Mohon tunggu...
Agustinus Setiawan
Agustinus Setiawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - CEO PT. Viva Wisata Indonesia

https://vivawisata.com/

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Mimpi 20 Juta Wisman dan Buruknya Pelayanan di Bandara

15 Februari 2019   14:04 Diperbarui: 15 Februari 2019   14:05 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Pemerintah saat ini nampak sangat gemar membangun infrastruktur. Mulai dari pembangunan tol Trans Jawa hingga berbagai proyek pembangunan bandara baru maupun pengembangan dari yang sudah tersedia. 

Sebut saja lima bandara baru yang dibangun dengan dana trilyunan dan salah satunya digadang-gadang akan mengalahkan Bandara Changi Singapore. Sebagaimana penulis kutip dari CNBC , berikut lima bandara yang direncanakan tidak kalah "wah" dari bandara Changi:

  • Bandara Kertajati Majalengka
  • Bandara Kulon Progo
  • Bandara Kediri
  • Bandara Bali Utara
  • Pengembangan Bandara Soekarno-Hatta II

Bandara yang disebut paling terakhir inilah yang direncanakan dan akan menjadi bandara yang kapasitasnya akan mengalahkan Bandara Changi. Di tahun 2019 ini Bandara Changi diperkirakan akan memiliki kapasitas 85 juta, namun dengan pengembangan bandara di kawasan Cengkerang ini, 110 juta pertahun akan dapat dilayani jika pembangunan Terminal 4 selesai.

FASILITAS MEGAH YANG TAK TERASA

Dibalik gencarnya pembangunan pembangunan infrastruktur khususnya bandara di berbagai Indonesia, penulis menyoroti bagaimana pembangunan infrastruktur ini masih mengedepankan bagaimana memperbesar kapasitas penumpang tapi abai dengan kualitas kenyamanan yang dialami oleh penumpang itu sendiri.

Penulis sebagai pelaku di bisnis perjalanan wisata (tour and travel), bandara menjadi tempat yang menjadi langganan untuk dikunjungi. Bandara menjadi pintu gerbang kedatangan untuk penulis menjemput tamu baik dari dalam maupun luar negeri, maupun sebagai gerbang keberangkatan saat penulis mendampingi rombongan untuk mengunjungi berbagai tempat di Indonesia maupun dunia. 

Menurut pengalaman penulis, bandara di Indonesia masih jauh dari nyaman bahkan bisa dikatakan tidak bersahabat dengan industri pariwisata. Tengok saja bandara terbesar dan termegah di Indonesia, Bandara Soekarno-Hatta tidak menyediakan lapangan parkir untuk bus pariwisata yang lokasinya dekat dengan terminal kedatangan. 

Alhasil saat sebuah rombongan tour tiba di bandara Soekarno-Hatta -baik dari terminal domestik maupun internasional-, penumpang biasanya harus menunggu 45 sampai 60 menit untuk bus pariwisata datang menjemput dari lahan parkir bus yang lokasinya entah dimana. Hal ini makin diperparah dengan kondisi area tunggu yang panas dan minim fasilitas seperti kursi yang memadai.

Bandara berikutnya yang penulis soroti adalah bandara Husein Sastranagara yang berlokasi di Kota Bandung. Sebagai bandara yang belokasi di salah satu kota terbesar di Indonesia, pelayanan untuk rombongan yang menggunakan bus justru lebih parah lagi. 

Bus pariwisata dalam ukuran apapun sama sekali tidak diijinkan masuk ke area bandara, alhasil tamu/penumpang harus turun dan berjalan kaki dari pintu gerbang bandara sampai ke lokasi terminal dengan jarak yang tidak bisa dikatakan dekat dan tanpa fasilitas pedestrian yang nyaman. 

Bisa dibayangkan para turis dengan koper besar dan seringkali membawa tentengan berisi berbagai oleh-oleh, harus berjalanan kaki membawa seluruh barang miliknya dari gerbang bandara sampai terminal bandara. 

Hal ini tentu berbanding terbalik jika penulis membawa rombongan wisata mengunjungi bandara-bandara di negara-negara lain. Sebut saja di Singapore, Kuala Lumpur, Bangkok, Pattaya bahkan Manila, Hanoi atau Saigon, lokasi parkir bus biasanya terletak kurang dari 50 meter dari pintu kedatangan. Sehingga selepas keluar dari pintu terminal kedatangan, rombongan bisa langsung naik ke atas bus dan memulai perjalanan.

BANDARA SEBAGAI PINTU GERBANG PARIWISATA 

Bandara Soekarno-Hatta dan Husein Sastranegara mungkin hanyalah sebuah contoh namun rasanya bisa menjadi gambaran bagaimana buruknya manajemen dan pelayanan yang diberikan oleh bandara di Indonesia. Hal ini tentu menjadi bertentangan dengan semangat pemerintah untuk mendatangkan 20 juta wisatawan asing di tahun 2019. Pariwisata adalah sebuah industri yang sangat sensitif. 

Pengalaman berwisata tidak dimulai saat wisatawan tiba di hotel atau lokasi wisata. Pengalaman berwisata sesungguhnya sudah dimulai saat wisatawan menjejakkan kaki di bumi pertiwi dan itu adalah bandara sebagai pintu masuk. Bagaimana kita mau mengharapkan untuk wisatawan semakin banyak datang ke Indonesia jika pelayanan di pintu kedatangan saja sudah banyak mengecewakan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun