kawasan hutan lindung di Kecamatan Wawonii Tenggara, Kabupaten Konawe Kepulauan (Konkep).
Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara (Dishut Sultra), menggelar sosialisasi tentang pengawasan dan pemanfaatanDalam kegiatan itu dihadiri oleh Camat Wawonii Tenggara, Kepala Desa Sukarelajaya dan warga setempat.
Pada sosialisasi tersebut, warga diberi pemahamanan terkait Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Pejabat Dishut Sultra, Alimudin mengatakan barang siapa saja yang melakukan kegiatan di wilayah kehutanan yang bukan peruntukkannya, maka diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda paling banyak tujuh miliar.
"Menurut ketentuan dalam undang-undang tersebut, tidak hanya yang melakukan kegiatan perambahan hutan yang bukan peruntukkannya yang akan dikenakan sanksi, tetapi yang juga membeli hasilnya, yang melindungi aktivitas kegiatan perambahan hutan, semuanya akan dikenakan sanksi," ujar Alimudin.
Alimudin menjelaskan, masyarakat yang melakukan kegiatan di kawasan hutan lebih dari dua puluh tahun, akan dibantu untuk mendapatkan sertifikat melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Sedangkan yang mengolah kawasan hutan kurang dari 20 tahun, dapat mengajukan perhutanan sosial melalui pemerintah setempat. Hanya saja untuk perhutanan sosial, tidak bisa dilakukan perorangan, tetapi harus melalui kelompok. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan.
"Untuk institusi seperti Pemerintah Daerah BUMN/BUMD atau lembaga swasta yang akan melakukan kegiatan di kawasan hutan, harus mengajukan IPPKH. Untuk bisa mendapatkan IPPKH, maka ada kewajiban yang harus dipenuhi oleh istitusi atau lembaga tersebut. Misalnya, harus membayar PNBP setiap tahun, membayar PSDH-DR (Provisi Sumber Daya Hutan-Dana Reboisasi), dan ada juga yang harus menyetor dana jaminan reklamasi," jelasnya.
"Bagi institusi atau perusahaan yang telah mendapatkan IPPKH, Â maka dia menjadi perpanjangan tangan atau mewakili pemerintah (Dinas Kehutanan-red) mengelola kawasan hutan di dalam wilayah IPPKH tersebut. Dan aktivitas mereka ini tidak boleh dihalangi. Jika ada yang menghalangi aktivitas di wilayah IPPKH, maka akan dikenakan pidana," tambah Alimudin.
Sementara status pertambangan yagn dilakukan oleh PT Gema Kreasi Perdana (GKP), pihak Dishut Sultra menyebut telah mengantongi IPPKH dan juga rutin membayar PNBP setiap tahun, serta membayar PSDH-DR sebelum melakukan penebangan kayu.
Melalui sosialisasi ini, ia berharap masyarakat paham dan tidak lagi melakukan kegiatan di wilayah kawasan hutan, karena kalau itu tetap dilakukan, maka dianggap telah melakukan penyerobotan kawasan dan akan dikenakan pidana.
"Kita juga tidak mau masyarakat melakukan pelanggaran hukum karena ketidaktahuan mereka. Kita berharap, dengan sosialisasi ini mereka paham dan jika mereka mau melakukan kegiatan apapun di kawasan hutan, berkebun dan sebagainya, bisa melalui pemerintah setempat, desa atau kecamatan," tutup Alimudin.
Diwawancara terpisah, Kepala Desa Sukarela Jaya, Samaga mengaku sosialisasi IPPKH yang disampaikan oleh Dishut Sultra sangat bermanfaat untuk menambah pengetahuan masyarakat.
"Melalui sosialisasi ini, setidaknya masyarakat dan juga kami sebagai pemerintah desa, sudah mendapatkan gambaran apa yang harus kami lakukan ketika akan melakukan kegiatan di wilayah kawasan hutan," ucap Samaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H