Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan RUU Pilkada menjadi Undang-Undang, Kamis (26/9/2014) malam. Peresmian itu dilakukan setelah melalui 'drama politik' yang panjang, dengan ujung voting yang dimenangkan kubu Pro Pilkada DPRD.
Memang, salah satu poin jika UU Pilkada ini diterapkan adalah perubahan pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dari pemilihan langsung oleh rakyat menjadi pemilihan oleh anggota DPRD.
Kondisi ini bisa dibilang adalah drama pembajakan hak asasi bidang sosial politik rakyat Indonesia. Sebab, hak untuk memilih dan dipilih merupakan hak asasi rakyat Indonesia. Maka bisa dipastikan UU Pilkada baru ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan layak di gugat ke Mahkamah Konstitusi.
Walau demikian, proses 'akrobatik politik' di 'Rumah Rakyat Senayan' itu bisa menjadi cerminan, partai mana yang benar-benar memperjuangkan aspirasi rakyat. Jadi, rakyat harus mencatat, dan mengingat aksi pembajakan hak rakyat.
Rasanya, parpol-parpol dan politisi yang membajak hak rakyat ini, tidak layak diberikan kepercayaan untuk mewakili rakyat pada pemilu lima tahun mendatang. Sudah saatnya rakyat sebagai pemegang saham Republik ini untuk berpikir kritis, dan tidak asal-asalan memilih wakil yang akan menerima limpahan kekuasaan legislatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H