Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Tujuh Buku Terbitan Kompas dan GPU yang Akan Saya Baca Tahun Ini

24 April 2017   14:42 Diperbarui: 25 April 2017   00:00 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tujuh buku terbitan Kompas dan GPU yang akan saya baca tahun ini (dokpri).

Tahun ini saya memiliki target membaca 72 buku. Apakah itu akan tercapai, ktia lihat saja nanti akhir tahun. Saya belum mempunyai list secara keseluruhan mengenai 72 buku itu. Tapi ada tujuh buku terbitan Kompas dan Gramedia Pustaka Utama yang akan saya baca tahun ini.

1. Menulis Sosok karya kang Pepih Nugraha

Saaat melihat buku ini ditumpukan bazar buku, tanpa pikir panjang saya langsung mengambilnya. Sebagai seorang kompasianer, melihat ada buku karangan Pepih Nugraha yang juga salah satu pendiri kompasiana merupakan kehormatan sendiri. Saya belum membuka plastik buku ini, tapi dari judulnya sudah menarik hati. Menulis Sosok secara inspiratif, menarik dan unik.

Dibagian belakang buku dituliskan.

Setiap orang adalah sebuah unikum, pemilik ciri khas yang berbeda dari milik orang lain mana pun. Masing-masing individu dilahirkan dengan kreativitas yang berbeda-beda pula. Keunikan setiap orang inilah yang lalu melahirkan “seni” menulis profil atau sosok.

Menulis sosok menyangkut manusia dengan karakter dan kepribadian yang khas. Sosok bukan tulisan tentang benda mati, melainkan soal individu hidup yang dinamis.

Selama menulis di kompasiana saya belum pernah menulis tentang sosok atau profil seseorang. Jadi buku ini bisa menjadi bahan bacaan yang menarik untuk saya bisa praktik menulis tentang seseorang.

2. Chairul Tanjung Si Anak Singkong

Siapa yang tidak kenal sosok Chairul Tanjung. Pengusaha yang memiliki perusahaan besar dari perusahaan media, keuangan, hingga supermarket. Perjuangannya membangun semua itu tidak mudah. Saya pernah lihat di salah stasiun televisi tentang kisahnya membangun bisnis. Itu dimulai dari nol. Tidak langsung berhasil dan juga pernah mengalami kegagalan.

Pak Jakoeb Oetama mengatakan, “Sosok CT mengingatkan konsep filosofis “dari tiada menjadi ada”. Di tangan CT, konsep itu menjadi riil. Berkat ketekunan dan kerja kerasnya, CT berhasil menciptakan sekian usaha baru yang bermanfaat bagi dinya, keluarganya, dan banyak orang. Di antaranya menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari 75.000 karyawan dan mengharumkan nama Indonesia di mata internasional.”

Buku ini menarik bagi saya, karena sampai sekarang saya masih menanamkan cita-cita untuk menjadi pengusaha. Filosifi dan perjuangan hidupnya mungkin bisa menjadi penyemangat bagi saya untuk berjuang dan berusaha membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya.

3. Azwar Anas Teladan dari Ranah Minang

Jujur awalnya saya tidak terlalu mengenal siapa Azwar Anas. Tapi saat menonton sebuah acara olahraga di televisi, pelatih timnas U-19 pernah mengatakan bahwa salah satu sosok idolanya adalah Azwar Anas. Dari situ saya mulai mencari tahu siapa sebenarnya Azwar Anas. Kebetulan saat mampir bazar buku, ada buku tentang pak Azwar Anas. Saya pun langsung membelinya.

Dibelakang buku ini dituliskan

Bagi rakyat Sumatera Barat ia dikenang sebagai gubernur yang berani “melawan” Soeharto, antara lain karena berani membatasi peredaran kupon lotre SDSB (Sumbangan Dermawan Sosial Berhadiah). Sebagai Menko Kesra, ia tolak semua bantuan yang berasal dari dana SDSB. Tapi, kenapa ia bisa tetap dekat dengan Soeharto?

Di kalangan pecinta sepak bola Indonesia, Azwar dihormati dan dicintai. Saat menjadi Ketua PSSI ia tidak ragu memecat seorang wasit seumur hidup gara-gara terbukti ikut membudayakan suap. Ia memilih mengundurkan diri sebagai Ketua Umum PSSI gara-gara persitiwa skandal “sepak bola gajah” di Chiangmai, Thailand.

Sebagai anggota DPA (1998-2000) ia pun memilih mengundurkan diri karena tak dapat mengikuti pola pikir dan kebijakan Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) yang kadang tiba-tiba berubah 180 derajat. Azwar bukan tipe pemimpin yang hanya bisa menuntut, tapi pemimpin yang juga konsisten memberi contoh mewujudkan nilai-nilai moral yang diyakini.

Dan, jangan lupa, Azwar yang sarjana ilmu kimia dan tentara berpangkat letnan jenderal purnawirawan juga pernha meraih prestasi lain, terpilih sebagai pria Indonesia berbusana terbaik.

