Mohon tunggu...
Wawan Suprianto Nadra
Wawan Suprianto Nadra Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Fotografer, Penulis, Naturalis dan Traveler

Fotografer, Penulis, Naturalis dan Traveler

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebiasaan "Toreba" pada Anak

25 September 2019   05:35 Diperbarui: 25 November 2019   14:06 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak adalah hadiah terindah dari Tuhan yang maha kuasa yang dititipkan kepada kita. Kehadiran sang anak membuat suasana hati dan keluarga menjadi megah meriah. Kesedihan menjadi senyuman bahkan saling marahan menjadi baikan. Anak diibaratkan sebagai malaikat pendamai keluarga. Ketika terjadi konflik dalam rumah tangga, sering anak menjadi penolong bagi ayah ibunya. Anak juga sebagai pencair lelah sang ayah. Senyuman sang anak mampu menghilangkan lelahnya seorang ayah dalam sekejap. Lelah dan letih terbayarkan dengan adanya kehadiran sang anak. Namun, hal tersebut tidak semuanya dialami oleh orang tua.

Menjadi orang tua memang tidaklah mudah. Terutama dalam hal mendidik, orang tua akan melakukan apapun untuk menjadikan buah hati (anak) memiliki pribadi dan pola pikir yang baik. Hal tersebut berarti menuntut orang tua harus berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan serta bertutur kata terhadap anak.

Terkadang yang terjadi, orang tua menjadikan sasaran pelampiasan emosi kemarahan kepada anaknya. Anak yang belum memiliki pemahaman dalam pemecahan masalah orang dewasa terpaksa harus menerima pelampiasan tersebut. Padahal, yang seharusnya dilakukan oleh orang tua adalah tidak memperlihatkan bentuk emosional kemarahannya kepada sang anak.

Terdapat banyak fakta yang terjadi dalam lingkungan dikehidupan kita, terutama di Maluku Utara, walaupun tidak semua mengalami hal tersebut. Anak menjadi sasaran tembak emosional kemarahan orang tua. Pelampiasan kemarahan itu tanpa ada penyaringan pemikiran yang rasional. Anak diperlakukan seolah-olah menjadi lawan untuk bergulat. Terkadang pula terjadi kontak fisik terhadap si anak. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anak adalah membentak dengan kalimat-kalimat kasar atau disebut toreba (bahasa lokal). 

Toreba dapat diartikan seperti bersuara keras atau membentak anak dengan menggunakan kalimat-kalimat yang tidak pantas yang justru dapat menimbulkan ketakutan dan kecemasan terhadap anak. Kebiasaan toreba yang dilakukan oleh orang tua sangat umum dijumpai di daerah kita di Maluku Utara walaupun sebagian orang tua mampu menahan amarahnya. 

Perilaku membentak (toreba) ini terjadi karena sang anak tidak menuruti keinginan orang tua, semisalnya dalam hal menyuruh untuk melakukan sesuatu dan ada pula yang terjadi karena adanya konflik dalam rumah tangga. Hal tersebut berdasarkan atas ketidakpahaman anak tentang maksud dan tujuan orang dewasa (orang tua).

Toreba (membentak, bersuara kasar) seperti warisan kebiasaan yang sudah turun temurun. Padahal, kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan buruk yang akan menjadikan sang anak cacat mental (gangguan psikologi) nantinya. Kebiasaan buruk itu dapat membuat sang anak canggung dalam menghadapi lingkungan sosialnya, seperti pergaulannya dengan orang lain menjadi kaku. Perlu diketahui oleh orang tua bahwa, jika kebiasaan buruk (toreba) membentak ataupun memperlakukan anak dengan kasar secara terus menerus akan menimbulkan dampak buruk yang sangat panjang. 

Dampak buruk tersebut seperti anak akan menjadi sosok yang penakut untuk mencoba hal-hal yang baru, anak akan tumbuh menjadi pribadi yang merasa ragu dan tidak percaya diri, anak mewariskan sifat pemarah yang diwariskan oleh orang tua karena pembiasaan yang dilakukan oleh orang tua secara terus menerus, anak akan memunculkan sifat menantang dan keras kepala (kapala angin) serta menjadi pembantah nasihat dari orang tua, dan sebagainya. Membentak (toreba) terhadap anak juga akan mempengaruhi pertumbuhan otak pada sang anak. Struktur otak pada anak akan mengalami perubahan ketika orang tua membentak, berteriak, atau berlaku kasar terhadap anak.

Perlu diingat oleh orang tua bahwa, ketika anak diberlakukan kasar oleh orang tua, hubungan antara otak kanan dan otak kiri akan menjadi kecil. Hal tersebut mempengaruhi otak yang berfungsi sebagai pembentukan emosi dan perhatian akan berubah. Jika hal ini terus dilakukan, anak akan mengalami perubahan disaat usia anak menjadi remaja atau dewasa. Perubahan tersebut seperti munculnya kecemasan terhadap pikiran anak, depresi, pribadi selalu terganggu dan merasa terusik, dan bahkan dapat memicu resiko bunuh diri akibat merasa tertekan.

Hal sebaliknya jika orang tua memperlakukan anak dengan kelembutan dan penuh kasih sayang, otak anak akan berkembang baik dan lebih sehat. Orang tua juga harus mengetahui bahwa diusia tertentu anak mampu merekam kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua. Jangan heran jika sang anak sering berkata kotor terhadap lawan bicaranya. Hal tersebut merupakan cerminan dari apa yang dilakukan oleh orang tuanya.

Anak memiliki periode emas yang terjadi pada usia 2-3 tahun pertama. Pada usia tersebut, pertumbuhan dan perkembangannya sangat pesat. Pada usia ini anak menunjukan kemampuannya yang dapat membuat orang tua sang anak merasa ada yang perbedaan. Anak mulai memunculkan daya tangkap yang baik dan menirukan atau mengikuti petunjuk yang diarahkan oleh orang tuanya.

Sebagian masyarakat di Maluku Utara menganggap bahwa mendidik dengan bersuara keras, kasar, serta membentak merupakan didikan tegas untuk menjadikan anak disiplin, mandiri, dan sukses nantinya. Namun, tidak semua didikan tersebut membuat anak menjadi demikian. Membentak dan bersuara kasar (toreba) tidak berarti sama dengan tegas dan disiplin. Kedua-duanya memiliki arti yang berbeda.

Tegas dan disiplin lebih cenderung kepada aturan yang diterapkan oleh orang tua dalam lingkungan keluarga agar anak menjadi patuh dengan tujuan yang baik, sedangkan bersuara keras serta membentak lebih cenderung ke sifat emosional yang menuntut anak untuk patuh terhadap apa yang diinginkan oleh orang tua. Terkadang, marahnya orang tua terhadap anaknya memiliki tujuan yang baik jika tidak secara berlebihan. Ada sebagian orang tua yang memarahi anaknya dengan tujuan-tujuan tertentu yang disebabkan karena sang anak melakukan hal-hal yang tidak baik. Begitupun sebaliknya, jika orang tua lebih cenderung memberikan kasih sayang serta kelembutan kepada anak tanpa ada sikap ketegasan dari orang tua, maka kemungkinan anak akan lebih cenderung manja.

Tumbuh kembang anak bergantung pada asuhan dari orang tua. Berkembangnya anak menjadi sosok yang berkepribadian baik atau buruk merupakan hasil dari didikan sang orang tua. Tak heran jika sebagian besar anak di Maluku Utara memiliki perilaku yang agresif, yang sering kita jumpai seperti menentang nasehat orang tua dan sering melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, peran orang tua terhadap tumbuh kembang anak sangat diperlukan. Bukankah anak yang tumbuh baik sesuai dengan keinginan orang tuanya merupakan mimpi kita semua?

Marilah kita sebagai orang tua lebih mendalami karakter anak kita masing-masing dan menuntun mereka sesuai dengan usianya. Hindari kontak fisik yang berlebihan secara langsung dengan anak melalui pelampiasan emosional kita.

Terima kasih semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun