Mohon tunggu...
Wawan Pkb
Wawan Pkb Mohon Tunggu... Administrasi - Staf karyawan

https://www.kompasiana.com/wawanpkb7432

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Memilih Jalan Lain: Kisah di Balik Persimpangan Tak Terduga

23 Juni 2024   23:23 Diperbarui: 23 Juni 2024   23:28 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan, keputusan (pixabay.com/PixxlTeufel)

Matahari sore perlahan tenggelam di balik cakrawala, memancarkan sinar keemasan yang menyelimuti desa kecil itu dengan kehangatan yang syahdu. Di tengah suasana damai itu, seorang pemuda bernama Bima berjalan dengan langkah gontai di jalan setapak menuju rumahnya. Hari itu, hatinya dipenuhi kebimbangan yang tak kunjung reda.

Bima baru saja lulus dari sekolah menengah atas, dan seperti teman-temannya yang lain, ia dihadapkan pada pilihan besar dalam hidupnya: melanjutkan kuliah atau bekerja. Kedua orang tuanya berharap ia melanjutkan kuliah dan menjadi orang sukses, sementara Bima sendiri merasa ingin segera bekerja untuk membantu ekonomi keluarganya. Namun, jauh di dalam hatinya, ada keraguan yang terus menggelayuti pikirannya.

Sore itu, dalam perjalanan pulang, Bima memutuskan untuk melewati sebuah jalan setapak yang jarang ia lalui. Jalan itu penuh dengan semak-semak dan pepohonan rindang, seakan menyembunyikan rahasia yang tak pernah tersingkap. Ada sesuatu yang menariknya ke sana, sebuah perasaan bahwa ia akan menemukan jawaban atas kebimbangannya.

Setelah berjalan beberapa lama, Bima tiba di sebuah persimpangan yang aneh. Di hadapannya terbentang dua jalan: satu jalan beraspal mulus menuju kota, dan satu lagi jalan setapak berbatu yang menuju ke hutan. Tanpa berpikir panjang, Bima memilih jalan setapak berbatu itu, merasa bahwa jalur tersebut akan memberinya ketenangan yang ia cari.

Di tengah hutan, Bima menemukan sebuah rumah tua yang tampak seperti tidak berpenghuni. Rasa penasaran membuatnya mendekati rumah itu, dan ketika ia mendekat, ia mendengar suara lembut memanggil namanya. Dengan hati-hati, ia membuka pintu rumah tersebut dan masuk ke dalam.

Di dalam rumah, seorang kakek tua duduk di depan perapian. Wajahnya penuh dengan kedamaian, dan matanya memancarkan kebijaksanaan yang mendalam. Kakek itu memperkenalkan dirinya sebagai Pak Dirga, penjaga hutan yang telah lama tinggal di sana. Mereka berbincang-bincang, dan Bima menceritakan kegelisahan hatinya.


Pak Dirga mendengarkan dengan seksama, kemudian berkata, "Bima, hidup adalah serangkaian pilihan, dan setiap pilihan membawa kita ke jalan yang berbeda. Apa yang penting adalah bukan pilihan mana yang kamu ambil, tetapi bagaimana kamu menjalani pilihan itu dengan penuh keyakinan dan kebijaksanaan."

Bima terdiam, merenungi kata-kata Pak Dirga. Kakek itu melanjutkan, "Lihatlah hutan ini. Setiap pohon, setiap batu, memiliki peran dan tujuan mereka sendiri. Mereka tidak pernah ragu, karena mereka tahu tempat mereka di dunia ini. Begitu pula dengan kamu, Bima. Temukan tempatmu, dan jalani hidupmu dengan sepenuh hati."

Setelah percakapan itu, Bima merasa hatinya lebih ringan. Ia berterima kasih kepada Pak Dirga dan kembali ke desa dengan perasaan tenang. Dalam perjalanan pulang, ia merenungi apa yang baru saja ia alami. Ia menyadari bahwa pilihan apapun yang ia ambil, yang terpenting adalah bagaimana ia menjalani pilihan itu dengan penuh keyakinan.

Keesokan harinya, Bima berbicara dengan kedua orang tuanya. Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah, tetapi juga bertekad untuk bekerja paruh waktu agar bisa membantu keluarganya. Keputusan itu membuat orang tuanya bangga, dan Bima merasa lega karena telah menemukan jalan yang sesuai dengan hatinya.

Waktu berlalu, dan Bima berhasil menyeimbangkan antara kuliah dan pekerjaannya. Ia belajar dengan tekun dan bekerja dengan giat. Setiap kali ia merasa lelah atau ragu, ia mengingat kata-kata Pak Dirga. Jalan yang ia pilih mungkin tidak selalu mudah, tetapi ia tahu bahwa ia berjalan di jalannya sendiri, dengan keyakinan dan keteguhan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun