Rika terus saja bicara "kamu pilih siapa?" diriku atau dirinya.
Apa aku harus jawab sekarang ? Â "Ya iyalah", jawab Rika dengan suara agak meninggi.
Adakah kesempatan aku berfikir terlebih dulu? Aku meminta keringanan, untuk meminta pentunjuk-Nya melalui istikharahku.
"Sampai kapan?" desaknya.
Ya, sampai aku mendapat jawaban
"Kira-kira kapan?" Rika semakin penasaran
Ya, aku enggak tahu, itu bisa cepat atau bisa lambat.
Dihadapkan pada situasi ini aku benar-benar bingung, harus memilih diantara dua pilihan yang nyaris sama dan sempurna, untuk memilih lalu memutuskan salah satu dari keduanya, dalam pandanganku yang satu orangnya baik, ramah, akhlaknya baik, cantik mah udah jelas, yang kedua, enggak jauh beda, kedua-duanya paket komplit begitulah aku menyebutnya dan sosok itu yang aku cari selama ini.
Kalau kamu pilih diriku, masa depanmu akan lebih jelas? sahut Rika                                               Â
"Maksudnya, jelas gimana" tanyaku                                                             Â
Kamu enggak usah kerja, biar aku yang bekerja, sebagai bentuk pengabdianku padamu. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Oh, aku sambil memicingkan mata, "bukankah mencari nafkah untuk keluarga adalah  kewajiban suami?, tandasku, maka aku akan menunaikan kewajiban itu.                                                              Â
"Iya mas betul", Nura meyakinkanku, Â bekerja adalah kewajiban laki-laki dalam ikatan rumah tangga. Â Kalau aku tidak akan bekerja, aku akan diam dirumah mengurus rumah tangga dan itu sebagai bentuk pengabdianku padamu, jelas Nura.
Aku hanyalah lalaki biasa sederhana yang jauh dari kata sempurna! Kataku pada Rika dan Nura, kalaupun harus memilih diantara kalian rasanya kurang pas dan aku sadar itu.
Dalam hening Rika melanjutkan kata-katanya, "Bagiku yang terbaik bukanlah dia yang datang dengan segala kelebihannya, tapi dia tidak pergi dengan segala kekurangannya, dan mungkin dari sanalah kita bisa melihat bentuk kesetiaan itu". Â
Aku hanya bisa terdiam, sambil menggelengkan kepala, ehmmmm............
Kalau aku ibaratkan, begini
"Apa?" tanya keduanya kompak
lalat itu tahu lho, bahwa bunga jauh akan lebih harum dan indah dari pada sampah
 "Tapi, tapi apa?"
Rika dan Nura semakin penasaran akan cerita selanjutnya.
Lalat tidak egois, dan lalat sadar diri, bahwa yang ditunggu-tunggu oleh setangkai bunga adalah kupu-kupu.
 Dan aku sadar itu, walau dekat sekalipun bukan berarti aku  pilihan spesial dan terbaik buat kalian berdua.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI