berita pemberontakan yang dilarang bagi pelajar. Terbayangkan kah? Untuk mendapatkan informasi pun beliau harus dihadapkan dengan resiko besar. Jelas sangat berbeda dengan saat ini yang informasi merebak bagai di berbagai media. Kita bebas mengaksesnya kapanpun dan dimanapun. Bahkan masih juga ada yang mengeluh 'internet lemot'.
Saat kuliah di Amsterdam Sutan Syahrir sering menulis dalam majalah 'Daulah Rakjat' untuk menyerukan kemerdekaan Indonesia. Bahkan memilih turun langsung dan kembali ke Indonesia saat terjadi pengawasan yang ketat dari pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 1931. Semua itu karena pendiriannya untuk memerdekakan Bangsa Indonesia.