Untuk menghasilkan sebuah video pembelajaran, guru-guru mau tidak mau harus menguasai aplikasi pengedit video seperti Kinemaster ataupun Filmora, serta aplikasi-aplikasi lain seperti powerpoint, zoom, google classroom yang bisa dikatakan sangat jarang digunakan dalam dunia pendidikan dalam kondisi normal.Â
Lantas dalam melaksanakan pembelajaran daring, apakah hanya siswa yang menghabiskan kuota internet sedangkan guru tidak? Perlu untuk diketahui bersama bahwa tidak semua sekolah sudah menyediakan fasilitas wifi termasuk untuk gurunya sendiri sehingga dalam pembelajaran daring, guru-guru mau tidak mau harus menggunakan kuota pribadinya sendiri, sementara tidak ada subsidi kuota dari sekolah untuk guru, bahkan beberapa sekolah turut memotong tunjangan transportasi guru-gurunya ketika bekerja dari rumah.
Memasuki tahun ajaran baru, guru-guru kembali tak kalah disibukkan dengan berbagai pelatihan agar dapat melakukan pembelajaran daring secara lebih maksimal dan untuk sekarang ini, meskipun siswa masih belajar dari rumah, namun sebagian guru-guru di Medan telah bekerja dari sekolah.Â
Apakah masih layak dikatakan bahwa kehidupan seorang guru di masa pandemi ini sangat menyenangkan? JIka wali murid mengeluhkan sulitnya mendampingi anak ketika pembelajaran daring, pembelajaran daring tidak efektif dan boros biaya, pembelajaran daring membuat anak-anak tidak lepas dari gawai, lantas apakah guru tidak mengalami semua hal tersebut?Â
Bahkan bisa dikatakan bahwa dengan adanya pembelajaran daring, jam kerja guru menjadi tidak menentu bahkan bisa mencapai tengah malam karena harus mengabsen siswa tiap jam pelajaran, memberikan tugas, mempersiapkan materi dan video pembelajaran, dan melayani pertanyaan baik dari murid maupun walinya bahkan hingga malam menjelang. Apakah dengan kesibukan seperti itu, seorang guru TIDAK PANTAS diberikan honor secara normal?
Yang lebih saya anggap sebagai pelecehan terhadap profesi guru di masa pandemi ini adalah beredarnya meme yang mengisahkan orang tua murid yang membayar SPP dengan cara mengambil foto uangnya dan kemudian mengirimkannya melalui whatsapp kepada gurunya dengan alasan semua materi dan tugas juga dikirimkan melalui whatsapp.Â
Bila masyarakat merasa keberatan membayar SPP ketika pembelajaran berlangsung  dengan metode seperti itu (hanya mengirimkan  bahan belajar melalui whatsapp) dan mereka juga dapat menjadi guru bagi anak-anak tercintanya, maka saya dengan senang hati mempersilakan mereka untuk mendidik anak-anak mereka sendiri sehingga mereka juga mendapatkan pengalaman sesungguhnya bagaimana menjadi seorang guru.
Dalam situasi seperti ini, yang menjadi korban bukan hanya wali murid dengan berbagai kendalanya, tetapi juga guru itu sendiri. Lantas bagaimana dengan guru yang juga memiliki anak yang masih bersekolah, bukankah mereka juga harus menjalani pembelajaran daring bersamaan dengan kesibukannya dalam mempersiapkan materi pembelajaran untuk anak didiknya sendiri dan kemudian disibukkan dengan menjawab pertanyaan wali murid yang seringkali mempertanyakan hal yang sama berulang-ulang padahal sudah ditanggapi pada percakapan sebelumnya?Jadi, melalui tulisan ini, saya juga ingin bertanya " Adakah Guru Lain yang Sama Menderitanya Denganku dalam Pembelajaran Daring Ini?" Salam. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H