Mohon tunggu...
Wayan Edwin
Wayan Edwin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pendidikan sebagai Alat Perlawanan terhadap Kekuasaan yang Menindas

7 Desember 2024   07:00 Diperbarui: 7 Desember 2024   07:04 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Pendidikan merupakan salah satu elemen fundamental dalam pembentukan masyarakat yang beradab dan maju. Namun, lebih dari sekadar alat untuk mentransfer pengetahuan, pendidikan juga memiliki peran yang jauh lebih dalam dalam konteks perlawanan terhadap kekuasaan. 

Sejarah telah menunjukkan bahwa pendidikan dapat menjadi senjata ampuh dalam menghadapi kekuasaan yang menindas, baik itu dalam bentuk kolonialisme, otoritarianisme, ataupun tirani lainnya. 

Melalui pendidikan, masyarakat tidak hanya memperoleh keterampilan praktis, tetapi juga dibekali dengan kemampuan untuk berpikir kritis, mempertanyakan ketidakadilan, dan menuntut perubahan. Ulasan kali ini akan mengulas bagaimana pendidikan dapat menjadi alat perlawanan terhadap kekuasaan, baik dalam konteks historis maupun relevansinya di era modern ini.

Pendidikan dalam Konteks Sejarah: Dari Kolonialisme ke Nasionalisme

Pada masa kolonial, kekuasaan penjajah seringkali menggunakan pendidikan sebagai alat untuk memperkokoh dominasi mereka. Di bawah sistem penjajahan, pendidikan bukanlah sarana untuk memberdayakan masyarakat, tetapi justru untuk mengendalikan dan menundukkan rakyat agar tetap berada dalam kendali kolonial. 

Sebagai contoh, pada masa penjajahan Belanda di Indonesia, pendidikan yang diberikan kepada penduduk pribumi terbatas pada keterampilan teknis yang tidak akan mengancam kekuasaan penjajah. 

Sebagian besar pendidikan yang diajarkan lebih berfokus pada kepatuhan terhadap otoritas kolonial dan bukan pada pengembangan kemampuan untuk berpikir kritis atau mengkritik sistem yang ada.

Namun, meskipun pendidikan digunakan untuk tujuan pengendalian, banyak individu dan kelompok yang memanfaatkan pendidikan untuk melawan penjajahan. Salah satu contohnya adalah perjuangan tokoh-tokoh pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara, yang memahami bahwa pendidikan haruslah bersifat membebaskan dan bukan menindas. 

Dewantara, yang mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, memiliki visi bahwa pendidikan harus menjadi sarana untuk menciptakan kebebasan berpikir dan membentuk karakter bangsa yang berdaya saing. Pendidikan yang berbasis pada kebebasan berpikir ini diharapkan dapat menghasilkan individu yang sadar akan hak-haknya dan siap melawan ketidakadilan yang terjadi.

Di banyak negara terjajah lainnya, seperti India yang diperjuangkan oleh Mahatma Gandhi, pendidikan juga menjadi alat untuk membangkitkan kesadaran nasional dan perlawanan terhadap penjajahan Inggris. 

Pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai kebangsaan, kebebasan, dan kemerdekaan dianggap sebagai kekuatan untuk membangkitkan semangat perjuangan bagi kemerdekaan. Dalam hal ini, pendidikan bukan hanya sebagai sarana ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai alat untuk memperkuat identitas bangsa dan menentang penindasan dari pihak luar.

Pendidikan dan Kesadaran Kritis Sebagai Alat Perlawanan

Setelah masa kemerdekaan, tantangan baru muncul dalam bentuk pemerintahan yang represif, otoriter, atau kurang memperhatikan kesejahteraan rakyat. Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, meskipun telah merdeka, kekuasaan seringkali jatuh ke tangan pemerintahan yang mengekang kebebasan berbicara, berpikir, dan berekspresi. Oleh karena itu, pendidikan yang mampu membangun kesadaran kritis menjadi sangat penting untuk mengatasi masalah ini.

Pendidikan yang mengajarkan pemikiran kritis dapat membantu individu untuk melihat ketidakadilan, ketimpangan, dan penyalahgunaan kekuasaan yang seringkali tersembunyi di balik kebijakan publik. Pendidikan yang tidak hanya fokus pada aspek teknis dan praktis, tetapi juga memberikan ruang untuk refleksi sosial dan politik, akan mendorong individu untuk tidak menjadi bagian dari sistem yang menindas. 

Di banyak negara dengan pemerintahan otoriter, seperti di bawah rezim Soeharto di Indonesia pada Orde Baru, banyak intelektual, mahasiswa, dan aktivis yang menggunakan pendidikan sebagai cara untuk memobilisasi perlawanan terhadap kebijakan-kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.

