Kondisi pantai di sepanjang kawasan Sukawati sudah sangat kritis.
Untuk direnungkan. Kawasan pantai di daerah Sukawati, Gianyar-Bali sudah bisa dibilang habis sebagai dampak reklamasi pulau Serangan beberapa decade lalu. Mulai dari daerah Ketewel, Manyar, Pabean, Rangkan sampai pantai Purnama kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Kalau mau jujur abrasi juga menelan daerah Saba, Keramas, Masceti, Lebih bahkan sampai ke daerah Klungkung mencakup pantai Watu Klotok. Di beberapa bagian pantai Sukawati sebenarnya sudah dilindungi dengan tumpukan batu-batu besar yang cukup membantu menahan gempuran gelombang. Namun disatu sisi juga tidak menguntungkan bagi pengunjung karena merusak pemandangan dan susah untuk berenang karena ombak yang langsung membentur tumpukan batu. Terlebih kalau membahas habitat penyu yang sudah tidak punya tempat lagi untuk bersarang.
Daerah yang medapat dampak paling keras adalah pantai Pabean. Kawasan ini bukan hanya kehilangan daerah pantai yang dulu bisa digunakan untuk bermain sepak bola oleh para pengunjung karena luasnya, tetapi juga abrasi sudah sampai menelan lahan warga. Sehingga kini banyak warga di kawasan ini hanya memiliki sertifkat tanah saja dimana lahan sudah berubah menjadi lautan lepas. Warga juga sudah kehilangan satu pura yang baru saja selesai direnovasi menggunakan batu Karangasem, dan habis dibawa ombak. Beberapa villa yang dulunya dibangun jauh dari bibir pantai kini juga sudah menjadi benteng pertahanan, langsung menahan gempuran ombak. Sangat menyedihkan dan sangat ironis memang menyaksikan pantai seperti ini dimana mestinya menjadi tempat melepas kepenatan.
Salah seorang tokoh warga Pabean Bapak Suarna mengatakan, “Kondisi kawasan pantai kami sepanjang 1,4 km sudah berada pada zona merah dan laut sudah masuk mengambil daerah persawahan warga sepanjang 150 meter kedalam. Sementara bantuan dari pihak berwenang tidak kunjung tiba. Ingin rasanya saya mengundang mereka yang terkait dengan urusan ini untuk berjalan-jalan menyusuri pantai agar merasakan langsung bagaimana kondisi kami sesungguhnya. Namun apa daya, kami hanyalah rakyat kecil yang hanya mampu berdoa dan berharap.” Kalau dibayangkan hari-hari kedepan, alangkah mengerikan kalau keadaan ini tidak dicarikan solusi sesegera mungkin. Apalagi kalau reklamasi teluk Benoa direalisasikan ditambah kenaikan air laut akibat pemanasan global. *BBM-RM*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H