Ahli waris anak perempuan baik satu orang atau lebih, disebut ahli waris dzawil furudh, hal ini karena bagian warisan mereka telah ditentukan dalam nash Al Qur'an. Bagian warisan dari anak perempuan ada terbagi menjadi dua macam, yaitu (1) apabila hanya ada seorang anak perempuan, maka ia mewarisi 12 harta peninggalan. (2) apabila ada beberapa anak perempuan maka ia mewarisi 23 dari harta peninggalan.
2. Ahli Waris Anak Laki-Laki
Jika yang mewaris itu hanya anak laki-laki saja, maka mereka disebut ashabah binafsih, yakni ahli waris yang menghabiskan sisa harta setelah diambil untuk bagian ahli waris dzawil furudh, bila ada. Seperti suami atau istri dari pewaris, ayah si pewaris, atau ibunya, atau kakeknya. Dalam hal ini, bagian warisan pewaris lainnya dihitung terlebih dahulu, barulah sisanya diberikan kepada anak laki-laki karena mereka berhak mewaris seluruh sisa harta.
Namun, apabila si mati meninggalkan anak laki-laki lebih dari seorang, sedangkan ahli waris lain tidak ada, maka dalam keadaan seperti ini harta warisan dibagi rata kepada anak laki-laki. Namun, apabila si mati hanya meninggalkan seorang anak laki-laki maka seorang anak laki-laki tersebut menjadi ashobah. Dengan demikian seluruh harta waris menjadi haknya.
3. Ahli Waris Anak Laki-Laki dan Perempuan
Jika ahli waris anak perempuaan itu mewaris bersama anak laki-laki, maka mereka disebut ahli waris ashabah bil ghair, artinya mereka menghabiskan sisa harta bersama anak laki-laki, karena mereka mewaris bergabung bersama anak laki-laki. Dalam hal ini, ditentukan bahwa bagian warisan anak laki-laki adalah dua kali anak perempuan.
Meskipun anak hasil perkawinan siri dihitung anak sah menurut hukum Islam, namun kelemahan yang terdapat dalam praktik waris seperti ini terletak pada tidak adanya kekuatan hukum karena tidak adanya pencatatan di KUA. Oleh karena itu, maka apabila terjadi perselisihan terutama akibat warisan, hanya dapat diselesaikan melalui jalur kekeluargaan.
Untuk melindungi hak-hak anak hasil perkawinan siri, orang tua dapat melakukan itsbat nikah agar pasangan suami istri yang melakukan perkawinan siri akan mendapatkan akta pernikahan dan pernikahannya dianggap sah di depan hukum, begitu juga dengan anaknya yang berstatus anak zina atau anak luar kawin akan berubah menjadi anak sah sehingga dilindungi oleh hukum.
Anak hasil perkawinan siri meskipun lahir dalam suatu perkawinan yang sah menurut hukum Islam, tetapi tetap dipandang sebagai anak yang lahir diluar perkawinan oleh hukum Islam yang diberlakukan di Indonesia. Karena hal tersebut, apabila yang meninggal ayahnya, ia tidak bisa mendapat warisan, namun apabila yang meninggal ibunya, ia berhak atas warisan tersebut.
Dari penjelasan tersebut penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1.Pewarisan terhadap anak dari hasil perkawinan siri sangat berbeda dalam dua sudut hukum. Meskipun sama-sama dapat mewaris sebagai anak sah, tetapi bagian warisnya berbeda. Dalam hukum perdata, bagian warisnya dibagi rata. Sedangkan dalam hukum Islam, anak hasil perkawinan siri dihitung sebagai anak sah. Bagian anak perempuan adalah 12 apabila ia anak satu-satunya, dan 23 apabila ada lebih dari satu anak perempuan. Sedangkan bagian anak laki-laki adalah seluruh sisa harta warisan yang telah dibagi dengan ahli waris lainnya. Apabila anak laki-laki mewaris bersama anak perempuan, maka bagian anak laki-laki tersebut adalah dua kali anak perempuan.