Mohon tunggu...
Wawan Pkb
Wawan Pkb Mohon Tunggu... Administrasi - Staf karyawan

https://www.kompasiana.com/wawanpkb7432

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Cerpen | Kadak Waras

29 Juni 2024   16:00 Diperbarui: 29 Juni 2024   16:35 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar expresi konyol(pixabay.com/RyanMcGuire)

Ada sebuah perkampungan yang dikenal dengan nama Desa Sabar Saja, hiduplah sekelompok penduduk yang dikenal akan keunikan dan kekocakan mereka. Di tengah perkampungan, ada warung kopi yang menjadi tempat berkumpulnya para penduduk. Di sinilah berbagai kisah kocak dan anekdot aneh sering kali dimulai.

Pagi hari, ketika matahari baru saja menampakkan wajahnya, Mang Udin, yang memiliki warung kopi, sudah siap dengan cangkir-cangkir kopi panasnya. Satu per satu, penduduk mulai berdatangan. Yang pertama datang adalah Pak Man, si petani yang selalu memakai topi miring, dan diikuti oleh Kang Samin, penjaga kebun yang hobinya memancingi ikan lele di kolam tetangga.

"Kadak waras banar si Jono kemarin!" seru Pak Man, memulai obrolannya.

"Ada apa lagi dengan Jono?" tanya Kang Samin, penasaran. "Belum habis kisahnya yang nyaris memancing ikan di selokan desa?"

"Ini lebih parah! Kemarin si Jono mengaku bisa memanggil hujan hanya berteriak di depan rumahnya," jawab Pak Man sambil tertawa lepas.

"Ah, masa sih?" sela Mang Udin, menyela obrolan sambil membutkan kopi. "Apa yang jono teriakkan?"

"Begini," lanjut Pak Man, menirukan suara Jono yang lantang. "'Hujan, turunlah sekarang atau aku jemput kamu pakai ember merah!'"

Semua yang mendengar tertawa terbahak-bahak, membayangkan Jono dengan ember merah di tangannya, menantang hujan.

"Dia benar-benar kadak waras," tambah Kang Samin. "Tapi justru itu yang bikin Jono unik."

Di tengah canda tawa, tiba-tiba datanglah Jono dengan wajah penuh ceria. "Ada apa kalian tertawa?" tanyanya.

"Ah, Jono! Kami sedang membahas kamu cara memanggil hujan," jawab Mang Udin sambil tersenyum. "Apa kamu benar-benar percaya dengan cara itu?"

Jono mengangguk yakin. "Tentu! Coba saja, kemarin setelah aku teriak, tidak lama kemudian mendung muncul."

"Tapi, Jono, itu karena memang sudah musim hujan," sahut Pak Man, mencoba menyadarkan.

"Ah, itu kebetulan," bantah Jono, tak mau kalah. "Lagipula, kalau memang tidak turun hujan, aku punya cara lain."

"Apa itu?" tanya Kang Samin, penasaran.

"Berdoa "Her Jemeher Sengaja Aku Mandi Air Seembar" sambil berdiri di bawah pohon pisang, katanya bisa manjur," jawab Jono dengan serius, membuat suasana semakin riuh dengan gelak tawa.

Obrolan di warung kopi pun berlanjut dengan kusah-kisah lain yang tak kalah konyol. Dari cerita Pak Man yang kehilangan sandal di sawah karena lupa menaruh, hingga kisah Kang Samin yang pernah memancing sandal jepit milik tetangga. Semua bercampur dalam tawa, menghangatkan pagi di Desa Sabar Saja.

"Kalian semua kadak waras, tapi justru itu yang membuat perkampungan ini istimewa," ujar Mang Udin menutup percakapan, sambil membuatkan kopi terakhir ke cangkir Jono.

Desa Sabar Saja, dengan segala keanehannya, tetap menjadi tempat yang penuh keceriaan dan kehangatan. Dan meski kadang tingkah laku mereka dianggap 'kadak waras', itulah yang membuat mereka menjadi komunitas yang unik dan tak terlupakan.

---

Cerita ini menggambarkan keunikan sebuah perkampungan yang diwarnai dengan humor khas penduduknya, menghadirkan suasana yang ceria dan penuh keakraban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun