Mohon tunggu...
Pejalan Solo
Pejalan Solo Mohon Tunggu... wiraswasta -

hanya ingin menikmati hidup yang sesaat ini...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Entah Kenapa

14 Maret 2014   07:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:57 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kenapa,

Entah kenapa malam ini ingin menulis saja. Rasanya tak bisa begitu leluasa berbincang dengan sahabat pun saudara untuk ungkap semua gundah gulana yang terjadi satu hari ini. Untuk laki-laki yang tak bisa dibilang remaja lagi, mungkin ada rasa canggung padaku hanya tuk sekedar mencurahkan isi hati. Mungkin takut tuk dibilang cemen atau semacamnya. Tapi urusan cinta, benar adanya orang bijak bilang “cinta melemahkan orang kuat dan menguatkan orang lemah.”

Jadi ceritanya begini, kenapa jadi melankolis bahasaku malam ini? Dan kenapa tak enak juga untuk melucu tentang urusan hati? Mungkin ah sudahlah.

Perkara tulis menulis masih menjadi soal yang sukar ternyata bagiku, tak bisa to the point. Mungkin tulisan disini layaknya rumah, bagus atau tidaknya orang lain yang menilai. Tapi sejelek-jeleknya rumah, ia tetaplah surga bagi penghuninya. Maapkan penulis jika “rumah”nya tak indah dilihat dan tak nyaman tuk disinggahi J

Ini masih tentang perkara patah hati, entah kenapa yang namanya patah tak pernah menyenangkan. Yang namanya perpisahan tak pernah punya waktu yang tepat. Kasihan kan si “perpisahan ini” jadi kambing hitam atas patah hatiku, menjadi bulan-bulanan emosiku. Jadi, dengan mendadak dan tanpa diduga pastinya. Kekasih hatiku ini (baca: mantan) berkata bahwa sebaiknya temenan aja. Karena ia lebih menyayangi ayahnya dari pada aku.

Dan kenapa aku dibanding-bandingkan dengan ayahnya? Bukan begitu sebenarnya, jadi aku ini sebenarnya bukanlah tipe pria yang ideal tuk kekasihku ini. Bukan tipe pria baik-baik untuk kalangan muslim yang taat. Dan mungkin aku hanya akan mendekatkan pada kemaksiatan dari pada ke kebaikan. Begitulah kira-kira. Dan jika kamu tak mengerti, maka saya tak memaksa kalian tuk mengerti rumahku.

Dengan hati tak ikhlas akupun melepaskan ia yang selama ini menjadi pemicu semangatku, menjadi objek rinduku satu-satunya. Dan kenapa aku tak menahannya? Kenapa, why? Bukankah aku mencintainya sangat?

Entahlah, akupun tak mengerti kenapa kemarin begitu mudah aku mengiyakan. Mungkin hanya alasan pembenaran, karena ia berpikir aku akan mendatangkan keburukan semata. Dan menjauhkan dari norma-norma luhur yang dijunjung keluarganya. Kenapa aku harus memaksakan ia yang ingin lebih baik jika tanpaku disampingnya. Aku tak ingin heroik memperjuangkan cintaku padanya, aku merasa telah berusaha sejauh ini. Dan aku sebenarnya tak lelah dengan usaha-usahaku tuk bahagiakan ia di waktu yang lalu. Karena semua terjadi dengan sendirinya, mungkin terdengar picisan, tapi cintalah yang menggerakkan aku tuk memberi dan memberi lebih untuk buat ia bahagia saat bersamaku.

Jika pada akhirnya perpisahan tak bisa dihindarkan karena kehendak orang tua ia, maka aku tak berusaha untuk terlihat baik dimata mereka ataupun ia. i just can’t pretend to be someone they want, entah bahasa Inggrisku benar atau tidak itu :D . Yang jelas terima kasih untuk waktu dan perhatiannya selama ini. Terima kasih untuk ceritanya, untuk senyummu yang masih nampak jelas di depan mata. Tapi kata orang, hidup harus terus berjalan. Entah ia berjalan dengan tertatih ataupun tegak. Semoga kita bahagia dengan jalan yang kau ingin.

Terima kasih telah singgah di rumahku kalian, maaf jika rumah ini hanya berisi sampah semata. Udah gitu aja ya? Aku tak bisa nulis dengan baik dan benar sepertinya, dan akupun bingung ini rumah akan masuk kompleks perumahan yang mana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun