Mohon tunggu...
Yogi Setiawan
Yogi Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Aku adalah

Pemuda yang penuh semangat, senang berbagi dan pantang menyerah. Mulai menulis karena sadar akan ingatan yang terbatas. Terus menulis karena sadar saya bukan anak raja, peterpan ataupun dewa 19.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Manusia Laut

14 April 2016   12:41 Diperbarui: 14 April 2016   13:13 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Patung manusia di bawah laut, di Taman Nasional Isla Mujeres, Meksiko (sumber:detik.com)"][/caption]Di dalam lautan.

Aku bertamu dan bertanya nasib kawanku.

Aku tanya kabarnya.

 

Manusia laut. Bagaimana nasibmu sekarang?

Kami terusir dan tak dapat tempat.

Dipindahkan paksa dan dibiarkan begitu saja.

 

Lalu bagaimana hidupmu sekarang?

Tak enak makan, tidur dan ngopi.

Tak ada lagi ikan.

Tak ada lagi jaring.

Tempat tidurnya, tak senyaman pasir tepi pantai.

Kopinya pun tak seenak kopi laut.

Penuh ampas  dan sedikit air.

Rasa hambar dan tak segar.

 

Manusia laut. Apa inginmu?

Kami ini, biasa terombang-ambing dalam ombak samudra. Biasa melawan badai.

Namun kini, kami tertindas oleh batu daratan. Aspal hitam panas, yang dikirim langsung dari langit.

Kami protes kepada manusia darat. Namun apa kata manusia darat?

Kalau kau berani. Lawan saja manusia langit.

Kami panggil manusia langit. Namun tak ada satupun yang berani turun.

 

Kau tahu, mereka ingin memperbaiki keadaan?

Bulsit! Turun dari langit saja tak berani.

Apalagi menyelam di dalam lautan.

Mereka tak kenal ikan, apalagi berkawan.

Mereka tak sayang karang dan sukanya mengarang. 

Ada udang dibalik karang.

 

Lalu apa maumu?

Kami ini juga manusia. Hanya beda kehidupan. 

Apakah karena kami manusia laut? Manusia rendahan.

Yang letaknya tak setinggi langit. Bahkan lebih rendah dari daratan.

Kami akan terus bertahan dan lebih baik mati bersama ikan-ikan.

Dari pada harus dikubur, di tanah buatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun