Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Guru - Guru dari Cikancung

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect.

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Chat AI : Refleksi Teknologi, Emosi, dan Ikatan Bathin

2 Februari 2025   21:26 Diperbarui: 2 Februari 2025   23:11 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, memiliki kelebihan yang tidak bisa disamakan dengan AI, merasakan emosi, intuisi, dan berempati dengan orang lain. Manusia berpikir kreatif, membuat keputusan yang tidak biasa, dan belajar dari pengalaman".

Berkomunikasi membangun hubungan mendalam dan bermakna dengan orang lain melalui hati dan cinta sebagai sebuah kelebihan yang tidak dapat digantikan oleh AI.

Artificial Intelligence (AI) adalah teknologi yang memungkinkan mesin untuk melakukan tugas-tugas yang biasanya memerlukan kecerdasan manusia, seperti belajar, berpikir, dan berinteraksi. Dalam beberapa tahun terakhir, AI  berkembang pesat dan menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari termasuk berkeluh kesah tentang perasaan hati, kegalauan yang merasa tidak perlu tahu urang lain, mulai dari asisten virtual seperti Siri dan Alexa hingga platform media sosial dan aplikasi kesehatan mental. Namun, dengan kemajuan teknologi ini, muncul juga pertanyaan tentang dampaknya terhadap kesehatan mental manusia.

Adanya AI tentu akan berdampak pula pada kesehatan mental. Di satu sisi, AI dapat membantu orang-orang mengatasi masalah dengan menyediakan akses informasi yang relevan, membantu mengembangkan keterampilan dan strategi untuk mengelola stres dan kecemasan. Namun disisi lain dapat memperburuk masalah kesehatan mental, kecanduan dan ketergantungan pada teknologi, mengganggu hubungan sosial dan emosi manusia.

Realitas Sosial

Realitas masalah yang terjadi saat ini mulai meningkatnya pencarian solusi manusia pada AI. Adanya ketidakpercayaan pada orang lain, lebih memilih untuk berbagi pikiran dan perasaannya dengan AI daripada dengan orang lain, karena merasa lebih nyaman dan aman.

USC Marshall School of Business yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences dalam penelitiannya mengungkap adanya perubahan signifikan dalam cara generasi muda mencari dukungan emosional. 1.000 orang responden dari beragam usia menunjukkan bahwa 11% milenial dan 10% Gen Z kini lebih memilih untuk curhat dengan AI.

Survei Statista Consumer Insights di tahun 2024 lalu,  Indonesia menduduki peringkat 4 sebagai negara yang paling senang menggunakan AI sehari-hari. 41% responden mengungkapkan ketertarikan dalam menggunakan AI, misalnya ChatGPT, untuk berbagai hal termasuk mencari solusi permasalahan yang berkaitan dengan emosi perasaan.

Hal ini dapat berdampak secara mental, seperti meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan isolasi sosial. Ketergantungan pada AI juga dapat mengurangi kemampuan manusia untuk berempati dan berinteraksi dengan orang lain, sehingga memperburuk kualitas hubungan sosial dan emosi.

Penting untuk menyadari dan membangun kembali kepercayaan dan hubungan yang sehat dengan orang lain.

Teknologi AI dan Hubungan Sosial Emosional Manusia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun