[caption caption="Air di Instalasi Pengolahan Air (IPA) PALYJA bisa diminum langsung tanpa proses pemasakan. Namun ketentuan ini tidak berlaku bagi pelanggan Palyja, karena pipa yang menyalurkan air ke tempat warga sudah berumur tua yang dimungkinkan ada zat korosif ataupun zat-zat lain (foto: dokpri)."][/caption]
Â
Senin (21/4) kami 30 kompasioner berkesempatan mengunjungi Instalasi Pengolahan Air (IPA) 1 PALYJA Pejompongan. PT PAM Lyonnaise Jaya (PALYJA) merupakan operator dan distibutor air bersih untuk wilayah barat Jakarta. Untuk bagian timur Jakarta di operasikan oleh PT Aetra. Ada yang menarik selama kunjungan disana yaitu tentang teknologi PALYJA dalam pengolahan air. Apa saja teknologinya, yuk simak.
Teknologi Kontrol dan MonitoringÂ
Distribution Monitoring Control Center
Saat memasuki gedung IPA 1 PALYJA, kita akan langsung melihat ada sebuah ruangan yang membundar mempunyai diameter sekitar 3-4 m. Ruangan ini bernama Distribution Monitoring Control Center (DMCC). Teknologi DMCC ini merupakan teknologi pertama di Indonesia. DMCC bekerja 24 jam memonitor debit dan tekanan air dari proses produksi sampai ke jaringan (pipa primer). Jumlah air baku yang masuk ke instalansi dan suplai air baku yang didistibusikan dapat dilihat secara 24 jam. Indikasi adanya kebocoran di jaringan dapat juga terlihat dengan adanya perubahan tekanan yang terlihat di monitor.
[caption caption="Para kompasioner yang sedang sibuk mencatat dan bertanya mengenai DMCC (foto: dokpri)."]
Teknologi Deteksi Kebocoran
Kebocoran bisa terjadi pada pipa distribusi, pada tangki-tangki penyimpanan perusahaan air minum, di sambungan pipa pelanggan hingga titik pemanfaatan oleh pelanggan. Untuk mengetahui kebocoran yang terjadi sesegera mungkin dibutuhkan teknologi. PALYJA menggunakan tiga metode pemanfaatan teknologi pendeteksi kebocoran.Â
1. Metode Gas Helium
Prinsip kerjanya adalah helium diinjeksikan ke dalam pipa dan ikut mengalir bersama air. Kemudian air akan keluar dari bagian pipa yang bocor dan membawa serta helium. Pada tekanan atmosfir, helium akan terpisah dari air dan akan tetap ada di dalam tanah hingga 4 hari. Untuk mengetahui letak pipa yang bocor, helium yang di dalam tanah, dideteksi dengan detektor gas helium. Kelebihan metode ini adalah dapat digunakan pada saluran air yang bertekanan rendah. Metode ini ditemukan oleh orang Indonesia yaitu Pak Bahdier Johan dan beliau mendapatkan penghargaan dari Perusahaan Suez. Teknik ini juga telah digunakan di Prancis, Timur Tengah, Asia Tenggara, Amerika Tengah, dan India.