Mohon tunggu...
Irwan Thahir Manggala
Irwan Thahir Manggala Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Orang yang Sudah Mati Benar-benar Sudah di ALAM KUBUR . Semoga kita terhindar dari golongan orang yang SEMANGATNYA LAGI TERKUBUR.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Bukti Kesetiaan Saya dengan Kompasiana

19 April 2015   15:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:55 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_379084" align="aligncenter" width="300" caption="Berfoto di Bentara Budaya (Dok ITM)"][/caption]

Pesona Menakjubkan: Irwan Thahir Manggala - Dua moment dalam satu ingin kupersembahkan kepada Kompasiana. Sungguh pun dikeseharian tugas saya mengajar siswa madrasah di pelosok, tapi saya tidak (akan) pernah diam mencari celah untuk terus  memberi peran dalam misi sharing dan connecting di Kompasiana.  Pada perkembangnnya saya bisa tahu diri dan posisi - peluang dan tantangan seperti apa yang sedang dan akan dihadapi bersama sahabat yang lebih akrab dikenal Kompasianer. Foto di atas adalah siswa SMA Lazuardi Jakarta - atas inisiatif siswa dan guru-sekolah, mereka bisa hadir menyaksikan langsung ajang pameran foto Kompas di Bentara Budaya Jakarta. Saya yang memotret momen itu - selanjutnya foto itu kini menjadi bumerang dengan keadaan saya mengajar di daerah pedesaan. Suasanya sangat jauh berbeda.

[caption id="attachment_379085" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber Mata Hati Kompas "]

1429397418199799816
1429397418199799816
[/caption]

Sangat banyak saya mendapatkan informasi secara langsung. Tidak sedikit saya harus mengeluarkan biaya sendiri dan juga tenaga untuk menemui sumber utama(narasumber). Satu bukti sederhana, saya merasa lebih berkonsisten dengan Kompasiana setalah harus mengikuti dua kali ajang Learning Blogging Kompasiana - pertama di Ambon pada akhir Mei 2011 dan yang kedua kali dipertengahan Juli 2011 di Makassar. Saya terus memburu sampai  puncak ajang Kompasiana, yakni Kompasianival. Saya berusaha kuat untuk hadiri Festival Kompasiana yang selalu diadakan di Jakarta itu, pertama pada November 2012 di Gandaria dankedua  November 2013 di Grand Indonesia.

[caption id="attachment_379086" align="aligncenter" width="300" caption="Pameran Foto Kompas (Dok ITM) "]

14293975951387735017
14293975951387735017
[/caption]

Satu bukti yang paling aktual dari kesetiaan saya bersama Kompasiana adalah mendesain satu konsep terbaru yakni membuat Kamus Citizen Journalism(CJ)Bergamar. Konsep ini akan dipresentasikan kepada stakeholder pelaksana pendidikan di area Desa Samangki. Misi sederhana dari konsep Kamus CJ Bergambar adalah lebih mendekatkan seraya memudahkan anak-anak di desa dengan literasi. Tulisan yang pendek dibumbui banyak gambar adalah satu pendekatan yang jitu. Saya menghadiri Pameran Foto Mata Hati Kompas pada Juli 2007 (lihat tulisan sebelumnya). Saya sempat berfoto dengan latar foto disaat siswa dari Pulau Seribu melakukan perjalananan ke sekolah dengan berkendara perahu motor.

Sebuah gambaran perjuangan anak-anak pulau yang perlu disoroti. Saya mendapatkan pemandangan itu lebih jelas di koran Kompas (Sabtu 14 Maret 2015). Kemasan Kamus CJ perlahan tapi pasti tergambar dalam hasil foto-foto Kompas oleh Heru Sri Kumoro dan tulisan feature Muhammad Kurniawan . Saya kutip tulisan singkat yang bisa dinikmati

Hujan deras mengguyur Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Senin(9.2) pagi. Laut bergelombang, angin bertiup kencang. Perahu sarat penumpang bersandar di Dermaga Utama Pramuka

Satu per satu pelajar turun, berlari ke tempat berteduh, lalu bergegas ke sekolah. Sewragam Mahwana(17)basah. Pelajar kelas 1 SMA Negeri 69 itu menutup kepala dengan tasnya. Dia berlari bersama siswa-siswa lainnya menuju sekolah.

Bagi Mahwana, hujan dan gelombang laut adalah hambatan biasa. Sepekan sekali, ia dan banyak kawannya pergi-pulang Pulau Kelapa-Pulau Pramuka dan menempuh perjalanan laut 1-1,5 jam.

Mahwana dan dan puluhan pelajar lain dari luar Pulau Pramuka tinggal bersama di asrama. Ada asrama putri dengan 8 kamar. Sebagian siswa tinggal di rumah kontrakan atau indekos. Mereka pulang ke rumah seminggu sekali.

"Asrama gratis, semua disediakan pemerintah, tiap siswa hanya bayar uang makan Rp 60,00 per minggu. Lebih murah ketimbang kos Rp 300.000 sampai 500.000 per bulan," ujarnya.

Keterbatasan sarana pendidikan mengharuskan anak-anak di banyak pulau di Kepulauan Seribu menempuh perjalanan laut untuk ke sekolah.

Selain hambatan geografis dan keterbatasan sarana prasarana, sebagian anak usia sekolah lainnya putus sekolah karena penghasilan orangtua, umumnya nelayan-pedagang, tak mencukupi untuk memenuhi tuntutan kebutuhan pendidikan.

Bagi    . .

1429397725557217766
1429397725557217766

Saya mengutip semua feature di kompas (di atas) sengaja untuk memperjelas posisi Kamus CJ. Semoga anak siswa saya di Madrasah Darul Rasyidin - yang berlokasi di area persawahan akan bisa membandingkan situasi anak pulau. Kamus CJ akan menjadi teman setia anak di desa untuk menjelajahi lebih jkauh muatan ragam literasi - nantinya. Nasib anak di desa tidak boleh terlalau banyakk dan terlalu lama untuk menerima info aktual, menarik, inspiraatif dan bermanfaat - mereka segera dilayani.  Siapa tahu, namanya juga usaha.

Pattunuang 190415

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun