Untuk mengejar efisiensi, perusahaan dihadapkan pada pilihan, mengganti tenaga kerja lokal dengan TKA yang lebih murah ataupun kemungkinan terburuknya adalah relokasi pabrik ke daerah yang memiliki upah minimal yang lebih rendah atau bahkan sekalian hengkang dari Indonesia menuju Tiongkok dan Vietnam yang memiliki iklim investasi yang lebih kondusif.
Dengan demikian, peningkatan peringkat daya saing melalui peningkatan IPM dan produktivitas adalah hal yang harus segera dilakukan karena tanpa hal tersebut, akan sulit bagi buruh lokal kita untuk bersaing dengan TKA baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama arus bebas tenaga kerja dalam era MEA juga telah di depan mata.Â
Sebelum bersaing di luar negeri, hal yang lebih utama adalah menjadikan buruh lokal sebagai tuan di negeri sendiri. Pemerintah tidak dapat selamanya melakukan proteksi terhadap buruh lokal karena cepat atau lambat, arus bebas tenaga kerja dalam rangka globalisasi juga akan sampai ke Indonesia.Â
Oleh karena itu persiapan menghadapi persaingan harus dimulai sejak saat ini dan tentunya membutuhkan dukungan dan optimisme dari masyarakat yang merupakan buruh itu sendiri.Â
Keunggulan sumber daya alam yang kita miliki harus pula didukung dengan keunggulan dalam hal tenaga kerja sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai magnet bagi perusahaan besar untuk berinvestasi.Â
Tugas tersebut tentunya akan lebih mudah jika adanya kerja sama tripartit antara pemerintah, institusi pendidikan, dan perusahaan. Dengan kebijakan pemerintah yang mendukung, kurikulum yang sesuai, serta itikad baik dari perusahaan untuk turut memajukan kualitas buruh lokal dengan melakukan berbagai program magang dan pelatihan, bukan tidak mungkin kualitas buruh kita dapat menyamai kualitas TKA dari Vietnam, Tiongkok, bahkan dari negara-negara maju sekalipun.