KEMATIANMU
Yang kau harap kesejukan
dari embun pagi yang bertebaran
namun yang datang mafia jalanan
dengan makian dan ancaman
Senja kian memerah
kaki terlanjur melangkah
mundur pun tak mengubah sejarah
tenangnya telaga kini ternoda darah
Kematianmu ....
Telah menoreh luka....
bagi ikatan yang ternoda
bagi sumpah yang tercela
juga bagiku sang pembagi cerita
ANCAMAN
Benih itu bukan ancaman
yang memaksamu melepas harapan
merebut penghargaan yang tertanam
Bukan perlawanan, sungguh...
hanya kegembiraan dalam riuh
Berkarya dalam kesederhanaan
bukan abadi dengan keserakahan
Tunas itu menyemai asa
kau memberi andil dalam raganya
Jangan kau sangka akan diserang,
karena ini bukan medan perang
HARAPAN DI MUSIM KEMARAU
Semilir angin menuntun sang surya
kembali terbenam dalam peraduannya
panasnya tertinggal bersama kidung berkumandang
hujan masih enggan menyapa pertiwi
pengap keringat lekat menempel pori-pori
barisan debu berkejaran menyesaki paru-paru
air yang tetesannya jadi buluh perindu
segumpal mendung teriring nyanyian cerah
harapan anugerah diatas tanah yang merekah
MOHON PERTOLONGANMU
Ingin kupastikan lagi
pesan yang kutitip lewat merpati
kuteriakkan di langit tertinggi
kumohon pertolonganmu
dalam perih membias pilu
bergetar isak bahasa kalbu
kilat tajam goresan sembilu
Perahu kecil melambai dihantam badai
sesak riak menggapai pantai
lemparkan jangkarmu untuk hari ini
agar kubisa tetap tegak berdiri
MENAPAK SENJA
Senja belum beranjak sempurna
Sejumput asa masih tersisa
Bertahan dengan harapan yang sia-sia
Hari ini semua rasa kan binasa
Serpihan hati masih teronggok pedih
Desiran angin pun menambah perih
Biarkan saja nyanyian sunyi yang menambah pilu
Abaikan saja mulut yang diam membisu..... membatu
Bukankah karma tidak perlu menunggu waktu?
Sudah saatnya menutup lembaran
Melangkah menapak senja dalam keremangan
Tenggelam bersama kenangan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H