Amboi! Rancak bana!

4. Great Spirit, Grand Strategy

Buku ini ditulis oleh Pak Arief Yahya, Menteri Pariwisata. Sebelum menjadi menteri, ia menjabat sebagai CEO PT Telkom. Saat itu ia pernah mendapatkan penghargaan The Best CEO BUMN dari Menteri BUMN, Dahlan Iskan. Pak Arif membagikan pengalamannya tentang corporate philosoy, leadership architecture,dan corporate culture for sustainable growth.Tiga elemen yang merupakan senjata pamungkas bagi pemimpin dalam membawa organisasi berlayar menuju sukses jangka panjang, puluhan bahkan ratusan tahun.

Dibelakang buku ini dituliskan.

Buku ini menawarkan sebuah perspektif baru dan orisinil menenai rahasia sukes organisasi untuk sukses berkesinambungan melalui keseimbangn dan kekuatan harmoni Spirit-Strategy. Keseimbangan tersebut dimungkinkan oleh adanya peran sentral dari para Pemimpin Paripurna yang memiliki kemampuan olah ruh, olah rasa, olah rasio, olah raga (4R) dan olah karsa yang soli dan seimbang.

5. Reformasi Perkotaan

Buku ini ditulis oleh Prof. Ir. Eko Boediharjo, M.Sc., seorang guru besar Arsitektur dan Perkotaan Universitas Dipenogoro. Saya tertarik ingin membaca buku ini karena pertama saya memang tertarik bacaan yang terkait lingkungan hidup. Kemudian dibagian belakang buku ini juga memberikan pengantar yang menarik untuk saya ingin membaca keseluruhan isi bukunya.

Boleh jadi cities of tomorrow di Indonesia suatu saat nanti justru akan betul-betul menjadi cities of sorrow yang menyengsarakan anak-cucu kita. Ada yang meramalkan, kota-kota besar saat ini kelak bakal lebih mirip human zoo.

Potret buram kota-kota Indonesia di era reformasi dan gagasan penanggulangannya. Aneka masalah perkotaan yang laten dan nyaris universal diurai dengan gaya menawan. Ada metropolis yang dipelesetkan menjadi ‘miseropolis’ atau ‘metropolitics’; sementara megapolis dikecam sebagai ‘megapolost’.

Menurut Prof. Eko Budiharjo, seharusnya kota-kota kita dapat benar-bernar berfungsi sebagai magnet harapan kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan; bukan jadi sumber malapetakan dan penderitaan warganya.

6. Perempuan Menyulam Bumi

Masih buku tentang lingkungan hidup. Buku ini menceritakan tentang rekam jejak lima tahun Gerakan Perempuan Tanam dan Pelihara. Gerakan ini merupakan bentuk kepedulian perempuan terhadap lingkungan.

Perempuan menyulam bumi dimaknai dengan menanam dan memlihara tanaman untuk memperindah kembali bumi yang telah gersang. Bila ada pohon yang mati, harus disulan hingga diperoleh pepohonan yang terperilhara, kokoh, menyegarkan, meneduhkan dan memperindah bumi.

7. Melihat Indonesia dari Sepeda

Buku ini menarik bagi saya karena saya termasuk orang yang suka bersepeda. Walaupun sekarang sudah tidak, karena sepedanya sudah rusak. Dulu semasa SMA, saya pergi dan pulang sekolah naik sepeda. Main ke rumah teman bahkan ke Mall pun saya naik sepeda. Alat transportasi ini selain sehat dan tidak menghasilkan polusi, yang utama bagi saya saat itu adalah irit. Uang untuk naik angkot, bisa saya tabung dan dibelikan hal yang lain.

Menarik ketika membaca belakang buku ini, ternyata proses penemuan sepeda diinisiasi oleh letusan dahsyat Gunung Tambora di Nusa Tenggara.

Pada awal kedatangannya ke Nusantara, sepeda menjadi medium modernisasi dan identik sebagai tunggangan kaum priyayi. Sepeda kemudian terdesak kendaraan bermotor, dan lekat dengan kalangan kaum susah.

Kini, sepeda meneumkan kembali kelasnya di negeri ini. Berbgai kalangan kembali mulai bangga bergaya dengan sepeda. Ribuan pesepada pun membanjiri ruas-ruas jalan utama di Jakarta dan beberapa kota lain pada car free day atau pada pawai-pawai sepeda. Sebagia pesepeda dengan sengaja juga rutin memilih bersepeda di tengah sesak dan gilanya lalu lintas kota.

Buku ini merekam evolusi sepeda dan penggunaannya di Nusantara sejak zaman Belanda hingga kini, terutama di Pulau Jawa, yang menjadi pelintasan Jelajah Sepeda Kompas dari Surabaya ke Jakarta.

Itulah tujuh buku terbitan Kompas dan GPU yang akan saya baca tahun ini. Bisa jadi nanti akan bertambah. Mumpung masih tanggal 24 April, selamat Hari Buku Sedunia (23 April). Yuk baca buku!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun