Bukan salah  kita
Menahan beban masalah yang menghimpit dalam hidup hanya seorang diri sangat tidak mudah, berat sekali, aku berjibaku menghadapinya sendirian, ingin lepas dari beban belenggu itu sungguh tidak gampang. Perlu kesabaran tingkat tinggi dalam menghadapi  semua.
Kapal kehidupan yang kutumpangi akhirnya karam, sekalipun itu bukan inginku, aku tegaskan sekali lagi itu bukan inginku, Aku begitu terpukul dengan kenyataan ini, nangis sejadi-jadinya dipangkuan teman sejati Nura Mahalia Namanya, teman sewaktu sekolah berseragam putih abu ini selalu saja ada bagiku apalagi sekarang disaat terpuruk.
Nura bagiku bukan saja sebagai sahabat, tapi ia ku anggap kakakku sendiri, aku tak sungkan lagi ketika harus bicara soal privasi sekalipun.
"Aku menyelesaikan semua itu sendirian Nur", lanjutku pada Nura, "sebesar itukah beban masalah yang dihadapi?", tanya Nura padaku, aku tak tuntas berbicara berhenti sejenak, sambil mengatur intonasi yang mulai terganggu dan terbata-bata, mata berkaca-kaca, suara semakin parau, namun aku tetap melanjutkan cerita yang terpotong itu.
Menceritakan pada Nura segala beban hidup yang seolah tak bertepi, telah dan sedang dialami, air mata semakin deras saja mengalir, membasahi kedua pipiku, padahal aku berusaha tahan agar tak keluar, namun tetap saja memaksa.
Terkadang orang menilai diriku hanya diluarnya saja Nur, Nura hanya menatap iba, "kenyataannya jauh dari apa yang orang sangka-kan", aku benar-benar remuk menghadapai semua ini keadaan telah memaksaku, kucoba bertahan agar mampu survive dan semua itu aku tutupi dengan bersikap seperti biasa saja, seolah tak ada masalah yang hebat yang sedang mengguncang dan menggedor dinding-dindang kapal yang sedang berlayar dihamparan samudera yang begitu luasnya, tetap tersenyum keluar walau sayatan-sayatan luka begitu pedih mengiris -ngiris didalam, semua tak dirasakan, seolah kuat dan kebal, Â nyatanya rapuh badan ini menahan luka yang begitu pedih, sangat pedih Nur, air mata semakin deras saja keluar membanjiri pundak Nura.
@@@
Betapa mensyukuri setiap keadaan adalah kewajiban yang sering terlupkan bahkan dilupakan oleh kebanyakan manusia termasuk diriku, aku begitu  terbebani dengan masalah yang sedang menimpa. Ternyata diluar sana orang-orang jauh lebih rumit dan sulit dari apa yang aku hadapi sekarang. Kadang kita memandang rumput tetangga itu indah jauh lebih hijau, menarik, menggiurkan bahkan menggoda dan kita menilainya penuh gejolak syahwat.
"Syukuri apa adanya"
"Hidup adalah anugerah"
 syair lagu diatas sangat sederhana namun mengandung makna begitu dalam yang perlu kita renungkan. Agar rasa syukur selalu ada dalam hati, ucap dan sikap kita.
Jalinan kasih yang semula begitu indah, menawan dan juga semakin mekar, harus layu di terjang angin puting beliung yang begitu menggoncang dan memporak-porandakan hingga luluh lantak setiap sisinya. Terkulai lemas tak berdaya. Aku sama sekali tak menyangka akan hal ini, tapi apa daya semua terjadi.
@@@
Aku coba bertahan dari segalanya, "demi siapa?", bukan demi harta dan kedudukan tak pernah terpikir olehku, kalau hari ini aku masih bertahan hanya karena kemewahan yang fatamorgana dan sementara itu. Tidak sama sekali, bukan hal itu yang membuat aku masih bertahan dalam zona neraka ini, orang anggap aku berada dalam kubangan surga, nyatanya seolah di neraka, dimana aku sangat tersiksa dan sangat tidak berharga berada di dalamnya, tercampakan dan terhinakan. Sangat terhinakan.
"Bagiku lebih baik berada di dalam neraka, tapi mengasyikan dari pada berada di dalam syurga, tapi semua menawarkan racun bagiku, itu sangat tidak aku harapkan. Â
"Lantas, apa yang membuat dirimu bertahan", lanjut Nura. Anak-anaklah yang membuat aku terus bertahan walau kadang aku sudah lelah tak sanggup lagi hadapi ini semua. Tapi aku tak peduli itu. Kadang kaki sudah terkoyak tak mampu untuk menopang semua beban kehidupan ini. Â
Sayang segenap usahaku tak berarti, tetap saja pada akhirnya harus menuai pil pahit dalam lembaran hidup ini yaitu pisah, kata-kata yang sangat aku benci sebenarnya dan Tuhanpun sangat membenci sekalipun tidak mengharamkannya, tapi hari ini ternyata aku hadapi dan alami, begitu Tria terisak panjang sekali menumpahkan segala mumetnya pikiran dan galaunya rasa yang menghimpit hari-hari dalam hidupnya.
Sekarang hanya tinggal kenangan yang teronggok, antara aku dan kamu. Ya masa itu kuburlah dalam-dalam di ingatan dan hatimu, akupun demikian, sekalipun antara aku dan kamu pernah merasakan hal yang sama bahkan merajutnya dan telah berbuah, sudahlah itu cerita karam jangan terulang oleh anak kita dan jangan dikenang pula, terlalu pahit untuk kita kenang bahkan di ingat pun jangan, aku sangat tak mengharapkannya.
Ini semua untuk menjadikan kita dewasa, tentu dalam segala hal, baik sikap atau berfikir dan bernalar.
Aku tak membayangkan jalan berliku, terjal, licin berkata lain tentang rajutan kisah kita.
Menahan rasa kekecewaan yang sangat dalam, saat bibir terkunci kelu maka air mata mewakili rasa yang bergemuruh tak tertahan terus saja mengalir dikedua pipi, mengalir deras seolah menjadi aliran sungai. Aku coba mengalihkan persoalan yang sedang dihadapi dengan Rizal mantan suamiku, pada Nura Mahalia, "salam pada teman-teman kita ya", ucapku lirih, Nura berkaca-kaca "ia". menjawab singkat bibirnya seolah berat berkata.
"Makasih Nur", aku melanjutkan bicara, kamu selalu ada di kala aku dalam kesusahan", timpalku, Nura hanya mengangguk pelan sambil menatapku, "semesta seolah tak bersahabat tapi yakin semua itu ada tujuan yang tersimpan, sekalipun tidak selalu menyenangkan paling tidak akan mendewasakan kita". Nura meyakinkan dan meneguhkanku.
 Aku larut dalam dekapan hangat penuh simpati dari Nura Mahalia sahabat sejatiku, perlahan dalam dekapan itu lepaslah semua beban dan keluh dengan sendirinya, awalnya menggunung tapi kini mulai mencair yang dicairkan oleh sahabatku. "Terimakasih Nur atas segalanya" bisik hatiku lirih. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H