Mohon tunggu...
wawanda
wawanda Mohon Tunggu... -

nowhereman in his nowhereland

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tentang Fritz Perls dan Konsep Here and Now

28 April 2017   22:40 Diperbarui: 28 April 2017   22:57 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Fritz Perls adalah seorang tokoh psikologi, dibandingkan tokoh psikologi lain, semisal Sigmund Freud secara umum memang kalah terkenal.Tapi kalau dalam kultur pop kala itu katanya dia memiliki paling banyak pengikut (dia meninggal tahun 1970). Ya, dia perokok dan sangat mengagungkan kebebasan berekspresi. Pada masa itu, kaum hippies sedang dalam masa keemasannya, mudah buat Perls untuk tampak keren to

Model kesehatan mentalnya adalah “di sini saat ini”, here and now. Kita disuruh bener-bener berada di sini saat ini, bener-bener menikmati momen saat ini tanpa terganggu dendam masa lalu dan kerisauan masa depan. Be here now, baby, karena realitas adalah saat ini dan kita bukan makhluk pasif yang ditentukan masa lalu, juga bukan makhluk paranoid yang terlalu takut sama masa depan.

Masa lalu memang tidak bisa kita rubah, tapi bisa kelola supaya tidak mengganggu kita menikmati “di sini saat ini”. Ah, dunia yang indah ini tidak akan bisa kita nikmati setiap momennya jika kita belum bisa move on dari masa lalu. Ya, mengelola masa lalu adalah dengan move on, memaafkan. Kalau kita sudah bisa memaafkan dan menganggap lucu kesalahan di masa lalu, maka kau akan bisa benar-benar dengan sepenuh hati berada di hidupmu saat ini dan 100% berkonsentrasi terhadap apa yang sedang kau hadapi, di sini saat ini. Begitu menurut Perls...

Masa depan juga memang belum pasti, tapi apabila kita percaya sama diri kita sendiri, percaya bahwa kita dianugerahi kemampuan untuk bisa bertahan hidup, maka masa depan adalah hal yang memang perlu kita rencanakan dan kita antisipasi, tapi tak perlulah untuk terlalu dirisaukan karena faktanya kita hidup itu di sini dan saat ini. Sebagian besar energi kita harusnya terarah pada di sini dan saat ini sehingga kita bisa optimal dalam menggunakan semua potensi yang kita punya…

So forgive it and don’t panic, maafkan yang telah lalu dan jangan terlampau panik akan apa yang belum terjadi

Bones sinking like stones
 All that we've fought for
 Homes, places we've grown
 All of us are done for

We live in a beautiful world
 Yeah we do
 Yeah we do
 We live in a beautiful world

(Don’t Panic, Coldplay)

Satu lagi konsep menarik adalah tentang batas ego. Batas ego ini bersifat identifikasi dan alienasi. Kita mengidentifikasikan diri kita dengan hal-hal yang oleh lingkungan ditawarkan/diajarkan pada kita lalu kita membuat penilaian tentang kelompok kita dan kelompok bukan kita, in group dan out group. Terkadang dengan tambahan sedikit prasangka kita lalu menganggap outgroup adalah ancaman dan harus dimusuhi dan dimaki-maki…

Di sisi lain (dalam pemikiran) kita juga membuat batasan-batasan tentang segala pikiran dan hal-hal yang kita tidak inginkan (berdasar standar moral atau nilai yang telah kita pelajari) lalu kita buang, tidak diakui sebagai bagian diri. So, makin lama batas ego kita makin menyusut yang menyebabkan kita terpisah dari sebagian potensi yang kita miliki dan kita gagal berfungsi sepenuhnya sebagai manusia. Untuk jadi manusia utuh, kau harus juga utuh tanpa terkecuali. Kau adalah makhluk fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Pengingkaran dari kodrat ini akan membuatmu sakit..

Utuh maksudnya ya, janganlah kau tolak itu bagian dari dirimu sebagai bukan dari dirimu. Misalnya, kau gak suka sama tangan kirimu, lalu kau menolak tangan kirimu itu sebagai bagian dari dirimu. Lalu tak pernah kau bersihkan dia maka jadi kotorlah dia, lalu tak pernah kau gunakan dia maka lumpuhlah itu tangan kirimu itu. Atau mungkin karena kau benci sama tangan kiri lalu kau gunakan secara sembarangan, buat mecahkan kaca biar rame misalnya, ya sakitlah tangan kirimu, sakitlah kamu…

Misalnya lagi, takdirmu sebagai makhluk sosial adalah hidup berdampingan dengan berbagai manusia yang berbeda denganmu. Jika itu kau tolak dan mengharuskan semua orang harus sama dan sepemikiran denganmu, ya sakitlah kamu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun