Di Ciseeng hatiku tertambatÂ
Â
Â
Diakhir tahun 2005 sekitar bulan November aku terjaring untuk mengikuti salah satu program kuliah kerja nyata (KKN) yang diadakan di kampus dimana aku merampungkan strata satu-ku, dikampus biru itu sejuta damba tertanam dalam dada dan juga banyak menyimpan cerita yang aku lalui, pahit manis, getir, suka duka semua pernah menjadi teman keseharianku.
Keadaan itu telah mendewasakan aku, mencoba bertahan dari segala rintang, menikmati setiap proses yang ada dan berikhtiar maksimal mewujudkan semua asa.
Pada program KKN kali ini, aku termasuk peserta yang dikirim ke daerah terpencil tepatnya ke daerah Ciseeng, rute menuju daerah Ciseeng lumayan sangat melelahkan, karena jarak tempuhnya memakan waktu kurang lebih delapan jam.
Jalannya cukup berliku, bagaikan kehidupan ini, melewati hutan, sawah, dan sungai, namun selama dalam perjalanan itu pula aku sangat terpesona dengan pemandangan alam yang mampu menghipnotis mata. Â
Aku tergabung pada kelompok 54, dikelompok ini beranggotakan dua belas orang, delapan orang perempuan dan empat orang laki-laki.
Program Kuliah Kerja Nyata (KKN) berlangsung selama satu bulan penuh, dalam satu bulan itu aku beserta anggota yang lain, melaksanakan pengabdian secara langsung pada masyarakat Ciseeng dan mayoritas warga ciseeng bermata pencaharian sebagai petani.
Selama menjalankan KKN aku dan kawan-kawan mulai saling mengenal antara satu dan lainnya, salah satu peserta yang mulai dekat denganku adalah Rika, Rika merupakan mahasiswi yang berasal dari Kabupaten Bogor sedangkan dikampus ia mengambil jurusan Sastra Jepang.
Dalam KKN itu, aku berposisi sebagai ketua dikelompok tersebut sedangkan Rika menjadi sekretarisnya, dengan posisi itu menjadikan intensitas kami terus meningkat, aku semakin dekat saja, semesta pun seakan mendukung.
Ini sungguh diluar nalar, kampung Ciseeng dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) telah mempertemukan aku dan Rika, kampung Ciseeng seolah menjadi saksi bisu dan kedekatan itu mulai ditumbuhi rasa yang liar dan terus mengalir disekujur tubuhku.
Rika gadis yang berparas ayu, postur tubuhnya tinggi, berkulit sawo matang, hidungnya mancung, bulu matanya lentik, sorot matanya bening, suaranya lembut dan tutur katanya sangat teratur, Pada program inilah aku mengenalnya padahal mengenal Rika bukanlah rencana awalku. Â
Seiring berjalannya waktu, rasa yang tumbuh itu terus menjalar saja, aku di rasuki rasa cinta yang kian menggebu, dan lagi-lagi mencintai Rika juga bukan kemauanku, "mungkinkah karena intensitas yang terjadi diantara kami hingga ada rasa yang menyelinap dalam dada?", entahlah. Â Â
Rasa sayang, cinta, nyaman yang melanda diriku datang dan mengalir dengan sendirinya tanpa ada paksaan dari mana pun. Â
Tak terasa, satu bulan begitu singkat bagiku waktu itu, pengabdianku bersama kawan-kawan telah berakhir, aku harus rela berpisah dengan kawan-kawan KKN, berpisah dengan masyarakat kampung ciseeng, bahkan aku harus terpisah dari Rika, sedangkan melupakan Rika dalam hidup ini bukanlah hal mudah aku lakukan.
Rika, sampai kapanpun namamu terukir indah di aula hatiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H