Penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti dan diluncurkannya program Gerakan Literasi Sekolah (GLS) oleh Ditjen Dikdasmen Kemendikbud, ditujukan untuk meningkatkan keterampilan membaca siswa yang berujung pada kemampuan memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif. Keterampilan ini akan menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi sekolah yang diwujudkan dalam GLS agar peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat. (DIKDASMEN KEMDIKBUD)
SMP Negeri 3 Wates adalah satu dari sekian SMP di Kabupaten Kediri Jawa Timur yang berusaha melaksanakan program GLS. Sekolah yang beralamat di Jalan Kediri Nomor 449 Wonorejo Wates Kediri ini telah melaksanakan kegiatan 15 menit membaca buku nonteks pelajaran sebelum jam pelajaran dimulai sejak semester genap tahun pelajaran 2015/2016. Awalnya kegiatan ini menghadapi kendala, yaitu masih kurangnya sumber bacaan yang tersedia di perpustakaan sekolah yang hanya berjumlah sekitar 500-an buku nonteks pelajaran. Sementara siswa SMPN 3 Wates Kediri secara keseluruhan berjumlah 746 siswa. Namun keterbatasan sumber bacaan tersebut dapat diatasi dengan meminta siswa membawa sumber bacaan dari rumah. Buku yang dibawa peserta didik dari rumah tidak harus milik pribadi. Mereka bisa meminjam buku di perpustakaan umum ataupun taman bacaan yang ada di sekitar tempat tinggal, asalkan buku yang dibawa sesuai dengan tema yang telah ditentukan sekolah. Saat ini, di beberapa desa di Kecamatan Wates, sudah ada perpustakaan yang merupakan bantuan pemerintah. Perpustakaan ini dikelola oleh karang taruna dan warga. Imbasnya, GLS juga berdampak pada hubungan positif antara siswa, sekolah, dan masyarakat. Agar sumber bacaan cukup dan sesuai dengan ketersediaan, sekolah membagi tema atau jenis buku yang dibaca setiap kelas per bulan. Misalnya, pada April ini, kelas VII diminta membaca buku-buku fiksi seperti fabel, novel, petualangan, dan fantasi. Kelas VIII diminta membaca buku tentang teknologi. Sedangkan kelas IX membaca buku-buku nonfiksi seperti biografi, teks prosedur, ensiklopedia, musik, dan olahraga.
Kendala selanjutnya dalam kegiatan 15 menit membaca di SMPN 3 Wates, pada dua minggu pertama, adalah masih adanya sebagian siswa yang masih beraktivitas lain saat kegiatan ini dilaksanakan. Pada pelaksanaan selanjutnya, hal tersebut dapat diatasi dengan meminta setiap siswa membuat jurnal membaca harian. Setiap siswa mencatat hasil kegiatan membacanya di jurnal kegiatan itu. Nama dan kelas masing-masing ditulis dan disertai tabel hasil kegiatan membaca yaitu hari/tanggal, judul buku, jumlah halaman, dan ikhtisar halaman. Supaya mudah dalam pemantauan, sekolah membuat sistem pelaporan jurnal harian membaca dalam jaringan (online) sehingga setelah mencatat secara manual, siswa bisa mengunggah setiap saat jurnal hariannya ke dalam laman pembelajaran dalam jaringan sekolah atau e-learning di laman
http://ujianonline.smpn3wates.sch.id. Dengan begitu sekolah juga mudah memantau dan mengevaluasi kegiatan ini. Selain membuat program jurnal harian kegiatan membaca, sekolah juga melaksanakan kegiatan penyampaian hasil membaca peserta didik tiap satu minggu sekali. Kegiatan ini dilakukan pada jam pengembangan diri tiap Jumat di jam pelajaran pertama dan kedua. Kegiatan yang diampu oleh wali kelas masing-masing ini dikemas sesuai kreativitas wali kelasnya. Ada yang berbentuk diskusi, permainan, presentasi, bahkan ada acara lawakan tunggal atau stand up commedy. Selanjutnya, untuk memotivasi siswa dalam kegiatan membaca, tiap satu bulan sekali, dalam upacara bendera hari Senin, diumumkan duta membaca. Duta membaca dipilih tiap tingkatan kelas berdasarkan penilaian yang telah ditentukan oleh pihak sekolah. Foto dan profil duta membaca di pajang di majalah dinding dan laman sekolah selama satu bulan dengan tajuk ‘Duta Membaca SMPN 3 Wates Bulan Ini’. Harapannya, melalui kegiatan ini, muncul kebanggaan di benak siswa yang telah melaksanakan kegiatan membaca dengan baik. Siswa lain juga akan termotivasi untuk meningkatkan kemampuan membacanya.
Gerakan Literasi Sekolah dengan kegiatan membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit pada awal penerapannya menghadapi beberapa kendala. Namun hal ini dapat diatasi dengan komitmen warga sekolah dan kerja sama dengan masyarakat serta pemerintah. Bila awalnya peserta didik belum menyadari pentingnya membaca, dengan adanya GLS ini, membaca akan menjadi kebutuhannya. Imbasnya, akan bermunculan putra-putri Indonesia sebagai sumberdaya manusia yang unggul, terampil, berbudi pekerti luhur, kreatif, Â berdaya saing, dan karakter mulia. Demikian pengalaman kami dalam Gerakan Literasi Sekolah di SMP Negeri 3 Wates Kediri. Selamat bekerja, selamat belajar, ayo membaca dan kita akan bisa!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Humaniora Selengkapnya