Pentingnya pendidikan sebagai alat perlawanan terlihat jelas ketika kita melihat gerakan-gerakan sosial yang muncul di seluruh dunia, baik di dunia Barat maupun di negara-negara berkembang. Gerakan mahasiswa yang menuntut kebebasan, keadilan sosial, dan hak asasi manusia selalu menjadi motor penggerak perubahan sosial dan politik. 

Di Amerika Latin pada 1960-an dan 1970-an, misalnya, pendidikan menjadi bagian dari perjuangan rakyat dalam melawan rezim militer yang menindas. Demikian pula, di negara-negara Timur Tengah seperti Mesir dan Tunisia, pendidikan dan pengetahuan yang berkembang melalui saluran-saluran alternatif (seperti media sosial dan platform pembelajaran daring) telah menjadi kunci untuk membongkar kekuasaan otoriter dan memperjuangkan hak-hak demokrasi.

Pendidikan Sebagai Alat Perlawanan di Era Digital

Di era digital saat ini, pendidikan semakin mudah diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Internet dan media sosial telah mengubah peta pendidikan, memungkinkan siapa saja untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan dari seluruh dunia. Meskipun demikian, dunia digital juga menyajikan tantangan baru dalam hal manipulasi informasi dan kontrol sosial.

Di beberapa negara dengan pemerintahan otoriter, internet digunakan sebagai alat untuk memantau dan mengendalikan perilaku warga negara. Penyensoran informasi, dan pembatasan kebebasan berpendapat semakin menjadi praktik umum dalam banyak sistem pemerintahan. Oleh karena itu, pendidikan di era digital harus mampu membekali individu dengan kemampuan literasi media yang kuat untuk mengidentifikasi informasi yang sahih dan menilai sumber informasi secara kritis.

Pendidikan yang berbasis pada literasi digital dan media sangat penting untuk melawan manipulasi yang dilakukan oleh kekuasaan. Kemampuan untuk menganalisis pesan-pesan politik, memahami narasi yang dibangun oleh pihak yang berkuasa, dan memisahkan fakta dari propaganda menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan untuk menjaga kebebasan berpikir di dunia digital. 

Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan teoritis, tetapi juga tentang bagaimana menggunakan pengetahuan tersebut untuk menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh teknologi informasi.

Pendidikan sebagai Katalisator Perubahan Sosial

Pendidikan juga berperan sebagai katalisator untuk perubahan sosial yang lebih besar. Melalui pendidikan, masyarakat akan lebih mampu mengidentifikasi berbagai bentuk ketidakadilan dan ketimpangan sosial yang ada. Pendidikan yang menanamkan nilai-nilai kebebasan, keadilan, dan solidaritas sosial akan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam perubahan sosial dan politik yang lebih luas.

Pendidikan diharapkan dapat menciptakan individu yang tidak hanya mampu berpikir secara kritis, tetapi juga memiliki empati terhadap sesama dan berani memperjuangkan hak-hak orang lain. 

Dengan pendidikan yang baik, individu dapat lebih mudah mengenali ketidakadilan dalam berbagai bentuknya, baik dalam hal politik, ekonomi, maupun sosial. Sebagai contoh, banyak gerakan pro-demokrasi yang diawali dari pendidikan dan kesadaran kritis yang muncul di kalangan masyarakat terpelajar. Melalui pendidikan, rakyat memperoleh pengetahuan tentang hak-hak mereka dan cara untuk memperjuangkan perubahan secara damai dan terorganisir.

Pendidikan telah terbukti menjadi alat yang ampuh dalam perlawanan terhadap kekuasaan yang tidak adil, baik dalam konteks kolonialisme, otoritarianisme, maupun tirani lainnya. Dalam sejarah, banyak contoh di mana pendidikan telah memainkan peran penting dalam membangkitkan kesadaran kritis masyarakat dan memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan. 

Melalui pendidikan, individu tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga dibekali dengan kemampuan untuk melihat ketidakadilan dan menuntut perubahan.

Di era digital ini, tantangan baru muncul, namun potensi pendidikan sebagai alat perlawanan tetap relevan. Oleh karena itu, kita harus terus berupaya untuk menciptakan sistem pendidikan yang dapat membangun kesadaran sosial, literasi media, dan kemampuan berpikir kritis. 

Dengan demikian, pendidikan akan terus menjadi sarana untuk memperjuangkan keadilan, kebebasan, dan perubahan sosial yang lebih baik. Pendidikan yang membebaskan akan selalu menjadi senjata ampuh dalam melawan kekuasaan yang menindas. Demikian uraian singkat dari saya kiranya bermanfaat bagi kita semua.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun