Mohon tunggu...
Wawan Periawantoro
Wawan Periawantoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Punya usaha kecil-kecilan

Seorang ayah sederhana yang terus berusaha membuat keluarga bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pajak Progresif Nikel Mengancam Keberadaan Hilirisasi

7 November 2022   16:41 Diperbarui: 7 November 2022   16:48 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran pajak progresif nikel yang termaktub dalam PP No. 26/2022 dinilai mengancam keberadaan hilirisasi. Sebab, nantinya produk nikel akan dikenakan pajak jika diekspor ke luar negeri, terutama untuk komoditas olahan nikel dengan bahan baku kurang dari 70%.

Padahal, keberadaan hilirisasi di Indonesia adalah tonggak dari perekonomian, loh. Presiden Jokowi memaparkan, hilirisasi nikel bahkan melejit sampai 2.300% atau sekitar Rp360 triliun pada Oktober 2022. 

Namun sayang, hilirisasi nikel terancam karena keberadaan pajak progresif nikel yang tercantum dalam PP No. 26/2022. Disampaikan oleh Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, ekspor komoditas olahan nikel dengan bahan baku kurang dari 70% akan dikenakan pajak tinggi. Ia juga menambahkan bahwa ekspor bahan baku dengan kadar kurang dari 70% bakal dikenai pajak cukup tinggi agar negara mendapatkan kompensasi atas ekspor bahan baku bijih nikel. 

Dari sisi negara, pajak progresif nikel memang menguntungkan. Namun, dalam berbisnis, pihak pengusaha dan investor akan merasa tertekan dengan adanya pajak progresif nikel ini. Hal ini diamini oleh peneliti, salah satunya Ferdy Hasiman dari Alpha Research Database. 

Menurutnya, kebijakan pajak progresif nikel perlu diimbangi dengan peningkatan kapasitas serap industri lanjutan olahan nikel dalam negeri. Ia menambahkan, kebijakan jadi krusial karena menjadi jaminan program hilirisasi serta tata niaga nikel dalam negeri. Ia berharap pemerintah juga turut mengimbangi dengan meningkatkan kapasitas serap industri lanjutan olahan nikel dalam negeri. Sebab jika tidak ada industri hilir di Indonesia, maka tidak ada yang membeli. 

Pernyataan Ferdy Hasiman diamini juga oleh Rizal Kasli, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia. Ia memaparkan kalau pengenaan pajak ekspor atas hasil pengolahan nikel jika ditetapkan harus dilakukan dengan cermat dan saksama. Selain itu, implementasinya harus hati-hati dengan mempertimbangkan aspek ekonomis, pengembangan iklim investasi di Indonesia serta teknisnya. 

Tak hanya dari sudut pandang dari sisi peneliti, pengusaha yakni Direktur INCO, Bernardus Irmanto, juga melontarkan hal serupa. Ia menerangkan kalau pengenaan pajak progresif nikel ini akan membuat pengusaha menjerit. Terutama perusahaan yang melakukan ekspor produk olahan nikel. Salah satunya PT Vale tidak terkecuali, sebab mereka mengekspor semua produknya ke Jepang. 

Menurut Bernardus, jika tujuan dari pengenaan pajak ini untuk mendorong hilirisasi, mungkin perlu dikaji waktu pelaksanaan dengan ketersedian downstreaming facility di Indonesia.

Selain membuat pengusaha menjerit, pajak progresif nikel menjadikan iklim investasi di sektor hilir menjadi terganggu. Sebab, kebijakan yang bergonta-ganti dari perjanjian bisnis di awal akan mengakibatkan investor meragukan keseriusan Indonesia dalam berbisnis. 

Bukan tidak mungkin nantinya investor besar yang ada di Indonesia akan mangkir karena jengah dengan kebijakan yang terus berganti. Tak hanya realisasi investasi saja yang hilang dari Indonesia, namun juga teknologi dan pengetahuan yang didapatkan dari transfer of knowledge bakal ditarik pula. 

Tak terbayangkan jika nantinya Indonesia benar-benar ditinggalkan oleh investor gegara kebijakan kontroversial, salah satunya pajak progresif nikel. Hilirisasi nikel yang selama ini mendulang realisasi investasi triliunan rupiah dan berhasil menyelamatkan ekonomi Indonesia selama pandemi COVID-19; akankah bakal lenyap begitu saja? Tentu ini akan merugikan ekonomi Indonesia, apalagi resesi global di depan mata. Semoga hal ini tidak terjadi di negaramu, ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun