Mohon tunggu...
Wawan Periawantoro
Wawan Periawantoro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Punya usaha kecil-kecilan

Seorang ayah sederhana yang terus berusaha membuat keluarga bahagia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Hati-hati! Kebijakan Ini Bisa Buat Investor Nikel Kabur dari Indonesia

23 Agustus 2022   14:05 Diperbarui: 23 Agustus 2022   14:09 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi smelter nikel. Sumber foto: thejakartapost.com

Sebagai negara yang sedang menjajaki kesempatan menjadi pemain global melalui sektor industri, Indonesia menjadi destinasi favorit para investor. Banyak sekali yang berlomba-lomba menanamkan modalnya di Indonesia.

 Benar saja, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) baru-baru ini kembali merilis laporan Realisasi Investasi Indonesia yang telah mencapai Rp302,2 triliun di kuartal II/2022. Disebut-sebut, pencapaian ini menjadi rekor selama satu dekade terakhir.

Namun, dibalik gegap gempita pengumuman capaian realisasi investasi yang melonjak tersebut, ada investor yang 'kepayahan' kena' jebakan betmen' di tengah niat tulusnya membantu pertumbuhan sektor ekonomi Indonesia. Investor ini, tak hanya dari domestic direct investment, tetapi juga dari foreign direct investment.

Lantas, hal apa yang membuat para investor merasa terjebak dalam 'jebakan betmen' tersebut?

Para investor ternyata mengeluhkan banyaknya kebijakan kontroversial yang dibuat pemerintah Indonesia. Salah satunya adalah kebijakan pajak progresif untuk ekspor nikel. Kebijakan ini dinilai berat sepihak karena pemerintah tidak melihat secara fundamental bahwa sektor pertambangan berkontribusi dalam pencapaian realisasi investasi Indonesia yang terus bertumbuh.

Katanya, sih, pemerintah punya alasan untuk menerapkan pajak progresif pada ekspor nikel ini. Semua dilakukan demi kelancaran program hilirisasi nikel agar tak hanya berhenti di produk Nickel Pig Iron (NPI) dan Ferronickel (FeNi) serta untuk menjaga cadangan bijih nikel di Tanah Air. 

Hal ini pernah diungkap oleh Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Septian Hario Seto di bulan Januari 2022 silam.

Namun yang terjadi, dalam PP No 26 Tahun 2022, ternyata tak hanya dua produk itu saja yang dikenakan pajak progresif, ada sederet produk olahan nikel lainnya yaitu Nickel Matte, Nickel MHP, Nickel Sulfida, Kobalt Oksida, Logam Krom, Mangan Oksida dan masih banyak lainnya. Hal ini tentu tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh pemerintah di awal tahun, bahwasanya hanya 2 produk nikel saja yang akan dikenakan pajak progresif!

Tak hanya sampai disitu keluhan investor, kebijakan lainnya dari pemerintahan yang turut bikin puyeng mereka adalah meniadakan tax holiday bagi investor baru di sektor smelter NPI dan feronikel di Tanah Air. Jadinya, sudah tidak ada lagi fasilitas bebas pajak untuk beberapa periode tertentu bagi investor yang baru menjajaki penanaman modal di sektor smelter Indonesia. 

Puncaknya, ternyata sederet kebijakan memusingkan tersebut tidak pernah dibahas terlebih dahulu ke pihak pengusaha dan investor. Negara seolah meniadakan sosok yang berperan besar mendatangkan pundi-pundi ke kocek realisasi investasi yang dibangga-banggakan.

Padahal, tanggung jawab investor tak hanya sekadar menggelontorkan modal tok begitu saja. Investor sendiri harus berkutat dengan ketatnya harga penjualan di pasar global. Ibaratnya, bak ditekan dari luar; pasar global dan juga dari dalam; kebijakan kontroversial yang dibuat pemerintah Indonesia. 

Kalau terus-terusan begini, bukan tidak mungkin investor bisa merasa lelah dan memilih hengkang dari Indonesia. Bahkan, setelah hengkang, para investor bisa saja 'cawe-cawe' dengan sesama rekan investornya bahwa betapa tidak menyenangkannya iklim investasi yang ada di Indonesia. 

Para calon investor baru pun yang tadinya tertarik mengembangkan industri di Indonesia bisa merasa ngeri dan ogah untuk menanamkan modal. Ujungnya, hal ini akan berdampak ke penurunan realisasi investasi, neraca perdagangan, PDB, hingga pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Potret investasi di Indonesia sedang terancam? Apakah pertanyaan ini terlalu berlebihan? Jika kita kembali lagi melihat cita-cita bersama kita sebagai pemain besar di kancah global dengan produk mineral yang bernilai tambang tinggi dan berdaya saing. Saya rasa, situasi saat ini membuat kita semakin bertanya-tanya.

Apakah pemerintah sudah siap dengan sederet konsekuensi bila terus memperlakukan investor dengan tidak adil, hingga akhirnya merasa kerap dirugikan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun