Mohon tunggu...
Wawan Pkb
Wawan Pkb Mohon Tunggu... Administrasi - Staf karyawan

https://www.kompasiana.com/wawanpkb7432

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Senandung Malam di Bawah Langit Kelam

23 Juni 2024   17:59 Diperbarui: 26 Juni 2024   23:37 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi malam bulan bintang (pixabay.com/Bru-nO)

"Roh gelisah? Kenapa dia gelisah?" tanya Rina dengan rasa ingin tahu.

"Dia adalah roh seorang pemuda yang meninggal di hutan ini bertahun-tahun lalu. Dia mencari sesuatu yang hilang, sesuatu yang sangat berharga baginya," jawab Luna dengan nada sedih.

Rina merasakan kehangatan yang aneh di hatinya. "Apa yang bisa aku lakukan untuk membantumu, Luna?"

Luna menatap Rina dengan pandangan penuh harap. "Jika kamu mau, kamu bisa membantuku mencari tahu apa yang hilang dari roh itu. Mungkin dengan begitu, kita bisa menenangkannya dan dia bisa beristirahat dengan damai."

Rina mengangguk tanpa ragu. "Aku akan membantumu, Luna. Katakan padaku apa yang harus aku lakukan."

Luna tersenyum lembut. "Ikuti aku. Kita akan mencari petunjuk di tempat-tempat yang pernah dikunjungi pemuda itu."

Mereka berjalan menyusuri hutan, melalui jalan setapak yang hanya diketahui oleh Luna. Di setiap tempat yang mereka datangi, Luna akan menyanyi, berharap mendapatkan petunjuk dari roh yang gelisah. Akhirnya, mereka tiba di sebuah pohon besar yang tampak tua dan berakar kuat.

"Di sini," kata Luna, "di sini adalah tempat terakhir pemuda itu terlihat. Mungkin ada sesuatu yang tertinggal."

Rina mendekati pohon itu, memperhatikan setiap detailnya. Tiba-tiba, ia melihat sesuatu yang berkilauan di antara akar pohon. Sebuah kalung dengan liontin berbentuk hati. Rina mengambil kalung itu dengan hati-hati, merasakan energi yang kuat emanasi dari benda tersebut.

"Luna, apakah ini yang dicari oleh roh itu?" tanya Rina.

Luna mengangguk. "Itu adalah milik kekasihnya. Dia meninggal sebelum sempat memberikan kalung itu padanya. Itulah sebabnya dia gelisah dan tidak bisa pergi dengan tenang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun