Rasanya baru  kemarin saya melihat ribut-ribut 700 pengusaha tambang protes kepada lembaga Badan Koordinasi Penanam Modal (BKPM), yang juga terintegrasi dengan Kementerian Investasi, terkait pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tiba-tiba. Dari ratusan yang protes, 48 diantaranya melayangkan gugatan ke BKPM dan juga Kementerian ESDM pada Juli 2022 .
Namun, mulai minggu kedua di Agustus 2022 kemarin, ternyata Kepala BKPM/Kementerian Investasi menjajikan akan memulihkan IUP yang sebelumnya telah dicabut. Sebanyak 75-80 IUP dijanjikan akan dipulihkan oleh Bahlil Lahadalia.Â
Lho, apakah harus ramai diprotes dahulu bawa dasar bahwa kebijakan pencabutan IUP secara tia-tiba merupakan langkah yang tidak tepat? Â Terus, sisa pencabutan IUP yang masih ribuan tersebut bagaimana nasibnya, tidak lolos untuk dipulihkan kembali, kah?
Aksi pemerintah yang satu ini seolah menegaskan bahwa pihak BKPM "salah mencabut" IUP, tak melakukan proses screening dengan teliti.Â
Memang sih, di saat menjanjikan pemulihan IUP, Menteri Investasi Balil selaku ketua BKPM mengaku "khilaf" di kasus pencabutan IUP sebanyak itu. Lebih lanjut Bahlil mengungkap pihaknya akan lebih berhati-hati kedepannya.Â
Namun, memang dasarnya kita tidak dianjurkan berharap kepada manusia. Ditegaskan kembali oleh Bahlil bahwa perusahaan yang IUP-nya dicabut tidak bisa meminta review dan hanya boleh mengajukan keberatan. Loh, loh, jika perusahaan tak tahu menahu dimana tuduhan kesalaha mereka, bagaimana perusahaan bisa membuktikan diri bahwa mereka tak bersalah atau belajar dari kesalahan mereka?Â
Tetapi, kenyataanya saya juga mendengar slentingan "kabar burung" bahwa IUP yang dicabut bisa diterbitkan lagi. Caranya? Seperti rahasia umum yang sudah diketahui banyak orang Indonesia alias the Power of Ordal (Orang Dalam)!
Padahal, seharusnya pihak pemerintah berhati-hati, lho, dalam menjalankan regulasi. Pasalnya, ketidakjelasan aturan dan hukum membuat investor yang ada di sektor ekonomi terutama di sektor industri dan pertambangan yang sedang gencar digaet untuk bantu pengembangannya jadi ragu untuk menanamkan modal dan berbisnis di sini. Tak hanya itu, investor yang sudah ada dalam negeri juga bisa kabur karena tak adanya iklim investasi yang nyaman.
Bukankah pemerintah sendiri yang gencar ingin memajukan perekonomian negara lewat beberapa program? Mulai dari hilirisasi industri, industri hijau, pengembangan industri kendaraan listrik. Semua semata-mata demi komoditas industri dalam negeri terutamanya hasil pertambangan bisa memiliki kualitas yang berdaya saing di pasar global.Â
Namun, jika ternyata masih banyak carut-marut yang tersembunyi di baliknya, ketidakadilan buat pengusaha, ketidakjelaskan hukum serta tempat berbinis yang nyaman bagi semua pihak, apakah target-target besar Indonesia bisa terwujud? Saya jadi pesimis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H