Mohon tunggu...
Wawan Ridwan AS
Wawan Ridwan AS Mohon Tunggu... Guru - Guru dari Cikancung

Konsep, Sikap, Action menuju Good Respect. Ikut Peduli Dunia Pendidikan, Berbagi Motivasi Khazanah Keilmuan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Perkelahian Virtual, Ketika Kebebasan Mengancam Kesantunan dan Norma

17 Januari 2025   03:22 Diperbarui: 17 Januari 2025   03:22 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menjagi Etika Berkomunikasi di Media Sosial (unsplash.com)

Komunikasi ini memunculkan reaksi beragam, pendapat pro kontra bahkan melalui kata kata yang tidak pantas menjurus kasar, nyinyir atau hujatan tanpa melihat siapa lawan bicara. Seorang followers digambarkan memiliki ikatan yang lebih dalam dengan fihak tertentu, sehingga mati-matian mendukung dan membela dengan caranya sendiri. Seorang fans memiliki ikatan emosional yang kuat, kebiasaan mengikuti karena satu pandangan, atau juga bisa lahir karena ikatan emosional yang berawal dari tingakatan seseorang masih menjadi spektator maupun supporter.

Tawuran virtual yang tidak hanya meliputi dua kubu saja. Pola yang terjadi lebih kompleks, karena meliputi admin sebagai pihak utama yang memberikan caption pembuka, bahkan masuknya orang yang bersifat netral berniat untuk melerai perang kata-kata. Cukup kompleks, karena melibatkan unsur yang berbeda, serta pola yang terjadi cukup variatif dengan saling menyerang antar kubu, bahkan adanya pola penyerangan masing-masing kubu terhadap admin sosial media ataupun terhadap akun yang melawan dan melerai.

Karakteristik seorang pengikut yang mendukung dan terlibat dalam tawuran virtual, secara umum memiliki berbagai karakter berbeda, ada yang bersifat fair, obyektif dan sportif, menghargai lawan, netral, tidak ambil bagian dalam perselisishan, menengahi, serta dua karakter yang menjadi aktor lain dalam proses tawuran yakni, karakter cepat panas serta karakter provokator atau memancing keributan.

Indiktor pemicu tawuran yang biasanya sering digunakan, ejeka, sindiran, hingga masalah seperti menyombongkan figur kebanggannya. Sehingga hal ini bisa memunculka bentuk kemarahan yang lain yang kerap terjadi dalam tawuran virtual juga mulai terlihat jelas apalagi informasi yang disampaikan tidak valid bahkan cenderung hoaks dan provokatif.

Bentuk kemarahan yang beragam, dari penggunaan kata-kata kasar, kalimat bernada ancaman, hingga penggunaan simbol tertentu merupakan bentuk kemarahan yang paling menggambarkan kemarahan fans. Dimana porsi penggunaan kata-kata kasar dan tidak pantas adalah bentuk kemarahan yang paling awam digunakan.

Persoalan kebebasan bereksprsi serta tidak adanya literasi dan penyuntingan dalam penggunaan kata-kata kasar dan tidak pantas selama proses tawuran, haruslah menjadi pekerjaan rumah tersendiri untuk penulisan dalam kajian kebijakan media dan kode etik media, terutama penggunaan UU ITE. Sisi lain yang juga perlu dikaji lebih dalam adalah motif terselubung dari pemilik akun sosial media yang kerap memancing terjadinya tawuran. Perlu diperhatikan bahwa ada kesempatan lain yang kerap digunakan oleh pemilik akun sebagai ladang bisnis, kaitannya dengan monetisasi yang mengolah proses tawuran menjadi keuntungan materil tersendiri.

Norma Etika Karakter Bangsa Indonesia Dalam Berkomunikasi

Norma etika dalam berkomunikasi di Indonesia sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai luhur budaya kita. Konsep gotong royong, kekeluargaan, dan musyawarah mufakat menjadi landasan utama. Dalam berkomunikasi di media sosial, kita diharapkan dapat menjaga hubungan baik dengan sesama, menghormati perbedaan pendapat, dan menghindari perdebatan yang meruncing. Selain itu, nilai sopan santun, kesantunan, dan etika berbahasa yang baik juga menjadi pedoman penting dalam berinteraksi di dunia maya.

Namun, di era digital yang serba cepat, penerapan norma etika komunikasi seringkali menjadi tantangan. Anonymity dan kemudahan dalam mengekspresikan diri di media sosial dapat memicu perilaku yang tidak bertanggung jawab, seperti menyebarkan hoaks, ujaran kebencian, dan tindakan cyberbullying. Hal ini berdampak pada disharmoni sosial, polarisasi, dan rusaknya tatanan kehidupan bermasyarakat. Penting bagi kita untuk selalu ingat akan nilai-nilai luhur bangsa dan menerapkannya dalam setiap interaksi di media sosial. membangun ruang digital yang positif dan bermartabat.

Apa yang Harus Dilakukan ?

Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meminimalisir pertarungan virtual ini adalah memperketat dan memvalidasi akun. Sebaiknya seseorang hanya memiliki satu akun dalam satu media sosial dengan validasi data pribadi yang sebenarnya sesuai dengan identitas diri kependudukan. Dalam hal ini pemerintah membuat regulasi dan perlidungan data privasi seseorang dari penyalahgunaan. Hal ini dimaksudkan agar sebuah akun tidak membuat perilaku komunikasi yang tidak bertanggungjawab dalam menyebarkan informasi, menghindari informasi yang tidak benar, respon, tanggapan yang provokatif memecah persatuan kesatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun