Mohon tunggu...
Wawan Kurn
Wawan Kurn Mohon Tunggu... Administrasi - Belajar Menulis, Senang Membaca, Hobi Memancing. Dapat dikunjungi di www.wawankurn.com

Belajar Menulis, Senang Membaca, Hobi Memancing. Dapat dikunjungi di www.wawankurn.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fromm dan Kesepian Masa Kini

8 Agustus 2014   05:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:06 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia dipenuhi hasrat untuk menemukan kebebasan, seperti itulah yang sempat dijelaskan Erich Fromm. Salah seorang psikologi sosial, humanisme, sosialis demokrat dan filsuf berkebangsaan Jerman. Pada saat melanjutkan studi di Universitas Heidelberg ia mempelajari psikologi, filsafat dan politik. Dia mempelajari karya karya besar Herberdt Spencer, Karl Marx, Max Webe, Darwin dan Frued. Bacaan tersebut mengarahkan konsep pemikirannya dan membentuk teori yang baru dan dianggap unik. Keunikan teori Fromm terletak pada usahanya menggabungkan Freud dan Marx Di satu sisi, Freud memfokuskan teorinya pada alam bawah sadar, kebutuhan-kebutuhan biologis, refresi dan lain sebagainya. Freud mempostulatkan bahwa karakter manusia ditentukan oleh aspek biologis. Sedangkan Mark berpendapat bahwa manusia ditentukan oleh masyarakat tempat hidupnya, khususnya oleh sistem ekonomi yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam bukunya yang berjudul Escape from Freedom tahun 1941, menjelaskan bahwa manusia dari waktu ke waktu, abad ke abad akan menjadi semakin bebas, maka mereka juga akan semakin merasakan kesepian (being lonely). Menurut Fromm, kebebasan merupakan suatu keadaan negatif darimana manusia berusaha untuk melarikan diri. Hampir seluruh tulisan-tulisan yang dihasilkan Fromm adalah perihal tentang individu yang merasa kesepian lantaran mencoba untuk mencapai kebebasan. Selanjutnya, mengikuti filsafat dualism, bahwa seluruh gerak yang ada di dunia dilatarbelakangi oleh pertentangan dua kelompok ekstrim, tesa dan antitesa. Seluruh pertentangan tersebut akan menimbulkan sintesa, yang pada dasarnya dapat dipandang sebagai tesa baru yang akan memunculkan antitesa yang lain. Itulah dinamika yang tidak pernah berhenti bergerak. Menurut Fromm, hakekat manusia juga bersifat dualistik, di mana terdapat empat dualistik pada manusia, yakni manusia sebagai binatang dan manusia sebagai manusia, hidup dan mati, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, dan yang terakhir kesendirian dan kebersamaan. Kini, konsep dualistik yang sangat mudah diamati adalah kehadiran dunia maya. Peristiwa tersebut menjelaskan salah satu dari empat dualistik yang dijelaskan Fromm yakni kesendiriaan dan kebersamaan. Manusia sejatinya adalah pribadi yang mandiri, sendiri, tetapi manusia juga tidak bisa menerima kesendirian. Manusia menyadari diri sebagai individu yang terpisah, dan pada saat yang sama juga menyadari kalau kesenangannya bergantung pada orang lain. Dilema ini tidak pernah terselesaikan, namun orang harus berusaha menjembatani dualism ini, agar tidak menjadi gila. Dualisme-dualisme seperti, aspek binatang dan manusia, kehidupan dan kematian, ketidaksempurnaan dan kesempurnaan, kesendirian dan kebersamaan, merupakan kondisi dasar eksistensi manusia yang ditemukan Fromm. Pemahaman tentang jiwa manusia harus berdasarkan analisis tentang kebutuhan-kebutuhan manusia yang berasal dari kondisi-kondisi eksistensi manusia. Kehadiran jejaring sosial, seperti facebook, twitter, line, path dan berbagai aplikasi lainnya kini membuat dunia kita merasakan ruang lain, sebuah konsep yang bisa saya sebut dualistik masa kini. Berdasarkan Survei Data Global Web Index, Indonesia adalah Negara yang memiliki pengguna sosial media yang paling aktif di asia. Indonesia memiliki 79,7% user aktif di social media mengalahkan Filipina 78%, Malaysia 72%, Cina 67%. Sosial media seolah menjadi pintu kemana saja milik doraemon, yang mampu membawa kita bebas menikmati kesendiriaan menjadi sebuah keramaian yang sepi. Sherry Turkie dalam seminarnya untuk TED, yang berjudul “Connected, but Alone?” menjelaskan jika kita terlalu lama menghabiskan waktu di media sosial, bisa muncul perilaku anti sosial. Sebab akan ada kecendurangan timbulnya perasaan kesepian, yang akhirnya membuat kita tidak puas dengan kehidupan kita. Hal ini biasanya dipicu karena kita terlalu banyak “melihat” kehidupan orang lain dan akhirnya melakukan perbandingan hidup kita dengan orang-orang tersebut. Padahal sebenarnya belum tentu apa yang kita rasakan benar adanya. Menurut Fromm, ciri orang normal atau yang mentalnya sehat adalah orang yang mampu bekerja produktif sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya, sekaligus mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial yang penuh cinta bukan sekedar hidup di dunia maya, menikmati kesepiaan masa kini. *Tulisan ini diterbitkan dalam kolom Literasi, Koran Tempo Makassar, Jumat 4 Juli 2014. Tulisan lain silakan cek di www.wawankurn.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun