KENDARI - Kuasa Hukum PT. Gema Kreasi Perdana (PT. GKP) Brigjen Polisi (Pur) Dr. Parasian Simanungkalit SH.MH. Advokat dan juga Ketua Umum DPN Gepenta, bersama tim H. Supono, SH, MH., H. Abdul Razak Naba, SH, MH., dan Muamar Lasipa, SH, MH. turut mengikuti Sidang Gugatan 30 orang Masyarakat Wawonii yang menunjuk Kuasa Hukumnya Prof Denny Indrayana SH. LLM. P.Hd, Cs. Bersidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.
Dalam gugatan Masyarakat Wawonii yang kuasa hukumnya Prof Denny Indrayana, menggugat Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (SPMPTSP) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) sebagai Tergugat.
Memohon kepada PTUN Kendari agar Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. GKP dicabut, yang telah mendapat izin Kuasa Pertambangan bulan Januari tahun 2007 dari Bupati Konawe pada waktu itu sebelum ada pemekaran terbentuknya Kabupaten Wawonii Kepulauan.
Menurut Dr Parasian Simanungkalit SH.MH. Kuasa Hukum PT GKP, bahwa izin perpanjangan IUP yang dikeluarkan oleh Kepala DPMPTSP Sultra sudah benar dan berdasar hukum. Karena penggugat berlandaskan UU no 27 Tahun 2007 Junto UU no. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (UUPWP3K).
Dengan adanya Omnibuslaw dibuatlah perpendekan pengurusan Ijin dalam satu atap, sehingga tadinya izin dari beberapa Instansi menjadi disatukan dalam satu kantor disebut DPMPTSP. Izin Usaha Pertambangan PT. GKP telah terbit sebelum UU no. 7 Tahun 2007 tentang PWP3K terbit. Maka Pulau Wawonii pada waktu itu masih dalam wilayah Kabupaten Konawe. Sehingga bukan wilayah pesisir dan Pulau Pulau Kecil pada waktu itu.
Oleh karena itu penggugat lupa akan Pasal 28I ayat 1 UUD 1945 bahwa Undang Undang tidak boleh berlaku surut. Ini artinya bahwa kalau sudah ada Ijin Usaha Pertambangan terbit sebelum UU yang mengatur kemudian, seperti UU PWP3K, tidaklah dapat membatalkan IUP yang sudah terbit sebelum Undang Undang itu terbit.
Oleh karenanya Pemerintah hanya dapat melanjutkan atau memperpanjang Ijin Usaha Pertambangan milik PT. GKP yang sudah ada, tidak menghentikan atau mencabut Ijin Perusahaan Pertambangan yang telah beroperasi dan berhasil usaha pertambangannya.
Karena Bumi dan air dikuasai sepenuhnya oleh Negara dan dimanfaatkan sebesar besar kepentingan rakyat.
Kalau dihentikan Ijin Usaha Pertambangan berapa besar kerugian Negara dan Perusahaan. Lebih lebih lagi berapa banyak Karyawan yang menjadi pengangguran dan bagaimana nasib keluarga Karyawan.
Para penggugat 1 sampai 30 tidaklah pihak yang dirugikan oleh PT GKP, seperti contoh Ada seorang ibu yang punya anak 3 orang mencantumkan tanahnya masing2 mempunyai 8.000 an M2, tanahnya, padahal yang punya tanah atas nama ibunya, anaknya yang 3 orang tidak ada tanahnya 8.000an M2. Kita harapkan Majelis Hakim TUN Kendari dapat mendalami dan menilai legal standing para penggugat.
Dengan kehadiran PT GKP di Wawonii maka pendapatan Negara bertambah, Negara membutuhkan biaya besar untuk pembangunan Bangsa dan Negara untuk mendekatkan diri kepada masyarakat adil dan makmur, tambah Parasian Simanungkalit.
Demikian juga PAD atau Pendapatan Daerah akan meningkat bertambah, serta ekonomi rakyat sekitar tambang meningkat dengan adanya Warung bertambah banyak tempat belanja karyawan, petani sayur bertambah untuk di jual ke Perusahaan, Nelayan menangkap ikan ada tempat jual ke Perusahaan untuk bahan makanan pokok tiap hari.
"Yang menggelikan saya, bahwa ada dalam gugatan membuat kalimat yang mengintimidasi dan menakut nakuti Majelis Hakim, yang menyatakan bahwa Pulau Wawonii adalah tempat pengungsian dan pelarian anggota DII dan TII, pada waktu yang lalu maksudnya kita tau pasukan dari Pemberontak Kartosuwiryo dan Kahar Muzakar.
Peristiwa itu telah lama dan masa awal Kemerdekaan dan itu sudah berlalu jangan dikaitkan dalam perkara gugatan ini. Konotasi kalimat ini bisa diartikan dimasukkan dalam gugatan kalau Majelis Hakim membacanya, merasa takut kalau menolak gugatan itu, kalau ditolak gugatan maka seolah olah akan ada pemberontakan atau perlakuan Anarkis oleh para penggugat kepada Majelis Hakim TUN. Hal ini perlu di atensi oleh Majelis Hakim TUN untuk mengabaikannya," tegas Dr Parasian.
Parasian bilang, pihaknya tidak percaya akan hal ini dan wajib dibantah. Bahwa masyarakat pulau Wawonii menganut adat yang berhati baik dan berbudaya luhur Pancasila. Jangan penggugat yang terdaftar 30 orang dan kuasa Hukumnya Prof Denny Indrayana mantan Wamenkumham yang lalu, mengintimidasi dan mengancam seperti itu tidak tepat ditimbulkan dalam gugatan ke Pengadilan. Sejatinya dalam menegakkan hukum janganlah ada ancaman tersembunyi dalam gugatan.
"Oleh karena itu saya selaku kuasa hukum PT GKP agar Majelis Hakim yang mengadili perkara ini jangan takut menolak gugatan penggugat," terang Dr. Parasian Simanungkalit SH.MH Rabu sore (21/9/2022) usai Sidang di PTUN Kendari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H