Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Gagasan Anda Ingin Diterima, Baca Buku Ini!

13 November 2016   10:18 Diperbarui: 13 November 2016   10:50 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Buy*In (Dokpri)

Pernahkah kamu memiliki rencana yang sangat bagus, namun ditolak oleh teman, tim organisasi, tim bekerja, atau pimpinan? Jika iya, maka jangan berputus asa, semua itu adalah hal wajar. Gagasan kamu ditolak bukan berarti karena ide yang buruk, tetapi bisa jadi karena mereka masih ragu-ragu atau tidak mempercayai rencana tersebut. Bahkan bisa jadi mereka tidak percaya terhadap diri kamu.

Orang lain dapat percaya dengan rencanamu jika mereka yakin bahwa rencana tersebut benar-benar bisa memberikan solusi dan dapat diimplementasikan. Serangan berbagai pertanyaan adalah hal yang wajar dilakukan oleh mereka untuk meyakini gagasan kita.

Di buku Buy In karangan John P Kotter dan Lorne A Whitehead menjelaskan beberapa pertanyaan dan kekhawatiran yang biasa dilontarkan oleh orang lain atau tim yang bekerja sama dengan kita. Ada orang-orang yang percaya dengan rencana kita namun masih ada keraguan. Ada pula orang-orang yang sama sekali meremehkan rencana kita.

Dalam buku tersebut dijelaskan kurang lebih ada 24 pertanyaan yang biasa diajukan kepada penggagas rencana. Namun jika dirangkum ada 4 alasan utama dari kesemua pertanyaan tersebut.

Pertama yaitu pertanyaan yang menimbulkan rasa takut. Misalkan saat kita punya rencana menikah, lalu bilang ke orang tua, “Ayah, Ibu, saya ingin menikah.” Lalu kedua orang tua anda mengatakan “Pekerjaan kamu aja belum jelas, masak sudah mau menikah. Anak orang mau kamu kasih makan apa? Kamu mau, keluarga kamu kelaparan! Setelah itu isri kamu menuntut cerai karena kamu tidak bisa menafkahi keluarga. Kamu mau hal itu terjadi? Kalau itu sampai terjadi, keluarga yang malu, bukan hanya kamu.” Jeng jeng... Akhirnya anda takut menikah, menunggu hingga mempunyai pekerjaan yang tetap.

Kedua, pertanyaan yang membuat rencana anda mati karena anda harus menunda. Akhirnya setelah berjuang melamar ke berbagai perusahaan, kamu mempunyai pekerjaan yang tetap. Kemudian kamu mengajukan hal itu kembali kepada kedua orang tua. “Ayah, Ibu, saya ingin menikah.” Lalu kedua orang tua kamu mengatakan “Kayaknya sekarang bukan waktu yang tepat untuk kamu menikah. Tunggu adikmu sampai lulus kuliah ya. Bantu ayah dan ibu dulu membiayai adikmu kuliah. Nanti kalau kamu sudah berkeluarga, keperluanmu pasti banyak. Kami khawatir tidak ada yang membantu biaya adikmu kuliah.” Akhirnya anda menunda hingga adikmu lulus kuliah. Seharusnya tiga tahun lagi selesai, eh ternyata molor sampai lima tahun. Tapi masih alhamdulillah, karena adikmu lulus juga. Walaupun umurmu sudah masuk kepala tiga.

Serangan ketiga membuat kamu bingung. Adik sudah lulus kuliah dan kamu mengajukan menikah kembali, orang tua pun mengiyakan. Namun mereka mengatakan “Bisakah kamu menunda setahun atau dua tahun lagi? Kakakmu yang perempuan, kemarin dilamar oleh orang. Lagipula kamu belum pernah menjelaskan calonmu siapa kan? Apakah dia orang yang baik dan dari keluarga yang baik? Sukunya dari mana? Bantu biaya pernikahan kakakmu dulu ya. Kamu bisa terima ini kan?”

Serangan keempat, adanya pembunuhan karakter terhadap kamu. Kakak perempuanmu telah menikah. Orang tua juga telah mengizinkanmu. Sekarang saatnya mendatangai calon mertua. Pertemuan pertama biasanya berjalan menegangkan. Apalagi kata teman-teman calon anda, sang camer termasuk orang tua yang galak dan posesif.

Berlontar-lontar pertanyaan diajukan “Siapa nama kamu? Dimana rumahmu? Apa pendidikanmu? Apa pekerjaanmu? Dan seterusnya.”

Karena camer ini orang yang berpendidikan dan berpenghasilan tinggi. Alhasil, kamu mendapat berbagai serangan dari camer. “Apa, kamu hanya seorang karyawan rendahan? Penghasilan kamu dibawah UMR. Bagaimana anda bisa menafkahi anak dan cucu saya? Apalagi kamu hanya lulusan SMA. Anak saya ini bentar lagi mau dapat gelar master? Sudah, lebik baik kamu pulang saja kerumah, cari perempuans lain. Kamu tidak pantas dengan anak saya.” Jeng jeng... kalau di mortal kombat ini namanya fatality.

Ilustrasi diatas hanyalah contoh dari saya pribadi dalam memahami isi buku Buy In. Lalu apa yang kamu lakukan jika menghadapi serangan pertanyaan seperti itu? Penulis memberikan tips merespon berbagai pertanyaan.

Respon sederhana bisa mengalahkan kebingungan dan penundaan. Keterusterangan melemahkan pembunuhan karakter. Sebaliknya, rasa hormat kepada semua orang justru mempercepat rasa hormat orang kepada kamu dan gagasan kamu (Halaman 17).

Buku yang saya dapatkan ini cukup murah, hanya 10.000 rupiah. Namun cukup menarik untuk dikaji isinya dan dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari, entah itu dalam pekerjaan ataupun hidup bermasyarakat.

Data Buku

Judul Buku: buy*in

Pengarang: John P. Kotter dan Lorne A. Whitehead

Penerjemah: Rahmawati Rusli

Penerbit: Elex Media Komputindo

Tahun Terbit: 2010

ISBN: 978-602-02-0242-6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun