Mohon tunggu...
Wayudin
Wayudin Mohon Tunggu... Guru - Pengabdian tiada henti

Seorang guru SMP swasta di kota Medan,tertarik dengan fenomena kehidupan masyarakat dan tak ragu untuk menyuarakan pendapatnya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Larangan Sekolah Swasta di Medan Kutip Biaya, Bagaimana Nasib Guru?

20 Mei 2020   21:12 Diperbarui: 20 Mei 2020   21:13 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tanggal 14 Mei 2020 lalu, Dinas Pendidikan Pemkot Medan mengeluarkan surat yang bernomor 420/3481 yang berisi larangan bagi seluruh sekolah swasta di Kota Medan untuk memungut biaya pendaftaran dan pembangunan dalam penerimaan siswa baru untuk Tahun Ajaran 2020/2021. 

Larangan ini berlaku untuk semua jenjang, mulai dari PAUD hingga SMP yang bernaung di bawah Dinas Pendidikan Kota Medan. Larangan ini memang dapat dimaklumi sebagai bentuk keprihatinan terhadap situasi ekonomi masyarakat yang saat ini serba sulit akibat pandemi yang masih merajalela. 

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat saja sudah mengalami kesulitan dan kini ditambah lagi tahun ajaran baru sudah di depan mata. Bukan hanya biaya pendaftaran dan pembangunan, biaya-biaya lain juga akan turut menyertai. 

Sebut saja biaya seragam, buku pelajaran, pakaian olahraga dan sebagainya. Keseluruhan biaya untuk memenuhi pos-pos tersebut bisa mencapai jutaan rupiah untuk tiap anak, itupun dengan catatan tergantung dari sekolah apa yang akan dituju. 

Bila orang tua bermaksud memasukkan anaknya ke sekolah berembel-embel internasional, maka siap-siap harus merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah.

Namun tentunya Pemkot Medan juga harus menyadari bahwa, biaya pendaftaran dan pembangunan adalah salah satu sumber pemasukan utama bagi sekolah swasta. Sekolah swasta tentu saja berbeda dengan sekolah-sekolah negeri yang mendapat dukungan penuh dari pemerintah. 

Sekolah swasta mengandalkan uang SPP (uang sekolah) serta biaya pembangunan dan pendaftaran dari proses penerimaan murid baru dalam melaksanakan operasionalnya. 

Tak semua sekolah swasta mengajukan dan menerima dana BOS dengan asumsi dapat mandiri dalam hal operasional sekolah sehingga dana BOS dapat disalurkan kepada sekolah lain yang lebih membutuhkan. 

Dalam situasi pandemi, beberapa sekolah swasta di Medan telah menunjukkan simpati mereka dengan memberikan pengurangan uang sekolah, bahkan ada sekolah yang sampai menggratiskan 2 bulan uang sekolah. 

Dengan kondisi seperti ini, sekolah tidak menerima dana BOS, uang sekolah dikurangi bahkan digratiskan, biaya pembangunan dan pendaftaran tidak boleh dipungut, apakah Pemkot Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan turut memikirkan bagaimana kelangsungan operasional sekolah-sekolah swasta ke depan? 

Apalagi jika rencana pembukaan tahun ajaran baru tetap dilangsungkan pada bulan Juli ini, tentu banyak penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan oleh pihak sekolah agar memastikan protokol kesehatan tetap terlaksana dalam setiap kegiatan pembelajaran dan tentunya dapat membuat biaya operasional semakin membengkak.

Larangan Pemkot Medan dalam hal larangan pengutipan biaya pembangunan dan pendaftaran sebenarnya dapat dikatakan sebagai bentuk intervensi yang terlalu jauh terhadap sekolah-sekolah swasta. 

Jika memang larangan tetap diberlakukan, apakah ada insentif yang akan diberikan oleh Pemkot Medan kepada sekolah-sekolah swasta sebagai gantinya? 

Dengan kondisi sekolah-sekolah sudah mengurangi bahkan menggratiskan uang sekolah saja, pihak sekolah mulai berhitung-hitung bagaimana pembayaran gaji guru ke depannya. 

Bagaimana pula dengan diimplementasikan larangan pungutan tersebut? Belum lagi kepastian kapan tahun ajaran baru akan dimulai, bagaimana kabar gaji guru-guru nantinya? Apakah Pemkot Medan bersedia menalangi? Ataukah nanti guru-guru sekolah swasta di Kota Medan juga harus ikut mendaftarkan diri dalam Kartu Prakerja dari pemerintah? Semoga saja hal itu tidak sampai terjadi. Salam.

(Maaf jika ada pihak-pihak yang merasa kurang berkenan dengan apa yang diungkapkan di atas, ini adalah curahan hati seorang guru swasta yang galau memikirkan bagaimana nasibnya ke depan akibat kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun