Mohon tunggu...
wawan s
wawan s Mohon Tunggu... Buruh - Belajar menulis

Belajar menulis. Menulis sambil belajar

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Liquid Modernity dalam Strategi Produksi

4 Desember 2021   17:49 Diperbarui: 4 Desember 2021   17:54 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Produksi adalah salah satu kata kunci dalam kehidupan moden. Produksi adalah proses membuat produk, mengolah bahan dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi, atau mengolah bahan dari bahan setengah jadi menjadi produk jadi. Kehidupan modern ini telah memanjakan manusia, yaitu menjamin ketersediaan produk berkualitas dan tahan lama (durabilitas). Ya, optimal dalam kualitas dan durabilitas adalah impian dari kehidupan modern. Impian ini diamini oleh semua pihak, baik produsen maupun konsumen.

Jaman terus berkembang, dan datanglah post modern. Di jaman post modern, semua orang didorong menjadi konsumen. Memang pelayanan terhadap kepuasan konsumen masih tetap diutamakan. Keharmonisan adalah kata kunci post modern. Namun sayangnya, yang harmonis ini hanyalah yang kelihatan dari jauh, alias ilusi optik.

Kini, dia akhir kehidupan post modern, perubahan terjadi secara kontinyu. Yang menjadi persoalan adalah identitas manusia seharusnya merupakan sesuatu yang tetap (fixed). Maka, identitas, yang memerlukan sebuah kesetabilan, menjadi masalah dalam kehidupan yang berubah secara kontinyu. Bagaimana menciptakan kesetabilan dalam kontinyuitas.

Pada jaman modern, identitas merujuk pada diri (persons) dan benda (things). Namun pada jaman yang cair ini identitas terjebak dalam simbol kebendaan (things are symbolic trapings of identities) dan menjadi alat untuk identifikasi. Keberadaan diri telah tersingkir dari khazanah identitas. Akibatnya, identitas akan diukur menggunakan benda yang ia miliki.

Karena sesuatu yang lebih baru dianggap lebih baik dari yang lama, maka perubahan model produk adalah berkaitan dengan status sosial. Artinya, ketika seseorang memiliki suatu produk yang bukan terbaru, yang menurut konsep di atas menyatakan representasi diri dari pemiliknya, ia akan membuat keputusan apakan produk tersebut masih merepresentasikan pemiliknya atau tidak. Jika sudah tidak merepresentasikan pemiliknya, produk tersebut, meski masih bisa digunakan secara optimal, akan diganti dengan produk yang lebih mutakhir. Jadi keputusan untuk memiliki produk baru bukan lagi perkara optimalisasi penggunaan, namun menjadi persoalan identitas.

Akibatnya, yang saat ini dibutuhkan bukanlah produk-produk sempurna yang tahan lama. Karena seberapa bagusnya kualitas suatu produk, jika produk tersebut sudah usang, sudah tidak sesuai dengan trend yang ada, maka produk tersebut tetap dianggap jelek. Sehingga saat ini para produsen membuat produk yang disebut sebagai "disposable product design," produk yang didesain sekali pakai. Jika sudah tidak dipakai, ya di buang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun