Mohon tunggu...
Wawan Hermawan
Wawan Hermawan Mohon Tunggu... Guru - Guru, Penulis, Blogger

Hobi jalan-jalan, membaca, menulis dan membahagiakan orang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Benih Itu Masih Ada!

25 Februari 2024   13:48 Diperbarui: 25 Februari 2024   13:50 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kadang kita tak mampu meninggalkan untuk menunggalkan, mengubah status aku dan kamu menjadi kita, karena terkadang kita terlalu matematis dan realistis padahal kehidupan sendiri penuh misteri tak dapat kita tebak.

Lagi pula aku juga bukanlah sultan yang segalanya ada "harta apalagi takhta", aku hanya punya cinta tulus sekalipun belum aku ucapkan tapi gerak dan perhatianku selama ini kiranya sudah mewakili rasa yang menggebu dalam dada dan siap berjibaku mewujudkan semua yang kita impikan, "hanya itu".

Kita memang berbeda kasta, aku sangat menyadari soal itu, semuanya sulit untuk dicarikan titik temu dan tak mungkin dapat dipaksakan, kekhawatiran orang-orang sekeliling kita akan hal yang belum terjadi sudah meracuni semua alam pikiranmu dan mereka terlalu matematis dalam menyikapi tentang kehidupan ini, seolah Tuhan ini tiada. Ketakutan pada kekayaan dan kesenangan semata, hanya itu yang mereka takutkan, soal perut, kedudukan dan kekayaan.

@@@

Perjalanan panjang mengantarkan aku untuk terus mengarungi kehidupan, pahit, getir dan jenuh telah menemani sepenggal jalan ini, namun seutas senyum mampu memberikan keteguhan serta efek positif agar aku mampu bertahan dari segala badai yang menghampiri. "Ya hanya senyummu", senyuman yang seolah mengandung alkohol karena mampu membuat aku jadi mabuk kepayang.

"Kenapa rasa ini sulit aku buang jauh dalam hati?, gumamku, padahal aku tahu, kamu bukanlah siapa-siapanya aku, "duuh, aku menarik nafas agak panjang, seolah ingin melepas beban rindu yang kian membeku. Aku sadar rasa ini terlalu liar berada dalam khayalku, tak mungkin akan ada rasa yang sama dan sejalan dengan gundahnya rasaku. Aku yang terlalu ke-PD-an dalam menafsirkan senyumanmu itu.

Tersiksa rasa seperti ini sungguh sangat tak mengenakan, aku terus saja dibayangi rasa rindu akut tingkat dewa namun apa daya, rindu yang berbalas, mungkinkah?, aku jadi bertanya-tanya dalam hati, salahkah bila rindu itu semakin bersemanyam dalam dadaku, aku terus bertanya dalam lorong bantinku sendiri.

Rasa itu masih ada dan bersemayam di lubuk paling dalam dipalung hatiku hingga saat ini dan untuk selamanya benih itu masih akan tetap ada dan akan terus disiram agar tetap mekar, sekalipun bibirku masih saja bungkam soal rasa, biarlah itu ada walau hanya sebatas angan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun