Akhirnya bagian dramatis pun dimulai.
Mereka duduk bersila di sebuah ruangan yang paling luas di rumah itu. Penerangannya sangat minim, hanya ada beberapa cahaya luar yang masuk melalui jendela, itu pun dari ruangan lain.
"Yang lain apa kabar?" Joy memulai dengan pertanyaan umum.
"Baik, W suruh ngumpul yak. Tapi paling di luar, di sini lagi kurang nyaman. Sekarang beberapa lantai bawah udah dikuasain gangster termasuk yang nyerang kalian." Ocit menjelaskan beberapa keadaan di rusun ini.Â
Sejak gangster menguasai basement di sana dijadikan sarang kegiatan kriminal. Perjudian, tarung bebas, dugem, peredaran narkoba, hiburan malam, dan banyak lagi. Bahkan beberapa waktu belakangan mereka mulai memungut biaya dari para penghuni. Keresahan ini seperti api dalam sekam hingga menunggu sebuah percikan api atau apapun yang dapat menyulut ketentraman penghuni.
Ocit mulai menghubungi beberapa orang yang tergabung dalam Cokomus dan memutuskan untuk berkumpul di sebuah kedai kopi tak jauh dari rusun. Kedai itu hanya sebuah warung pinggir jalan, sebuah pohon eboni hitam memayungi bangunan semi permanen itu. Mereka hanya menghabiskan waktu yang singkat bersama karena Joy memutuskan untuk melanjutkan misi penting yang harus ia selesaikan.Â
Andre tak terlihat sejak di kedai kopi, ia telah diberi perintah untuk tak mencampuri urusan kehidupan rekannya. Akhirnya acara singkat itu diakhiri dengan perginya satu-persatu para punggawa Cokomus. Sementara Joy mendapatkan beberapa informasi penting yang mungkin dapat membantunya menyelesaikan misi.
Joy menuju tangga utama di rumah susun. Kondisinya tak terawat dengan baik, pencahayaan yang kurang dan yang cukup aneh adalah tidak adanya lift meski bangunan tersebut cukup menjulang. Berbeda dengan tangga basement yang berbentuk bulat spiral, tangga utama berbentuk persegi empat.Â
Seseorang dapat melihat orang lain yang sedang naik atau turun selama tidak berada di sisi yang sama. Di sana Joy melihat dua orang wanita yang tidak asing. Mereka adalah Dina dan Ayu, keduanya sama-sama sedang turun. Dina berada di depan ayu, hanya beberapa meter jaraknya.Â
"Hey kalian. Mau ke mana?" Joy segera mendekati mereka berdua.
"Aku mau beli obat di bawah." Dina menjawab santai.
"Tumben nongol Loe." Ayu sama sekali tidak perduli pertanyaan dari Joy.
"Iya nhe ada urusan sedikit." Joy menjadi sedikit kendur langkahnya.
"Kalian masih inget kenangan kita di tangga ini?" Joy teringat sebuah kenangan yang memunculkan pertanyaan itu begitu saja. Itu terjadi sudah sangat lama saat mereka masih remaja.
"Yaudh klo kalian ngga mau ngebahasnya, hahahaha." Joy kemudian melanjutkan langkahnya menaiki tiap anak tangga.Â
Setibanya di sebuah lantai, ia berhenti dan membuka pintu tersebut. Di lantai ini perbedaannya cukup signifikan dengan lantai yang didiami Ocit. Ini lebih terlihat seperti apartemen mewah, tidak ada debu-debu dari luar bangunan yang memasuki ruangan. Semuanya tertutup kaca dan Pendingin ruangan yang bergelantungan di mana-mana. Itu memang sesuai dengan informasi yang disampaikan Ocit, semakin ke atas bangunan maka kasta bangunan ini semakin terlihat.
Setelah melewati beberapa koridor Joy hanya menemui beberapa orang. Itu pun tidak dikenalinya. Mereka tampak pucat, seperti tidak ada gairah. Mungkin itu yang dirasakan orang-orang kaya di sini.
"Came on, aku harus menemukannya. Di mana letaknya?" Joy bertanya-tanya pada dirinya sendiri.
Ia kini berada di sebuah ruangan besar. Nampaknya seperti ruangan pertemuan, beberapa orang sedang tergeletak dan jauh lebih pucat dari orang-orang yang baru saja ia temui.
"Hall ini lebih mirip seperti rumah sakit, dimana orang-orang menunggu giliran untuk diperiksa." Pikir Joy yang melihat keadaan di sekitarnya.
"Loe mau ngapain sih di sini?" Tiba-tiba Ayu menarik tangan Joy dan menyeretnya ke sebuah koridor. Sementara yang ditarik terheran-heran dengan perlakuan teman masa remajanya itu.
"Sini ikut W!" Ayu menggiringnya tanpa Joy tahu tujuannya.
"W kasih tau yah, disini lagi aneh keadaannya. Tadi pagi ada dua orang meninggal ngga wajar. Mereka masih muda tanpa sakit sama sekali. Abis itu orang-orang pada sakit mendadak. Ini W sama Ade W mau ngungsi. Lebih baik Loe ikut W." Ayu berhenti di sebuah pintu dengan nomer 33A. Ia melemparkan sebuah tas ke arah Joy dan membuka pintu itu dengan sebuah kunci. Tak lama kemudian keluar gadis kecil yang memburu ke arah Ayu dan memeluknya.
"Kakak aku takut," kata gadis kecil itu kepada kakaknya. Joy sempat lupa nama gadis itu.
"Layla?" Joy kembali mengingat adik dari Ayu itu. Sejak ditinggalkan kedua orang tuanya beberapa tahun lalu memang mereka tinggal berdua di sini. Tapi Joy sama sekali tak menyangka jika Ayu bisa naik tingkat, mengingat dulu ia adalah gadis culun dan pendiam.
"Kak Joy. Kakak ikut nganterin kita?" Gadis itu menoleh ke arahnya dan memberikan selayang senyuman khas yang sudah lama dilupakan Joy.
"Iya, tapi Kakak ada urusan dulu dikit sayang. Kalian duluan yah. Nanti tunggu kakak di bawah." Â Joy melakukan negosiasi yang rumit dengan Layla sebagai perantaranya.
Ayu kemudian melepaskan rangkulan Layla dan bergerak ke arah Joy dan berkata "heh, apapun itu urusan Loe. W harap itu Loe kelarin buru-buru." Ayu mendorong dada Joy hingga ia harus menyandarkan diri di tembok.
"Kakak ngga bohong kan. Aku tunggu yah." Layla memang cukup akrab dengan Joy. Rasa rindu itu lah yang membuatnya tak mau lagi kehilangan orang yang berharga di hidupnya.
"Kakak janji sayang." Joy mengatakan itu dan langsung pergi menyelesaikan tugasnya.