JFFF 2017
Tahun ini Jakarta Fashion & Food Festival digelar dari tanggal 7 April – 7 Mei 2017 di Summarecon Kelapa Gading. Sabtu, 29 April 2017, saya berkesempatan menikmati kuliner Nusantara bersama teman-teman Kompasianer Penggila Kuliner (KPK).
Di Food Festival ada dua pagelaran yaitu Kampoeng Tempo Doeloe (KTD) dan Wine & Cheeese Expo. KTD diselenggarakan di La Piazza, mengangkat tema dekorasi ‘Kampung Layang-Layang’ yang diikuti oleh 101 UKM maupun pengusaha kuliner, sehingga menghasilkan lebih dari 200 ragam menu Nusantara. Ada beberapa menus spesial seperti Mie Ayam Pelangi, Cwi Mie Malang, Cliff Noodle Bar, Martabak Yuk, Sate Ayam Madura Bintang 5, Gudeg Pejompongan, Soto Udang Medan Bu Ari, Bagoja (Bakso Goreng Gajah), Ketupat Gloria 65 Ny Kartika, Soto Roxy H. Darwasa, Es Pisang Ijo “Paling Enak dan masih banyak lainnya.
Selain itu diacara tersebut juga mengadakan ‘Kompetisi Mie Warisan Nusantara’ bagi para pemilik Usaha Kecil Menengah di kawasan Jabodetabek. Setelah dilakukan babak penyisihan pada tanggal 17-19 Maret 2017 di Gading Walk, MKG, akhirnya terpilihlah pemenang dari tiga kategori yaitu Mie Ayam, Mie Nusantara, dan Mie Non Halal. Ketiga pemenang tersebut berkesampatan berjualan di KTD sebagai babak final untuk memperebutkan hadiah totoal RP 60.000.000,- dan peluang membuka usaha di MKG. Pemenang utama ditentukan berdasarkan penjualan tertinggi yang akan diumumkan pada tanggal 7 Mei 2017.
Nostalgia
Pada kesempatan itu saya berjalan mengelilingi KTD. Saking banyaknya makanan, saya sempat bingung mau makan apa. Setelah berkeliling tiga kali putaran, akhirnya saya membeli makanan pertama saya, Bakso Sarkid Tanah Tinggi. Sarkid diambil dari nama orang tua abang penjual bakso yang lupa saya tanya namanya. Abang bakso ini telah berjualan selama 15 tahun, sedangkan ayahnya Sarkid telah berjualan selama 50 tahun. Tanah Tinggi adalah nama tempat di Sumatera Barat yang juga merupakan tempat Pak Sarkid berjualan pertama kali.
Bakso Sarkid Tanah Tinggi (dokpri)
Ada dua jenis bakso yang dijual yaitu bakso halus dan bakso urat. Dua jenis bakso ini adalah bakso yang memang biasa di jual di Tanah Tinggi. Menurut lidah saya, dari segi kuah bakso, tidak ada yang istimewa tetapi tetap pas dilidah. Namun yang saya suka adalah baksonya. Bakso halus mempunyai tekstur lembut dan kenyal, sedangkan bakso uratnya benar-benar terasa uratnya. Abangnya mengatakan daging bakso ini adalah daging pilihan. “Untuk daging saya pilih sendiri mas. Biasanya kalau beli daging, tukang daging main potong kemudian timbang. Nah kalau saya. sebelum ditimbang saya pilih dulu daging yang bagus. Jadi tidak asal beli daging,”jelas abang bakso kepada saya.
Kuliner selanjutnya yang saya beli adalah es roti bakar. Ini jajanan saya saat SD. Dulu biasanya ada tukang es podeng juga yang menjual es tersebut. Pembuatannya sederhana, pertama roti dibakar/panggang di atas wajan dengan mentega. Tidak lama, hanya beberapa detik. Kemudian dengan dibungkus kertas, es krim ditaruh diatas roti bakar. Saya memesan es krim rasa duren ditambah topping susu cokelat dan meses. Bikin segar di teriknya panas matahari dan bikin kenyang juga.
Saat makan eskrim, saya juga sempat mencicipi Cakwe Galaxy yang dibeli Mas Jun Joe Winanto. Cakwenya agak sedikit krispi, gurih dan bumbu coleknya yang pedas. Cocok bagi lidah saya yang penyuka pedas. Dari yang biasa saya beli di dekat rumah, cakwe ini setingkat lebih mantap rasanya, apalagi saat dikonsumsi dalam keadaan hangat.
Bakso Goreng Gajah yang tak sempat ternikmati karena perut sudah kenyang (dokpri).
Karena perut sudah penuh, saya mengistirahatkan perut saya selama sejam. Kemudian lanjut memesan Rujak Bebeg. Makanan ini terakhir saya makan saat SD. Dinamakan rujak bebeg, mungkin karena saat pembuatan rujak, tumbukannya mengeluarkan bunyi ‘beg, beg,beg.’ Saya memesan rujak dengan tingkat kepedasan ‘sedang’. Saat saya makan, rujaknya kurang maknyus. Berbeda dengan rujak yang saya beli saat SD, mungkin karena dulu tempatnya daun pisang, bukan plastik. Jadi ada aroma daun pisangnya yang meningkatkan nafsu makan. Selain itu, karena saya suka pedas, mungkin seharusnya saya pesan rujak yang pedas biar maknyus.
Permen jaman dahulu, yang tak lupa dibeli untuk oleh-oleh sambil bernostalgia (dokpri).
Perut saya sudah tak sanggup menampung, saya pun akhirnya membeli oleh-oleh untuk orang rumah yaitu Srabi Notosuman, Ny. Handayani Khas Solo Sejak 1923. Saya memesan serabi original dan serabi cokelat. Sama seperti serabi lainnya, di masak di tungku khas serabi. Tapi pengemasannya unik, di gulung dan dibungkus dengan daun pisang. Saat saya bawa kerumah, ibu saya mengatakan “Hmm, serabinya enak.” Ya, menurut saya baik yang original maupun cokelat kedua-duanya enak, apalagi kalau dikonsumsi dalam keadaan hangat.
Waktu sudah malam, saatnya saya pulang (dokpri).
kapeka-571f9bd7a3afbd4a0b48abfd-59081fdbc5afbdc77310d01d.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya